Sabtu, 13 Desember 2014

Pakaian Adat Maluku Utara

malukuutara.jpg
Sebagai wilayah bekas kesultanan, dalam lingkunngan memiliki kedudukan yang menunjukan gambaran fisik pada busana adat masyarakat Ternate dan Tidore dan memperlihatkan adanya perbedaan cukup spesifik antar kelompok masyarakat yang secara sosial. Begitu juga kesederhanaan yang menandakan dalam berbagai hal dan berpengaruh terhadap busana yang dikenakan oleh masayarakat Tidore dan Ternate pada umumnya. Lain halnya dengan busana yang dikenakan oleh kelompok berkedudukan tinggi. Dari faktor keturunan itulah di dalam lingkungan dapat dibedakan dari gaya hidup yang khas. Kekhasan tersebut tampak dalam tata cara berbusana mereka. Apalagi kehidupan mereka senantiasa diwarnai dengan berbagai acara seremonial, berupa upacara-upacara adat kesultanan pada masa itu maupun upacara yang berkaitan dengan siklus hidup manusia. Beberapa di antaranya yang masih dikenal hingga kini adalah upacara makan secara adat atau Sidego, upacara injak tanah atau Joko Kaha, dan upacara pengukuhan atau Uko Se Bonofo.
Untuk melambangkan status sosial dan usia dari orang yang memakainya. Secara umum busana adat tradisional yang dikenakan oleh kaum pria yang berasal dari golongan bangsawan terdiri atas jubah panjang yang menjuntai hingga betis atau lutut, celana panjang, dan ikat kepala. Dihiasi dengan kelengkapan dan karakteristik lainnya, Adapun busana adat untuk kaum wanita meliputi kebaya panjang dan kain panjang. dilengkapi dengan perhiasan yang disesuaikan dengan tingkatan sosial mereka, baik sebagai permasuri, pembantu permaisuri, atau diselaraskan dengan usia remaja mereka.
Pakaian Manteren Lamo (Sultan) yang terdiri atas celana panjang hitam dengan bis merah memanjang dari atas ke bawah, baju berbentuk jas tertutup dengan kancing besar terbuat dari perak berjumlah sembilan . Sementara itu, leher jas, ujung tangan, dan saku jas yang terletak di bagian luar berwarna merah. Konon warna tersebut melambangkan keperkasaan dari pemakainya. Selain itu, penampilan busana yang dikenakan oleh sultan tersebut dilengkapi dengan Destar untuk menutup kepala. Busana yang dikenakan oleh istri sultan terdiri atas kebaya panjang atau Kimun Gia, yang terbuat dari kain satin berwarna putih dengan pengikat pinggang yang terbuat dari emas, serta kain panjang. Perhiasan lainnya yang dikenakan oleh permaisuri tersebut meliputi kalung, bros, dan peniti yang terbuat dari intan, berlian, atau emas. Di samping itu, mereka juga mengenakan hiasan lainnya yang berupa konde yang berukuran besar, sedangkan konde kecil biasanya dipakai oleh pembantu permaisuri.
Sementara dari pakaian yang dikenakan golongan bangsawan remaja pria disebut baju Koja, yakni semacam jubah panjang dengan warna-warna muda seperti biru muda dan kuning muda. Konon warna tersebut untuk melambangkan jiwa muda dari para pemakainya yang masih remaja. Baju Koja tersebut biasanya berpasangan dengan celana panjang berwarna putih atau hitam, berikut Toala Polulu di kepalanya. Selain itu, ada juga pakaian yang dikenakan remaja putri biasanya memakai busana yang terdiri atas kain panjang dan Kimun Gia kancing atau kebaya panjang berwarna kuning, oranye, atau hijau muda dengan tangan yang berkancing sembilan di sebelah kiri dan kanannya. Tidak lupa, mereka pun menyertakan berbagai perhiasan seperti Taksuma, yakni kalung rantai emas yang dibuat dalam dua lingkaran; anting dua susun, sedangkan giwang tidak boleh dipakai oleh mereka; serta alas kaki yang disebut Tarupa.

0 komentar:

Posting Komentar