Karakteristik
yang menonjol dari suku Sumbawa umunya adalah gemar berbicara dan
mengurus soal-soal politik, menyenangi filsafat dan ilmu-ilmu kebatinan,
kepercayaan yang begitu kuat pada sandro atau dukun, kurang senang
berpikir hal-hal yang kecil dan detail, dan sejarah masa lalunya yang
selalu menempatkan dalam pergolakan, baik masa pra-Hindu, Hindu-Budha,
dan terakhir masa Islam telah mengkondisikan suku Sumbawa rata-rata
bertemperamen keras dan mudah naik darah, terutama mereka yang tinggal
di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat, khususnya Taliwang yang dahulu
pernah menjadi pusat pengaruh Kerajaan Majapahit di Pulau Sumbawa.
Suku
Sumbawa yang mendiami bekas wilayah Kesultanan Sumbawa ini pada masa
pra-Majapahit menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sasak Samawa yang
berpusat di Lombok, kemudian ditaklukkan oleh Majapahit dengan pusat
pengaruh di Taliwang dan Seran, sedangkan masa Islam adalah masa
penaklukkan Kerajaan Gowa-Sulawesi terhadap semua wilayah Sumbawa dan
Selaparang-Lombok dengan pusat pemerintahan mula-mula di Lombok kemudian
dipindahkan ke Sumbawabesar akibat ancaman pencaplokkan Kerajaan
Gelgel-Bali. Setelah masuknya VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie)
Kesultanan Sumbawa menjadi bagian wilayah Gubernemen Selebes, dan sesuai
pembagian wilayah afdeeling maka Sumbawa masuk wilayah Karesidenan
Timor dengan ibukota di Sumbawa Besar.
Sistem
pemerintahan afdeeling kemudian dijabarkan menjadi onderafdeeling yang
terbagi menjadi beberapa daerah administrasi. Beberapa kampung dibagi
menjadi beberapa lingkungan kekuasaan yang merupakan onderdistrict, dan
beberapa onderdistrict digabung menjadi satu district setingkat
kabupaten saat ini. Penggabungan onderdistrict tidak berlangsung lama
kemudian menjadi onderdistrict yang berdiri sendiri dan berubah menjadi
wilayah kademungan. Wilayah kademungan sekarang berubah menjadi wilayah
kecamatan yang membawahi beberapa desa.
Pada
masa pemerintahan orde lama, sistem pemerintahan desa di Sumbawa
dipegang oleh seorang gabung yang dibantu oleh beberapa suku loka karang
sebagai penasihat yang berasal dari setiap kelompok kekerabatan
penghuni kampung. Gabung juga dibantu oleh malar sebagai pengatur dan
pembagi air pada lahan pertanian, dan juga dibantu oleh seorang mandur
yang bertindak sebagai penghubung antara kepentingan masyarakat dengan
pemerintahan desa.
Pola
perkampungannya berbentuk kelompok rumah, setiap kelompok masih
memiliki ikatan kekerabatan yang disatukan oleh sebuah pagar kampung.
Tata letaknya selalu menyesuaikan dengan pengetahuan masyarakat mengenai
urat tanah yang dalam pelaksanaanya hanya bisa diketahui oleh sandro
atau dukun. Setiap kepala keluarga memiliki tanggung jawab adat membantu
membangun rumah anggota kelompok yang baru secara gotong royong di
bawah komando tau loka karang, demikian konsep itu dirumuskan dengan
nama bayar siru atau balas budi, sehingga anggota kelompok yang
melanggar akan dikucilkan. Konsepsi bayar siru ini masih berlaku hingga
sekarang, terutama di kampung-kampung di daerah pedesaan.
Sekarang
organisasi kemasyarakatan di tingkat desa dimodernisasi menjadi sebuah
desa atau kelurahan yang dipimpin oleh seorang lurah atau kepala desa
yang membawahi beberapa dusun, dan setiap dusun terdapat kelompok warga
yang tergabung dalam rukun warga yang terdiri atas beberapa rukun
tetangga. Sebagai lembaga eksekutif di tingkat desa dibentuklah Badan
Perwakilan Desa, sedangkan tugas malar digantikan oleh Perkumpulan
Petani Pengguna Air (P3A).
Sumbawa
sangat kental dengan nuansa Islam, sehingga dalam kehidupan beragama
atau hukum pada setiap desa terdapat seorang pemimpin yang dinamakan penghulu, lebe, mudum, ketib, marbot, dan rura.
Masyarakat Sumbawa juga mewarisi pelapisan sosial dari masa Kesultanan
Sumbawa yang ditandai dengan munculnya tiga golongan, yakni golongan
bangsawan yang bergelar dea atau datu, kedua golongan merdeka atau tau
sanak, dan ketiga golongan masyarakat biasa yang tidak merdeka atau tau
ulin abdi. Untuk golongan terakhir ini telah dihapus semenjak
dikeluarkannya dekrit Sultan Muhammad Kaharuiddin III tahun 1959 saat
menjabat sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa.
0 komentar:
Posting Komentar