Sebagai
wilayah bekas kesultanan, dalam lingkunngan memiliki kedudukan yang
menunjukan gambaran fisik pada busana adat masyarakat Ternate dan Tidore
dan memperlihatkan adanya perbedaan cukup spesifik antar kelompok
masyarakat yang secara sosial. Begitu juga kesederhanaan yang menandakan
dalam berbagai hal dan berpengaruh terhadap busana yang dikenakan oleh
masayarakat Tidore dan Ternate pada umumnya. Lain halnya dengan busana
yang dikenakan oleh kelompok berkedudukan tinggi. Dari faktor keturunan
itulah di dalam lingkungan dapat dibedakan dari gaya hidup yang khas.
Kekhasan tersebut tampak dalam tata cara berbusana mereka. Apalagi
kehidupan mereka senantiasa diwarnai dengan berbagai acara seremonial,
berupa upacara-upacara adat kesultanan pada masa itu maupun upacara yang
berkaitan dengan siklus hidup manusia. Beberapa di antaranya yang masih
dikenal hingga kini adalah upacara makan secara adat atau Sidego, upacara injak tanah atau Joko Kaha, dan upacara pengukuhan atau Uko Se Bonofo.
Untuk
melambangkan status sosial dan usia dari orang yang memakainya. Secara
umum busana adat tradisional yang dikenakan oleh kaum pria yang berasal
dari golongan bangsawan terdiri atas jubah panjang yang menjuntai hingga
betis atau lutut, celana panjang, dan ikat kepala. Dihiasi dengan
kelengkapan dan karakteristik lainnya, Adapun busana adat untuk kaum
wanita meliputi kebaya panjang dan kain panjang. dilengkapi dengan
perhiasan yang disesuaikan dengan tingkatan sosial mereka, baik sebagai
permasuri, pembantu permaisuri, atau diselaraskan dengan usia remaja
mereka.
Pakaian
Manteren Lamo (Sultan) yang terdiri atas celana panjang hitam dengan
bis merah memanjang dari atas ke bawah, baju berbentuk jas tertutup
dengan kancing besar terbuat dari perak berjumlah sembilan . Sementara
itu, leher jas, ujung tangan, dan saku jas yang terletak di bagian luar
berwarna merah. Konon warna tersebut melambangkan keperkasaan dari
pemakainya. Selain itu, penampilan busana yang dikenakan oleh sultan
tersebut dilengkapi dengan Destar untuk menutup kepala. Busana yang
dikenakan oleh istri sultan terdiri atas kebaya panjang atau Kimun Gia,
yang terbuat dari kain satin berwarna putih dengan pengikat pinggang
yang terbuat dari emas, serta kain panjang. Perhiasan lainnya yang
dikenakan oleh permaisuri tersebut meliputi kalung, bros, dan peniti
yang terbuat dari intan, berlian, atau emas. Di samping itu, mereka juga
mengenakan hiasan lainnya yang berupa konde yang berukuran besar,
sedangkan konde kecil biasanya dipakai oleh pembantu permaisuri.
Sementara
dari pakaian yang dikenakan golongan bangsawan remaja pria disebut baju
Koja, yakni semacam jubah panjang dengan warna-warna muda seperti biru
muda dan kuning muda. Konon warna tersebut untuk melambangkan jiwa muda
dari para pemakainya yang masih remaja. Baju Koja tersebut biasanya
berpasangan dengan celana panjang berwarna putih atau hitam, berikut
Toala Polulu di kepalanya. Selain itu, ada juga pakaian yang dikenakan
remaja putri biasanya memakai busana yang terdiri atas kain panjang dan
Kimun Gia kancing atau kebaya panjang berwarna kuning, oranye, atau
hijau muda dengan tangan yang berkancing sembilan di sebelah kiri dan
kanannya. Tidak lupa, mereka pun menyertakan berbagai perhiasan seperti
Taksuma, yakni kalung rantai emas yang dibuat dalam dua lingkaran;
anting dua susun, sedangkan giwang tidak boleh dipakai oleh mereka;
serta alas kaki yang disebut Tarupa.
0 komentar:
Posting Komentar