Kebanyakan orang memiliki pergumulan
batin yang berlarut-larut. Orang bergumul dengan rasa bersalah, terluka,
sakit hati, dendam, khawatir, gelisah, benci, malas, bosan, takut,
kelekatan, ,konflik, ambisi, dan seterusnya. Setiap daya upaya seperti
menolak, membuang, menekan, mengalihkan, mengatasi, melupakan, tidak mau
tahu, atau lari daripadanya; justru menjauhkan pemahaman langsung akan
pergumulan yang dihadapi. Karena itu, pergumulan batin perlu dipahami
secara langsung, tanpa daya upaya.
Pergumulan sering mendera batin yang biasa memupuk
harapan atau cita-cita. Batin yang selalu mencari kenikmatan, selalu
mencari kepastian, selalu mencari kepuasan, selalu ingin berbuat baik
atau tampil sempurna, biasanya hidup dalam ketegangan terus-menerus.
Cita-cita psikologis, gagasan-gagasan psikologis, atau harapan-harapan
psikologis justru menciptakan ketegangan dalam menjalani kehidupan.
Sekali kita menciptakan gagasan, harapan, cita-cita, maka muncullah daya upaya. Daya upaya merupakan bentuk penguatan ego atau diri.
“Si aku” diperkuat, “si aku” yang berkemauan, “si aku” yang
berkehendak, “si aku” yang berjuang, “si aku” yang bergumul. Bisakah
kita melihat Kebenaran tanpa menciptakan gagasan? Kalau batin menyadari
proses terbentuknya daya upaya dan mengakhirinya, barangkali di sana ada
kemungkinan batin bebas dari pergumulan.
Mengapa batin suka menciptakan gagasan?
Bukankah itu merupakan suatu kebiasaan? Sesuatu dihadirkan di hadapan
kita, segera muncul kebiasaan untuk menciptakan gagasan, teori,
kesimpulan tentang hal itu.
Batin juga suka menciptakan gagasan, karena batin ingin mendapatkan hasil secara cepat. Batin ingin sesuatu yang pasti. Maka batin lebih suka menciptakan pegangan dalam bentuk gagasan, teori, keyakinan, dan pengetahuan. Ketika pegangan dipertanyakan, munculah kebingungan dan kegelisahan. Batin menghindari ketidakpastian, mencari rasa aman bagi dirinya sendiri dengan menciptakan daya upaya untuk mengejar hasil. Secara psikologis kita terbiasa berjuang sejak kecil.
Batin juga suka menciptakan gagasan, karena batin ingin mendapatkan hasil secara cepat. Batin ingin sesuatu yang pasti. Maka batin lebih suka menciptakan pegangan dalam bentuk gagasan, teori, keyakinan, dan pengetahuan. Ketika pegangan dipertanyakan, munculah kebingungan dan kegelisahan. Batin menghindari ketidakpastian, mencari rasa aman bagi dirinya sendiri dengan menciptakan daya upaya untuk mengejar hasil. Secara psikologis kita terbiasa berjuang sejak kecil.
Batin kita dipenuhi gagasan-gagasan yang
membenarkan bahwa kebebasan, kedamaian, pencerahan mesti dicapai lewat
perjuangan. Tidak bisa disangkal, untuk bisa berhasil dalam hidup, orang
harus memiliki daya juang, tidak lemah, tidak mudah menyerah. Tetapi
sungguhkah daya upaya berguna dalam olah kejiwaan?
Semua kenikmatan dan kepahitan hidup
merupakan hasil daya upaya. Apa saja yang diperoleh lewat daya upaya
bersifat material. Hal-hal yang sungguh-sungguh spiritual tidak
diperoleh lewat daya upaya, perjuangan, atau pergulatan. Mengejar
hal-hal spiritual adalah perluasan dari tujuan-tujuan material yang
dipersepsikan sebagai lebih tinggi, lebih suci, dan lebih agung.
Kedamaian, kebebasan, pencerahan, kesucian lalu menjadi objek pencarian
dan pergulatan tiada akhir.
Batin yang sarat gagasan, merasa aman,
merasa pasti, merasa bingung, dan mengejar hasil; tidak mampu melihat
langsung Kebenaran. Sedangkan batin yang bebas gagasan, mampu melihat
langsung Kebenaran tanpa daya upaya, dan Kebenaran itu dengan seketika
membebaskan. Batin yang bebas dari pergumulan mampu menemukan kedamaian
di tengah aktivitas perjuangan. Bisakah kita menjalani kehidupan
sehari-hari dengan bebas dari pergumulan?
0 komentar:
Posting Komentar