Masjid al-Alam Cilincing terletak di
daerah Cilincing Lama Rt 005 Rw 05, Kelurahan Cilincing, Kecamatan
Cilincing, Kotamadia Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta. Sebelah utara,
selatan, dan barat berbatasan dengan pemukiman penduduk dan sebelah
timur dengan sungai.
Deskripsi Bangunan
Masjid menghadap ke arah timur, pintu
masuk ada lima buah, terletak masing-masing dua buah di sisi selatan,
utara, dan satu di sisi timur. Serambi terletak di sisi selatan, timur,
dan utara. Pada serambi sisi timur ini terdapat sebuah kentongan terbuat
dari kayu dan sebuah bedug yang ditopang oleh empat buah kayu
penyangga. Serambi di sisi utara merupakan bangunan terbuka yang
ditopang oleh 11 buah tiang.
Di dalam ruang utama terdapat tiang,
mihrab dan mimbar. Tiang dalam ruang utama ini berjumlah empat buah yang
terbuat dari kayu jati. Sedangkan mihrab terletak di sisi barat agak
menjorok keluar di dalam relung. Di sebelah kiri mihrab terdapat mimbar
yang terletak di dalam relung yang lebih kecil.
Bangunan masjid ini tidak mempunyai
plafon, pada bagian dalam atap yang miring dilapis dengan anyaman bambu,
dan bagian luar atapnya terbuat dari genteng berbentuk limas dan
tumpang dua. Pada puncaknya terdapat memolo berbentuk mahkota raja. Di
bagian luar di sisi timur laut terdapat sebuah ruangan yang dipergunakan
untuk kantor Sekretariat Ikatan Remaja Masjid. Di samping ruangan ini
terdapat tempat wudhu dan kamar kecil, berupa bangunan baru. Pada
dinding bagian luarnya terdapat tujuh buah kran air.
Sejarah
Masjid al-Alam Cilincing dibangun 1525
Masehi atau sekitar abad ke-15 oleh Sultan Fatahillah. Karena merupakan
warisan salah satu tokoh sembilan wali ini, kutipan wasiat Sang Sunan
terpampang di papan bertuliskan, "Wasiat Sunan Gunung Jati : Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin" (Saya Titipkan Masjid dan Fakir Miskin).
Menurut Haji Sambo Ishak (sesepuh Masjid
al-Alam Cilincing) tentang sejarah berdirinya masjid Al-Alam yang
berbeda jika dibandingan dengan berbagai literatur dalam buku ini.
Menurutnya, masjid Al-Alam dibangun oleh Sembilan wali atau Wali Songo
pada tahun 1640. Adanya perbedaan versi mengenai siapa yang mendirikan
masjid ini, menurut saya bukanlah menjadi suatu hal yang perlu
diperdebatkan panjang lebar, karena siapapun yang mendirikan masjid ini,
nyatanya masjid Al-Alam telah hadir dan terus memaknai kehidupan
beragama umat Muslim pada saat itu, sekarang dan yang akan datang.
Penuturan Haji Sambo mengenai sejarah masjid ini pun berlanjut. Beliau
kemudian menjelaskan mengapa masjid Al-Alam ini juga sering disebut
dengan masjid Si Pitung. Menurut Haji Sambo, masjid ini diberi nama
masjid Si Pitung, karena menurut kisahnya, dahulu Si Pitung pernah
bersembunyi dari kejaran Belanda di masjid ini.
Keistimewaan
Cerita tentang sumur yang terletak di
samping masjid. Banyak orang menyakini air sumur tersebut memiliki
khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Menurut Haji Sambo, meski
berukuran kecil, masjid ini juga selalu didatangi oleh banyak orang dari
berbagai daerah untuk beribadah, terutama pada shalat jumat dan jumat
malam. Pada waktu shalat Jumat, karena terlalu banyaknya jumlah jamaah,
beberapa jamaah bahkan ada yang melakukan ibadah shalat jumat hingga ke
samping tempat wudhu dan toilet. Sedangkan pada jumat malam, banyak
orang yang datang ke masjid ini untuk melakukan istiqosah bersama.
Jika dilestarikan dan dimanfaatkan
secara maksimal, masjid Al-Alam dapat digunakan sebagai salah satu
tujuan wisata religi di kota Jakarta. Karenanya perhatian dan kepedulian
terhadap masjid bersejarah ini, sangatlah diperlukan, tidak hanya oleh
pemerintah, melainkan juga oleh segenap masyarakat Indonesia, terutama
masyarakat Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar