Di
masa-masa perjalanannya yang melangkah bebas mengikuti gerak alur
semesta, Sasmara menanyakan tentang diri yang paling sejati yang patut
diutamakan dari seorang manusia. Ia menanyakannya pada sosok Bunda Dewi
yang sedang menyalakan api pelangi di puncak Himalaya.
“Manusia
utama itu adalah manusia yang mengutamakan kebersihan hatinya baik
kepada Tuhan maupun kepada sesama makhluk hidup. Manusia yang hatinya
bersih sangat dekat dengan kemahakuasaan Tuhan, hatinya sangat dekat
dengan alam semesta. Bersihnya hati manusia ibarat bulan penuh yang
memantulkan cahaya matahari dengan sangat sempurna, ia memberikan cahaya
keindahan, keteduhan dan kesejukan di saat kegelapan malam datang.
Manusia yang senantiasa mengupayakan kebersihan hatinya akan menarik
perhatian penghuni langit. Mereka akan memperhatikan, memberikan jalan
dan kemudahan. Akan banyak cahaya yang berdatangan, membimbing dan
memberi petunjuk.”
Kemudian sambil memetik beberapa bunga dan buah untuk dipersembahkan kepada suaminya yang tercinta, ia mengatakan,
“Dan jangan lupakan satu hal yang penting, senantiasalah untuk selalu bhakti. Tetaplah berperilaku rendah hati dan senantiasa ingat kepada Tuhan. Ingatlah kepada sumber dari segala sumber kehidupanmu nak. Ingatlah untuk senantiasa bersyukur dan berterima kasih termasuk untuk hal-hal kecil dan sepele dalam kehidupanmu sehari-hari. Bersyukurlah kamu bisa bicara, bisa melihat, bisa berjalan. Bila hatimu penuh dengan rasa syukur, energi keajaiban akan meluap-luap dari dalam hatimu, menciptakan perasaan takjub dan kagum bahkan untuk hal-hal sederhana.”
Sasmara terkesima dengan jawaban Bunda Dewi, iapun kemudian tersenyum puas karena jawaban dari pertanyaan yang dicarinya selama ini sudah dia dapatkan. Ketika akan pulang pamit, Bunda Dewi memegang tangan Sasmara dan menyampaikan beberapa petunjuk tentang masa depannya:
“Nak, ketika nanti engkau menjadi pemimpin, jangan membeda-bedakan. Baik itu pangkatnya paling rendah maupun paling tinggi, masyarakat pedalaman ataupun kota, orang miskin atau kaya jangan pernah membeda-bedakan. Rangkullah mereka, berikanlah mereka perhatian dan kebaikan hatimu. Karena doa dari orang yang pangkatnya rendah, doa dari orang yang miskin dan teraniaya adalah doa yang paling didengar oleh Tuhan. Suatu saat kedudukanmu baik di dunia ini maupun di alam sana akan ditentukan oleh mereka yang senantiasa mendoakanmu dengan Tulus.”
Kemudian sambil memetik beberapa bunga dan buah untuk dipersembahkan kepada suaminya yang tercinta, ia mengatakan,
“Dan jangan lupakan satu hal yang penting, senantiasalah untuk selalu bhakti. Tetaplah berperilaku rendah hati dan senantiasa ingat kepada Tuhan. Ingatlah kepada sumber dari segala sumber kehidupanmu nak. Ingatlah untuk senantiasa bersyukur dan berterima kasih termasuk untuk hal-hal kecil dan sepele dalam kehidupanmu sehari-hari. Bersyukurlah kamu bisa bicara, bisa melihat, bisa berjalan. Bila hatimu penuh dengan rasa syukur, energi keajaiban akan meluap-luap dari dalam hatimu, menciptakan perasaan takjub dan kagum bahkan untuk hal-hal sederhana.”
Sasmara terkesima dengan jawaban Bunda Dewi, iapun kemudian tersenyum puas karena jawaban dari pertanyaan yang dicarinya selama ini sudah dia dapatkan. Ketika akan pulang pamit, Bunda Dewi memegang tangan Sasmara dan menyampaikan beberapa petunjuk tentang masa depannya:
“Nak, ketika nanti engkau menjadi pemimpin, jangan membeda-bedakan. Baik itu pangkatnya paling rendah maupun paling tinggi, masyarakat pedalaman ataupun kota, orang miskin atau kaya jangan pernah membeda-bedakan. Rangkullah mereka, berikanlah mereka perhatian dan kebaikan hatimu. Karena doa dari orang yang pangkatnya rendah, doa dari orang yang miskin dan teraniaya adalah doa yang paling didengar oleh Tuhan. Suatu saat kedudukanmu baik di dunia ini maupun di alam sana akan ditentukan oleh mereka yang senantiasa mendoakanmu dengan Tulus.”
0 komentar:
Posting Komentar