Dalam
kehidupan orang Asmat, peran kaum laki-laki dan perempuan adalah
berbeda. Kaum laki-laki memiliki tugas menebang pohon dan membelah
batangnya. Pekerjaan selanjutnya, seperti mulai dari menumbuk sampai
mengolah sagu dilakukan oleh kaum perempuan. Secara umumnya, kaum
perempuan yang bertugas melakukan pencarian bahan makanan dan menjaring
ikan di laut atau di sungai. Sedangka kaum laki-laki lebih sibuk dengan
melakukan kegiatan perang antar clan atau antar kampung. Kegiatan kaum
laki-laki juga lebih terpusat di rumah bujang.
Dasar
kekerabatan masyarakat Asmat adalah keluarga inti monogami, atau
kadang-kadang poligini, yang tinggal bersama-sama dalam rumah panggung
(rumah keluarga) seluas 3 m x 5 m x 4 m yang sering disebut dengan
tsyem. Walaupun demikian, ada kesatuan-kesatuan keluarga yang lebih
besar, yaitu keluarga luas uxorilokal (keluarga yang sesudah menikah
menempati rumah keluarga istri), atau avunkulokal (keluarga yang dudah
menikah menempati rumah keluarga istri dari pihak ibu). Karena itu,
keluarga-keluarga seperti itu, biasanya terdiri dari 1 keluarga inti
senior dan 2-3 keluarga yunior atau 2 keluarga senior, apabila ada 2
saudara wanita tinggal dengan keluarga inti masing-masing dalam satu
rumah. Jumlah anggota keluarga inti masyarakat Asmat biasanya terdiri
dari 4-5 atau 8-10 orang.
Sistem
kekerabatan orang Asmat yang mengenal sistem clan itu mengatur
pernikahan berdasarkan prinsip pernikahan yang mengharuskan orang
mencari jodoh di luar lingkungan sosialnya, seperti di luar lingkungan
kerabat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman (adat eksogami clan).
Garis keturunan ditarik secara patrilineal (garis keturunan pria),
dengan adat menetap sesudah menikah yang virilokal. Adat virilokal
adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan menetap di
sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami. Dalam masyarakat Asmat,
terjadi juga sistem pernikahan poligini yang disebabkan adanya
pernikahan levirat. Pernikahan levirat adalah pernikahan antara seorang
janda dengan saudara kandung bekas suaminya yang telah meninggal dunia
berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Pernikahan
seorang anak dalam masyarakat Asmat, biasanya diatur oleh kedua orang
tua kedua belah pihak, tanpa diketahui oleh sang anak. Peminangan
biasanya dilakukan oleh pihak kerabat perempuan. Namun, dalam hal
pencarian jodoh, mereka juga mengenal kawin lari, yang artinya seorang
laki-laki melarikan gadis yang disenanginya. Kawin lari ini biasanya
berakhir dengan pertikaian kedua belah pihak. Perkawinan dalam
masyarakat Asmat sebanyak lebih dari 25% adalah poligini, dan di antara
perkawinan-perkawinan poligini itu hampir separuhnya adalah perkawinan
yang telah diatur (perse tsyem).
0 komentar:
Posting Komentar