SENI UKIR MINANGKABAU JUGA BERFUNGSI PENDIDIKAN DAN PEDOMAN BAGI MASYARAKAT MINANGKABAU
Daerah Minangkabau sudah lama dikenal karena keindahan alam dan Kebudayaannya. Sejauh ini hasil seni budaya Minangkabau yang banyak dikenal adalah mengenai arsitektur dan seni tarinya. Ragam hias Minangkabau sebagai bagian dari arsitekturnya tak kalah menarik untuk dikenal. Ragam hias ini diterapkan dalam bentuk seni ukir yang menghiasi hampir seluruh tubuh rumah adat Minangkabau. Tiap ukiran melambangkan ajaran dan pernah yang digambarkan secara tersirat, bahkan nyaris tak dikenali. Ada baiknya kalau kita mencoba untuk mengapresiasi seniukir tersebut.
Daerah Minangkabau sudah lama dikenal karena keindahan alam dan Kebudayaannya. Sejauh ini hasil seni budaya Minangkabau yang banyak dikenal adalah mengenai arsitektur dan seni tarinya. Ragam hias Minangkabau sebagai bagian dari arsitekturnya tak kalah menarik untuk dikenal. Ragam hias ini diterapkan dalam bentuk seni ukir yang menghiasi hampir seluruh tubuh rumah adat Minangkabau. Tiap ukiran melambangkan ajaran dan pernah yang digambarkan secara tersirat, bahkan nyaris tak dikenali. Ada baiknya kalau kita mencoba untuk mengapresiasi seniukir tersebut.
Berbicara tentang ragam hias Minangkabau
sama halnya dengan membicarakan tentang kehidupan dan perkembangan seni
ukirnya. Seluruh motif ragam hias Minangkabau pada umumnya bersumber
kepada motif-motif ukiran yang terdapat pada bangunan rumah adat atau
rumah gadangnya. Ukiran yang terdapat pada bangunan rumah adat merupakan
sumber dari segala perkembangan motif ukiran yang dikenal masyarakat
sekarang. Motif ukiran Minangkabau yang sekarang mencapai jumlah ratusan
merupakan perkembangan dari penghayatan dan kreasi baru para pengukir
yang berpedoman kepada motif-motif yang terdapat di berbagai bangunan
rumah adat. Motif-motif yang sudah ada dikembangkan secara bebas sesuai
dengan kecakapan dan selera pengukirnya.
Ragam hias Minangkabau pada umumnya
diterapkan sebagai ukiran pada bangunan adat seperti rumah Gadang atau
Rumah Adat. Rangkiang, Balai Adat dan lain-lain. Pada perkembangan
selanjutnya motif-motif ukiran tersebut mulai pula diterapkan pada
bangunan-bangunan lainnya seperti pada bangunan perkantoran, bangunan
pertokoan, mesjid, museum dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari
motif ukiran tersebut dipakai sebagai motif hiasan/sulaman pakaian,
motif ukir perabotan dan pada benda-benda pakai lainnya. Motif-motif itu
dibuat dalam berbagai variasi bentuk, namun tetap berorientasi kepada
bentuk motif yang asli.
Bentuk Dasar Ragam Hias Minangkabau
Sebagaimana juga halnya dengan cabang-cabang seni (seni rupa) yang lain, seni ukir Minangkabau berorientasi kepada alam. Seluruh motif ukiran yang diciptakan dikembalikan kepada sifat-sifat gejala dan bentuk alam. Kalau pada masa lampau pernah dikenal istilah "natura astist magistra", maka di Minangkabau dikenal juga pepatah yang mengatakan "alam takambang jadi guru, cancang taserak jadi ukia". Kata-kata tersebut mempunyai pengertian bahwa alam yang luas dapat dijadikan guru atau contoh/teladan dan setiap cercahan pahatan akan menjadi elemen ukiran yang bersifat menghias.
