Selendang Cinde No. Inv.: 19084 Teknik Ikat ganda Ukuran: 400 x 100 cm Kondisi: rapuh Diregistrasi: 9 April 1927 Koleksi Museum Nasional
Kain Cinde yang berfungsi sebagai selendang dan berasal dari Gujarat –
India, dibuat untuk pasar Indonesia pada abad ke-17 sampai 18 M.
Beberapa kain jenis ini kadang-kadang distempel VOC (Verenigde
Oostindische Compagnie). Kain ini aslinya terbuat dari sutera, bermotif
cakra (patola) dan dibuat dengan tehnik ikat ganda, tetapi ada pula yang
dibuat dengan ikat lungsi. Kain tiruan patola biasanya terbuat dari
katun ini dibuat dengan tehnik block-printed mordant-dyed dan
resist-dyed (John Guy: 1998).
Koleksi kain tua pada kondisi iklim kita biasanya sudah lapuk,
bahkan sebagian sudah hancur. Proses pelapukan ini biasanya diakibatkan
oleh interaksi bahan logam dengan kelembaban udara pada suhu udara
panas. Logam pada tekstil dapat berupa benang, prada, logam pemberat dan
mordan. Logam pemberat sutera digunakan setelah proses degumming atau
penghilangan zat perekat (sericin). Penggunaan mordan alum alam yang
sudah dikenal sekitar tahun 900 M telah digantikan dengan mordan alum
mineral sekitar tahun 1509 (menurut catatan pedagang Arab dan Eropa).
Bahkan warna merah dari mengkudu (morindone) telah banyak digantikan
dengan bahan-celup sintetis Alizarin. Kebanyakan bahan-celup mempunyai
daya ikat dengan substratnya (benang), yang kekuatannya tergantung dari
kondisi bahan-celup itu sendiri.
Misalnya curcumin, yaitu zat warna kuning dari temu lawak, Curcuma
xanthorrhiza Roxb. (Zingiberaceae) akan dapat mengadakan afinitas dengan
serat-serat selulosik, seperti kapas dan linen, secara langsung tanpa
menggunakan mordan (garam logam). Sehingga bahan-celup jenis ini disebut
dengan zat-warna direk (direct dye). Sedangkan pemakaian mordan
disamping dapat mempengaruhi warna yang dihasilkan dapat pula
meningkatkan afinitas molekul zat warna pada serat. Pada tehnik
pencelupan tradisional dijumpai bahan menyerupai mordan alum (potassium
aluminum sulfate) pada kulit kayu jirek, Symplocos fasciculata Zoll.
(Styracaceae). Apabila tumbukan babakan kayu jirek ini dicampur dengan
morindone, yaitu zat warna dari mengkudu, Morinda citrifolia L.
(Rubiaceae), kita akan mendapatkan warna merah pada substrat kapas.
Sedangkan bahan-bahan lain yang secara tradisional juga sering digunakan
seperti minyak jarak dan air merang hanya berfungsi sebagai bahan
pembantu (ingredients) pada proses pencelupan, karena bahan-bahan
tersebut secara kimiawi hanya membantu pendisfusian molekul zat warna
kedalam sel-sel serat, dan penetran ini juga tidak mempengaruhi warna
yang dihasilkan.
Kelembaban udara yang cocok untuk tekstil adalahan sekitar 55% dan
suhu udara sekitar 20oC, karena pada kondisi ini unsur logam pada
tekstil tidak terlalu reaktif.
Curhat Pendek - Itu Susu?
-
Ketika kamu memiliki banyak pengalaman, melihat banyak hal yang terjadi di
dunia maka biasanya semakin sulit kamu untuk terkejut pada sesuatu yang
tida...
0 komentar:
Posting Komentar