Masyarakat
Indonesia sejak dahulu sangat dekat dengan alam dan mampu memanfaatkan
kekayaan yang disediakan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
termasuk untuk bermain. Permainan yang ditujukan untuk menyenangkan hati
dan mengisi waktu senggang ini terbentuk dari hasil kreativitas
masyarakat berdasarkan apa yang ada di sekitarnya. Baik itu permainan
yang menggunakan bahan atau peralatan maupun tidak.
Permainan
tersebut berlangsung dari generasi ke generasi di berbagai daerah
dengan nama dari bahasa daerah masing-masing. Permainan yang dilakukan
dengan berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara
turun-temurun dan dapat memberikan rasa puas atau senang bagi si pelaku
inilah yang diistilahkan sebagai permainan tradisional (Hamzuri &
Siregar, 1998). Permainan tradisional ini umumnya dimainkan di tempat
terbuka oleh lebih dari dua orang sampai puluhan orang. Sehingga bukan
hanya menyenangkan, mendidik dan melatih kreativitas tetapi juga dapat
menumbuhkan kedekatan dan kebersamaan.
Permainan
yang menggunakan peralatan atau bahan didapat dari kekayaan alam
sekitar, seperti jenis biji-bijian, pepohonan, dan benda-benda alam.
Diantara jenis biji-bijian adalah biji kemiri untuk permainan jirak (Yogyakarta) dan meu een aceue (Aceh), biji melinjo untuk permainan kalengan (Jakarta) dan biji kecik sawo untuk permainan guak ngalih taluh (Bali). Adapun pepohonan seperti tempurung kelapa untuk permainan pebaji, lengko-lengko, dan metinggoulo (Sulawesi Tenggara), bambu untuk permainan batungkau (Kalimantan Selatan) dan pelepah sagu untuk permainan foo dan anakati
(Papua). Sedangkan untuk benda-benda yang biasa ditemui setiap hari
diantaranya adalah batu yang dimasukkan ke dalam kaleng untuk permainan lehong (Aceh), bakul untuk permainan tar bor mu’u (Maluku), dan kerang untuk permainan merkerang (Sumatera Utara).
Selain
permainan yang menggunakan alat dan bahan dari alam, terdapat pula
berbagai jenis permainan lain yang memanfaatkan ragam bentukan muka bumi
daerahnya sebagai media bermain. Seperti kemiringan lereng, sungai,
laut dan dataran rendah. Kemiringan lereng 300 atau lebih di Sumatera Utara dimanfaatkan untuk bermain mardetes (meluncur), sejenis permainan ski pada zaman sekarang. Adapun sungai diantaranya dimanfaatkan untuk bermain sepangkal dan king-kingan (Aceh), bausutan (Kalimantan Selatan), silem-sileman (Jakarta), dan dhing-dhingan (Yogyakarta). Sedangkan laut dimanfaatkan untuk puhuwat lilisya rorit (Papua) dan lalavoar (Maluku).
Hamzuri dan Tiarma Siregar dalam bukunya, Permainan Tradisional Indonesia yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998)
menguraikan berbagai jenis permainan tradisional di seluruh provinsi di
Indonesia. Buku tersebut memberikan informasi mengenai kekayaan budaya
Indonesia dalam hal permainan. Permainan yang sederhana, namun
menumbuhkan kreativitas, kecerdikan, kedisplinan, ketelitian dan
kejujuran. Permainan yang mengakrabkan, tidak hanya sesama pemain,
tetapi juga pemain dengan alam. Permainan yang keberadaannya harus tetap
dijaga dan disambung dari generasi sekarang ke generasi selanjutnya.
0 komentar:
Posting Komentar