Tari Maengket merupakan tarian yang berasal dari Manado, Sulawesi Utara.
Kata maengket sendiri berasal dari bahasa setempat yakni engket yang
berarti mengangkat tumit kaki naik turun. Tambahan awalan ma- di pada
kata engket berarti menari dengan naik turun. Tarian ini merupakan salah
satu tradisi masyarakat Minahasa yang masih dipertahankan sampai saat
ini. Masyarakat Minahasa sendiri adalah masyarakat suku asli Sulawesi
Utara. Masyarakat Minahasa sendiri berasal dari orang Austronesia yang
telah mendiami wilayah Sulawesi Utara selama ribuan tahun sebelum
masehi. Suku minahasa merupakan kesatuan dari
beberapa sub etnik yang mendiami wilayah Sulawesi utara seperti
Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Tolour (Tondano), Tonsawang, Ponosakan,
Pasan, dan Bantik. Meskipun masyrakat minahasa terdiri dari berbagai
suku dan agama, masayrakat minahasa hidup berdampingan dan rukun. Hal
ini juga mempengaruhi terhadap corak kebudayaan masyarakat Minahasa
termasuk tari maengket. Karena beraneka ragamnya suku di dalam suku
minahasa, istilah yang digunakan dalam teknis tarian maengket jug
beraneka ragam sesuai dengan bahasa dari setiap suku tersebut. Tari Maengket sudah dikenal sejak masyarakat
Minahasa mengenal pertanian. Dahulu tari Maengket dilakukan saat panen
sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan dengan gerakan yang sederhana.
Tari maengket terdiri dari 3 babak yaitu Maowey Kamberu, Marambak,
Lalayaan. Moawey Kamberu adalah tarian yang dilakukan sebagai ungkapan
rasa syukur pada saat panen padi berlimpah. Sementara, Marambak adalah
tarian yang menampilkan semangat gotong royong rakyat Minahasa dalam
membangun rumah baru bagi keluarga baru, dan lalayaan adalah tarian yang
melambangkan pemuda-pemudi minahasa yang mencari jodoh atau dikenal
juga dengan tari pergaulan muda-mudi Minahasa di zaman dulu.
Masyarakat Minahasa di masa lalu memainkan tari maengket dalam
upacara petik padi. Tari Maengket sendiri terbagi atas dua bagian yaitu
Sumempung yang dimaksudkan untuk menngundang roh Dewa-dewi dan memuji Si
Empung (Tuhan) dan Mangalei yang dimaksudkan untuk meminta berkat dari
dewa-dewi. Tari Maengket sebetulnya tidak murni tarian tapi juga
kesatuan dari dua cabang seni yaitu tarian dan nyanyian. Upacara petik
padi adalah upacara adat yang dilakukan dalam musim pesta adat yang
berlangsung selama 28 hari berturut-turut. Tari maengket Moawey kamberu
dilakukan 7 hari sebelum bulan purnama di halaman batu (Tumotowa), di
malam bulan purnama dilakukan tari lalayaan dan 7 hari setelah bulan
purnama dilakukan tarian maengket marambak dalam upacara pemasangan
lampu untuk rumah baru (sumolo).
Tari Maengket Maowey kamberu dipimpin oleh kaum wanita yang dinamakan
“Walian in uma” dan dibantu oleh Walian im pengumam’an atau lelaki
dewasa. Walian adalah agama asli atau agama suku yang dianut oleh suku
Minahasa, pemimpinya adalah seorang wanita tua yang disebut sebagai
Walian Mangorai yang bertugas sebagai penasehat dan pengawas dalam
pelaksanaan upacara-upacara kesuburan. Tarian maengket dimulai dengan
lambaian saputangan oleh pemimpin tarian yang bermaksud mengundang dewi
bumi (lumimu’ut) sampai pemimpin tarian kesurupan dewi bumi. Setelah
pemimpin tarian kesurupan dewi bumi barulah tarian benar-benar dimulai.
Agar penari lain tidak kesurupan roh jahat ada pembantu Tonaas Wangko
yang menemani walian in uma yang disebut dengan tonaas in uma yang
merupakan pria dewasa yang memegang tombak simbol dewa matahari (Toar).
Oleh karena itu di sekitar halaman batu (tumotowak) ditancapkan tombak-
tombak. Tarian maengket moawey kamberu atau owey kamberu merupakan
gambaran dari keluhan akan rasa lelah menanam padi yang kemudian
menghasilkan kesenangan saat menuai padi. Hikmah yang bisa dipetik
adalah, setiap kelelahan yang dirasakan setelah kerja keras maka akan
menghasilkan kesenangan di kemudian hari.
Dalam perkembangannya, tari maengket kini sudah menjadi daya tarik
pariwisata bagi provinsi Sulawesi Utara. Oleh karena itu, tari maengket
juga masih dipertahankan sebagai aset kebudayaan dengan terus mengalami
modifikasi tanpa mengesampingkan nilai- nilai filosofis dari tarian
tersebut. Tari maengket saat ini selain masih digunakan oleh masyarakat
dalam upacara-upacara adat juga menjadi salah satu alternatif hiburan
tradisional yang masih terus dipertahankan dan dikembangkan oleh
masyarakat Minahasa.
Curhat Pendek - Itu Susu?
-
Ketika kamu memiliki banyak pengalaman, melihat banyak hal yang terjadi di
dunia maka biasanya semakin sulit kamu untuk terkejut pada sesuatu yang
tida...
0 komentar:
Posting Komentar