PERMAINAN TRADISIONAL SUMATERA BARAT
Gasiang
adalah salah satu bentuk permainan rakyat yang bersifat tradisional
yang telah dikenal secara luas di seluruh pelosok Nusantara. Semua
daerah yang ada di wilayah Kepulauan Indonesia umumnya memiliki
permainan ini. Itulah sebabnya, bangsa Indonesia yang masyarakatnya
multietnik, terdiri dari berbagai suku bangsa mengenal berbagi jenis
permainan gasiang.
Permainan
gasiang dalam bahasa Minangkabau atau gasing dalam Bahasa Indonesia
umumnya dimainkan pada waktu sore hari. Gasiang yaitu alat permainan
yang terbuat dari kayu dan dapat diputarkan dengan tali. Jumlah pemain
gasiang minimal 2 orang, dimainkan oleh anak laki-laki berusia antara 6
tahun – 14 tahun. Permainan ini dilakukan di pekarangan rumah.
Gasiang
termasuk permainan yang berlangsung secara musiman dan dilakukan secara
periodik atau pada waktu-waktu tertentu. Artinya dalam satu periode
bisa bertahan selama satu bulan atau lebih dan sesudah itu tidak
dimainkan lagi, sama saja dengan musim layang-layang. Tapi pada waktu
dan peristiwa main itu muncul kembali, hampir serempak anak-anak
memainkannya, setelah diselingi dengan permainan dalam bentuk yang lain.
Di daerah Sumatera Barat terdapat berbagai macam bentuk gasiang yakni:
- Gasiang dari kayu
- Gasiang dari buah pinang
- Gasiang dari seng
- Gasiang dari bambu
- Gasiang dari tengkorak
Permainan
gasiang dapat dilakukan di lapangan atau halaman yang tidak berbatu dan
tidak berumput. Sebelum permainan dimulai lebih dulu dibuat lingkaran
yang luasnya 30 cm dan dalam lingkaran tersebut diletakkan sebuah
kerikil atau putik jambu. Semua peserta harus melemparkan gasiangnya ke
sasaran putik jambu atau batu kerikil dan barang siapa yang dapat
mengeluarkan putik jambu tersebut maka dia dinyatakan menang. Para
pemain yang lain harus meletakkan gasiangnya ke dalam lingkaran dan si
pemenang menghantamkan gasiangnya ke arah tumpukan gasiang tersebut.
Gasiang siapa yang tidak ke luar dari sejumlah gasiang yang ada dalam
lingkaran itu maka gasiang yang tinggal itu harus dihantam secara
bersama-sama. Biasanya setelah main anak-anak tersebut akan meneliti
gasiang mereka; gasiang siapa yang paling banyak kena jejak paku lawan
maka dia dianggap kalah.
Ada
juga sistem lain untuk menentukan kalah menangnya permainan gasiang
yaitu lama hidupnya atau lama berputarnya gasiang dalam satu kali
lemparan.
Salah
satu keuntungan dari sifat rekreatif, kompetitif permainan ini adalah
mendidik anak-anak hidup bermasyarakat sambil menjalin hubungan kerja
sama antar sesamanya. Disamping itu juga mereka secara tidak langsung
diajar berkompetisi secara sehat sebagai bekal yang berguna dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dalam
perkembangannya, permainan gasiang digunakan sebagai sarana menanamkan
nilai kerjasama dan kekompakan, nilai kejujuran, nilai keterbukaan,
sportivitas, nilai prestise, dan nilai ekonomi.
Latar belakang Sejarah Perkembangan
Khusus
dalam main gasiang, generasi sekarang menghadapi tantangan yang berat
untuk mengungkapkan sejarahnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya data
yang diperlukan baik secara tertulis maupun peninggalanpeninggalan yang
ada. Oleh karena itu satu-satunya sumber yang dapat membantu memecahkan
masalah tersebut adalah informasi yang diperoleh dari orang tua- orang
tua yang masih hidup.
Di
antara mereka ada yang mengalami secara langsung atau menghayati dan
memahami, sehingga dari informasi itu diperoleh sedikit pengetahuan yang
dapat memberi tafsiran tentang main gasiang tersebut. Dari pengalaman
masa lalu itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis permainan ini telah
lama usianya. Bahkan sebagai salah satu bentuk tingkah laku masyarakat
sudah barang tentu, permainan itu lahir bersamaan dengan masyarakat
pendukungnya. Namun yang jelas fakta telah membuktikan bahwa permainan
itu sampai sekarang hidup dengan suburnya secara luas dalam masyarakat
Sumatera Barat.
0 komentar:
Posting Komentar