Jumat, 28 November 2014

Pendekatan Berbeda

Kita banyak menghabiskan masa hidup kita dengan menempatkan diri di tengah kontradiksi besar. Di satu pihak kita memiliki rasa yang kuat tentang mana yang benar dan mana yang salah.

Kita merasa heran, mengapa banyak orang tidak menanggung akibat dari perbuatan mereka? Mengapa si penjahat kembali ke jalan untuk merampok? Mengapa sang politikus licik bisa berulang kali terpilih kembali? Mengapa si pengusaha curang bisa menjadi sangat kaya?

Di pihak lain, apabila Anda seperti saya, Anda sering melanggar aturan-aturan "kecil" seperti batas kecepatan kendaraan dan nilai moral Anda sendiri, lalu memohon pada penguasa untuk membebaskan Anda. Dengan kata lain, kebanyakan kita menginginkan balasan setimpal bagi orang lain dan pengampunan bagi kita sendiri.

St. Fransiskus Assisi mengajarkan pendekatan yang sama sekali berbeda. Ia tidak memandang kegagalan orang lain sebagai kesempatan untuk duduk di kursi hakim dan melontarkan vonis-vonis berat bagi para penjahat di dunia ini. Ia malah mengajarkan, apabila ada orang lain yang terjatuh, kita harus membungkuk dan membantu mereka berdiri.

Sebelumnya, Fransiskus tumbuh dengan rasa benci terhadap para penyandang lepra. Tetapi, ketika ia mulai mengarahkan hatinya kepada Allah, semua berubah. Suatu hari, ketika berpapasan dengan seorang penyandang lepra, Fransiskus mendekati dan menciumnya.

Sesuatu yang lebih dalam telah terjadi, saat Fransiskus pertama kali mencium si penyandang lepra. Dengan mendengarkan hatinya, bukan rasa takutnya, ia mengambil risiko keluar dari lingkungan amannya dan mengulurkan tangan kepada sesama dalam cinta.

Setelah satu kali melakukan hal tersebut, menjadi mudah untuk melakukannya lagi dan lagi. Segera saja Fransiskus belajar mengungkapkan kedermawanan yang sama kepada orang-orang miskin, orang-orang tersingkir, orang-orang kesepian, dan lainnya. Lambat laun kasih Allah melimpah dalam hidupnya dan kasih tersebut mengalahkan rasa perlindungan dirinya. 

Bagaimana dengan kita? Apakah cinta kasih dan kedermawanan hanya milik para kudus, sementara kita memandang secara egois terutama pada diri kita? Batas pelindung apa yang telah kita dirikan, sehingga menghalangi kita melihat penderitaan sesama, mendengarkan tangisan mereka minta tolong, atau mengulurkan tangan dalam kasih dan ketulusan doa?

Bukalah mata dan hati Anda ketika mengemudikan mobil atau saat berjalan melintasi kota. Mungkin Allah memanggil Anda untuk mengasihi seseorang yang Anda anggap tidak pantas dikasihi.

0 komentar:

Posting Komentar