Masjid
Kiai Gede terletak di desa Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin
Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah. Masjid
ini letaknya di tengah kota dan tepatnya di tenggara alun-alun.
Pendirian masjid Kiai Gede pada masa pemerintahan Pangeran Dipati
Antakesuma (raja Kotawaringin).
Masjid
diberi nama Kiai Gede, karena jasa dan prakarsa Kiai Gede dalam
mengislamkan daerah Kotawaringin. Kiai Gede tersebut sebenarnya bukan
orang Kotawaringin tapi berasal dari Jawa. Beliau dating ke Banjarmasin
karena perselisihannya dengan Sultan Demak. Sesampai di Banjarmasin,
Sultan mengutusnya untuk membuka wilayah baru di bagian barat yang
sekarang bernama Kotawaringin. Di daerah ini beliau diangkat mengjadi
Mangkubumi.
Masjid Kiai Gede (foto oleh detik.travel)
Masjid
Jami Kiai Gede di bangun tahun 1632 Miladiyah yang bertepatan dengan
tahun 1052 Hijriyah. Saat itu Kerajaan Banjarmasin yang membawahi
Kasultanan Kotawaringin dengan pemerintahan dipegang Pangeran Adipati
Muda (1010-1055 H). Jauh sebelum masuknya kaum imperialis kolonial
Belanda, Kotawaringin merupakan wilayah kerajaan/kesultanan.
Kiai
Gede tiba di Kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Banjar IV,
Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah (1595-1642). Namun lagi
lagi terdapat selisih antara tahun keberangkatan Kiai Gede di tahun
1591M dengan masa kekuasaan Sultan Mustain Billah bin Sultan
Hidayatullah 1595-1642. Namun semua sumber menyebutkan bahwa kedatangan
Kiai Gede di Kesultanan Banjar di Masa Kekuasaan Sultan Mustain Billah.
Sulit
untuk menyimpulkan atau menduga duga, apakah memang butuh waktu 4 tahun
untuk menempuh perjalanan laut dari Demak ke Banjarmasin, atau memang
beliau dan rombongan tidak langsung menuju Banjarmasin tapi singgah dan
menetap dulu ke beberapa tempat yang lain atau mungkin ada hal lain yang
dapat menjelaskan selisih angka tahun tersebut.
Disebutkan
bahwa kedatangan Beliau diterima dengan baik di Kesultanan Banjar.
Sultan Banjar menugaskan Kiai Gede untuk menyebarkan ajaran Islam di
Kotawaringin, sekaligus merintis pendirian sebuah kasultanan baru. Kelak
Kiai Gede yang berjasa menyebarkan ajaran Islam mendapat kedudukan
sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi yang
bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin.
Bersama
para pengikutnya Kiai Gede membangun Kotawaringin dari belantara
menjadi sebuah kawasan pemukiman, berawal dari 40 orang yang dikirim
dari Kasultanan Banjarmasin terus berkembang dan sampai sekarang menjadi
salah satu daerah hunian yang maju. Setelah pembangunan cukup untuk
sebuah kawasan pemukiman tahun 1680 Miladiyah ketika pemerintahan
dipegang Pangeran Adipati Antakusuma, Kiai Gede dikukuhkan menjadi
adipati yang berkedudukan di Kotawaringin. Sejak saat itu perkembangan
masyarakat muslim terus maju sampai sekarang menjadi salah satu wilayah
pemukiman yang terus berkembang.
Bangunan masjid dikelilingi pagar kayu setinggi ± 1,25 cm, berdiri pada halaman seluas 900 m2 .
Denahnya berbentuk bujur sangkar berukuran 15,5 x 15,5 m, dengan tipe
joglo. Masjid ini merupakan rumah panggung/kolong dengan ketinggian ±
1,5 m dari permukaan tanah. Lantai dan dinding terbuat dari kayu ulin.
Untuk masuk ke dalam bangunan terdapat 36 buah tiang yang terdiri dari
tiga jenis, yaitu
- Tiang utama (sokoguru) berjumlah empat buah terdapat di tengah ruangan. Bentuknya segi delapan dan pada keempat sisinya penuh dengan ukiran bermotih salur-salur dan spiral. Tiang berdiri di atas umpak yang berbentuk kelopak bunga teratai.
- Tiang dengan bentuk silinder (bulat) berjumlah 12 buah ukurannya lebih kecil dari tiang sokoguru dan tidak berukir. Pada bagian tengah bulatnya lebih kecil dari bagian bawah dan atas, juga berdiri di atas umpak lebih sederhana dari umpak sokoguru. Letaknya mengelilingi tiang sokoguru.
- Tiang yang berjumlah 20 buah merupakan deretan ke dua mengelilingi sokoguru. Bentuk bulat dan lebih kecil dari tiang 12, letaknya menempel pada dinding dalam masjid. Fungsi tiang 20 ini sebagai penguat dinding/penyangga.
Selain
tiang dalam bangunan utama, terdapat mihrab dan mimbar. Sebagai
pelengkap masjid dalam ruangan juga terdapat bedug yang merupakan hadiah
dari kerajaan Demak. Ukuran panjang 161 cm dengan garis tengah 58 cm
dan digantung dengan rantai besar. Bagian bawahnya terdapat tulisan Jawa
Kuno dengan tahun Saka. Pada bagian belakang terdapat bangunan tambahan
berukuran 5 x 12 m, tepat di tengah-tengah bangunan induk. Fungsi
bangunan ini sebagai tempat jemaah yang terlambat dating. Sebenarnya
bangunan ini untuk jemaah wanita. Dinding terbuat dari kayu dengan
lubang angin di bagian atasnya, bangunan mempunyai atap seperti atap
puncak bangunan induk. Di muka masjid ada bangunan kecil untuk tempat
wudhu. Pelengkap masjid lain adalah jam penunjuk waktu shalat yang
terbuat dari kayu berupa tugu.
Atap
bangunan merupakan atap tumpang tiga dari bahan sirap. Di antara
tingkatan atap terdapat dinding dari kayu. Pada atap ke tiga bentuk
seperti kerucut di punaknya terdapat hiasan bunga tiga tangkai. Di
bagian bawah atap, bagian ujungnya ada hiasan sulur. Antara atap ke dua
dan tiga pada ujung bawah dinding atap tingkat dua terdapat tiang
sebagai penyangga atap teratas dilengkapi atap pengeras suara untuk
mengumandangkan adzan.
Masjid
Kiai Gede telah mengalami tiga kali perbaikan yaitu tahun 1951
dilakukan penamnbahan bagian teras, atap sirap dengan dana swadaya dari
masyarakat setempat dan dibantu oleh para jemaah masjid. Perbaikan kedua
pada bagian mimbar tahun 1968. Tahun anggaran 1980/1981-1985/1986
dilaksanakan pemugaran oleh Bidang Pemugaran Sejarah dan Kepurbakalaan
Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Kalimantan Tengah melalui Proyek
Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan
Tengah.
Masjid Kiai Gede Kotawaringin lengkap dengan tiga papan namanya
0 komentar:
Posting Komentar