Bentuk Dasar Ragam Hias Minangkabau
Sebagaimana juga halnya dengan cabang-cabang seni (seni rupa) yang lain, seni ukir Minangkabau berorientasi kepada alam. Seluruh motif ukiran yang diciptakan dikembalikan kepada sifat-sifat gejala dan bentuk alam. Kalau pada masa lampau pernah dikenal istilah "natura astist magistra", maka di Minangkabau dikenal juga pepatah yang mengatakan "alam takambang jadi guru, cancang taserak jadi ukia". Kata-kata tersebut mempunyai pengertian bahwa alam yang luas dapat dijadikan guru atau contoh/teladan dan setiap cercahan pahatan akan menjadi elemen ukiran yang bersifat menghias.
Bentuk-bentuk alam yang dijadikan motif
ragam hias, tidak diungkapkan secara realistis atau naturalistis, tetapi
bentuk-bentuk alam tersebut digayakan (distilisasi) menjadi motif-motif
dekoratif ornamentik.
Ditinjau nama-nama motif ragam hias yang
terdapat di Minangkabau, dapat dilihat bahwa motif-motif tersebut
bertitik tolak dari nama-nama benda yang terdapat di alam yang dapat
dibagi ke alam tiga kelompok utama, yaitu: (1). Motif yang berasal dari
nama/sifat tetumbuhan; (2). berasal dari nama-nama binatang; (3).
berasal dari nama-nama benda (benda mati).
Nama-nama Motif Ragam Hias Minangkabau
Nama-nama Motif Ragam Hias Minangkabau
- Nama tetumbuhan
Sesuai dengan bentuk dasarnya,
motif-motif ragam hias Minangkabau yang berasal dari nama-nama tumbuhan
mencapai jumlah 37 nama/motif. Bentuk ragam hias yang berasal dari nama
tetumbuhan ini pun sebetulnya tidak selamanya dapat disesuaikan dengan
bentuk visual motifnya. Tidak selamanya motif itu mencerminkan bentuk
yang sesuai dengan namanya.
Beberapa nama yang cukup menonjol dari
sekian banyak motif ragam hias yang berasal dari nama tetumbuhan adalah:
Aka Bapilin (Akar Berjalin), Aka Barayun (Akar Berayun), Aka Taranang
(Akar Terapung), Bungo Palo (Bunga Pala), Bungo Matoari (Bunga
Matahari), Kaluak Paku (Lengkung Pakis), Pucuak Rabuang (Pucuk Rebung)
dan lain-lain.
- Nama binatang
Nama-nama motif yang berasal dari nama
binatang mencapai jumlah 21 motif, diambil dari nama-nama binatang yang
terdapat di lingkungan daerah Minangkabau itu sendiri. Sebagaimana juga
dengan nama-nama motif yang berasal dari nama tetumbuhan, pada motif
yang berasal dari nama-nama hewan ini juga tak terlihat bentuk-bentuk
binatang itu sendiri. Motifnya pun mirip dengan motif-motif yang berasal
dari nama tetumbuhan. Motif-motif yang berasal dari nama hewan ini
antara lain adalah: Ayam Mancotok dalam Kandang (Ayam mematuk di dalam
kandang), Bada Mudiak (Ikan beriringan ke hulu), Barabah Mandi (Burung
Berbali Mandi), Gajah Badorong (Gajah Berkelahi), Harimau dalam
Parangkok (Harimau dalam Perangkap), Kaluang Bagayuik (Kelelawar
Bergantung), Ramo-ramo (Kupu-kupu), Tupai Managun (Tupai Berbunyi), Kudo
Manyipak (Kuda Menendang) dan lain-lain.
- Nama benda dan Manusia
Nama-nama motif yang berasal dari nama
benda (benda mati) antara lain adalah: Aie bapesong (air berputar)
Ampiang Faserak (Emping Terserak), Ati-ati (bentuknya menyerupai hati),
Carano Kanso (Cerana Tembaga), Jarek Takambung (Jerat Terpasang), Kipeh
Cino (Kipas Cina), Saik Kalamai (Irisan Makanan) dan Saluak Laka (Alas
Periuk). Jumlah motif ini mencapai 31 buah, diantaranya terdapat juga
nama manusia seperti Ambun Dewi, Si Ganjua Lalai (nama gadis), si
Kambang Maniih (Nama Gadis).
