Jumat, 28 November 2014

Dari Kewajiban Menjadi Kebutuhan

Pendekatan terhadap puasa sekadar sebagai kewajiban, menurut saya kurang tepat. Benar bahwa berpuasa itu hukumnya wajib. Tetapi, coba kita pikirkan secara mendalam, apa yang terkandung di balik kata "kewajiban"? Ada sebuah tekanan dari luar, bukan? Berpikir kewajiban adalah berpikir dengan pola outside-in approach (dari luar ke dalam). Pendekatan ini relatif sulit diterima orang secara maksimal.

Bayangkan saat Anda masih kanak-kanak. Misalnya waktu itu Anda sulit makan. Tentu saja orangtua Anda akan cemas dan memaksa Anda makan. Makan menjadi kewajiban. Ada tekanan dari luar yang mengharuskan Anda makan. Namun, setelah kita dewasa, kondisinya berbeda. Makan berubah menjadi kebutuhan. Keinginan untuk makan sekarang berasal dari dalam, bukan dari luar. Ini namanya pendekatan inside-out. 

Kita pun perlu mengubah paradigma puasa dari kewajiban menjadi kebutuhan. Manusia senantiasa berpikir dengan pola - apa manfaatnya bagi saya? Suatu perbuatan yang tidak dipahami manfaatnya, tak akan berhasil mengubah orang. Walaupun dilakukan berulang-ulang, perbuatan itu tak akan berdampak. Orang hanya melakukan ritual seperti robot, namun tak memahami esensinya.

Sama halnya, sebelum orang tahu apa arti "takwa," pernyataan bahwa puasa dapat membuat manusia jadi bertakwa juga masih lemah. Apa untungnya menjadi manusia bertakwa? Dampak berpuasa harus dapat dirasakan di dunia sekarang juga, bukan hanya di akhirat nanti.

Ada dua paradigma mengenai takwa. Pertama, paradigma takut. Takwa berarti kita takut kepada Tuhan. Kita menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, karena takut kepada-Nya. 

Contohnya, Anda punya atasan yang Anda takuti. Apakah Anda akan melakukan perintahnya? Sudah tentu. Tetapi, apakah Anda suka bertemu dengan dia dan menikmati berada bersamanya? Saya yakin tidak. Bukankah Anda justru merasa lega, kalau berada jauh darinya?

Kedua, paradigma cinta. Paradigma ini jauh lebih ampuh daripada yang pertama. Dengan paradigma ini, kita menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya karena cinta kita yang begitu besar kepada Tuhan.

Bayangkan seperti ini: Anda punya atasan yang Anda hormati dan cintai. Apakah Anda akan melakukan perintahnya? Sudah tentu. Lantas, apa Anda suka bertemu dia? Saya yakin ya. Anda juga pasti akan merasa nyaman berada bersamanya.

Secara keseluruhan, puasa melatih kekuatan spiritual kita. Berpuasa membuat kita sadar bahwa kita sesungguhnya adalah makhluk spiritual yang saat ini sedang sekaligus menjadi makhluk fisik. Sebagai latihan spiritualitas, puasa antara lain melatih kita untuk bersabar. kesabaran akan mengembalikan kualitas diri kita, seperti ketika kita berada di alam roh dulu. Ini lebih hebat dari sekadar iming-iming bahwa kita akan "putih bersih" seperti bayi setelah berpuasa. 

0 komentar:

Posting Komentar