Arti yang Terkandung pada Motif Ragam Hias Minangkabau
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ragam hias Minangkabau mengambil motif dari bentuk, gejala dan sifat-sifat alam. Sifat meniru alam ini tidak saja berlaku bagi pengambilan motif-motif seni ukir, tetapi juga berlaku pada sendi-sendi kehidupan masyarakat. Sifat-sifat dan tingkah laku alam tersebut dituangkan pada kata-kata adat yang diajarkan turun temurun sebagai pengetahuan yang berguna bagi pengaturan kehidupan dan perilaku masyarakat. Salah satu pantun itu berbunyi sebagai berikut:
Arti yang Terkandung pada Motif Ragam Hias Minangkabau
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ragam hias Minangkabau mengambil motif dari bentuk, gejala dan sifat-sifat alam. Sifat meniru alam ini tidak saja berlaku bagi pengambilan motif-motif seni ukir, tetapi juga berlaku pada sendi-sendi kehidupan masyarakat. Sifat-sifat dan tingkah laku alam tersebut dituangkan pada kata-kata adat yang diajarkan turun temurun sebagai pengetahuan yang berguna bagi pengaturan kehidupan dan perilaku masyarakat. Salah satu pantun itu berbunyi sebagai berikut:
- Panakiak pisau sirauik
- Ambiak galah batang Lintabung
- Salodang ambiak ka nyiru.
- Nan Satitiak jadikan lauik
- Nan sakapa jadikan gunuang
- Alam takambang jadikan guru
- Penakik pisau siraut
- Ambil galah batang Lintabung
- Selodang jadikan nyiru,
- Yang setetes jadikan laut,
- Yang sekepal jadikan gunung,
- Alam terkembang jadikan guru.
Pepatah tersebut mengisyaratkan kepada
manusia agar selalu berusaha untuk menyelidiki menghayati dan
mempelajari ketentuan-ketentuan dan kejadian-kejadian alam semesta
sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan guru atau dapat
diteladani.
Pada ragam hias Minangkabau, banyak
motif ukiran yang dihubungkan dengan kata-kata adat yang mengatur
perilaku kehidupan manusia. Para ahli ukir jaman dahulu agaknya berusaha
untuk mengabadikan atau memvisualisasikan kata-kata adat tersebut
kedalam bentuk-bentuk ukiran dengan harapan bahwa motif ukiran itu dapat
menggugah dan mengingatkan para penikmatnya akan nasehat-nasehat yang
terkandung di dalam motif itu.
Untuk dapat mengerti arti yang
terkandung pada suatu motif tidaklah mudah. Penikmat sedikitnya haruslah
juga memahami arti kata-kata adat yang terkandung di dalam motif ukiran
itu. Apalagi motifnya sendiri sulit dikenal karena antara nama dan
wujud visualnya tidak selalu mirip, tidak ditemukan wujud binatang pada
motif bernama binatang, tidak ditemukan bentuk manusia pada motif
bernama manusia. Hal ini agaknya berhubungan dengan adanya larangan
agama untuk melukiskan makhluk hidup pada gambar maupun ukiran.
Ukiran atau ragam hias Minangkabau
berdasarkan adat adalah pembawa pesan-pesan adat, bukan kemaun pribadi
senimannya. Hal ini berlangsung ketat. Oleh sebab itu dikenal kata-kata:
"Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah". Dengan demikian
seni ukir atau ragam hias Minangkabau selain berfungsi sebagai elemen
keindahan, juga berfungsi sebagai pendidik dan pedoman bagi masyarakat
dengan perlambangan dan kata-kata adat yang dikandungnya.
0 komentar:
Posting Komentar