Pada
saat seorang manusia lahir, maka seseorang yang paling mengetahui
kehadirannya adalah ibunya sendiri. Oleh karena itu, keturunan suatu
kaum terlihat jelas melalui silsilah ibu. Berdasarkan ini pulalah timbul
pola matrilineal. Keturunan yang bersifat matriarchaart ini dihimpun dalam suatu ikatan yang dinamai suku. Berkaitan dengan ini, seorang mamak (saudara laki-laki dari ibu) yang memiliki tanggungan.
Suku
mengandung pengertian genealogis. Kesatuan genealogis terkecil dibentuk
oleh seorang ibu dengan anak-anaknya. Kelompok kecil ini dinamakan “samandai” (seibu). Kemudian beberapa kelompok seibu mendiami rumah gadang membentuk kesatuan yang dinamakan “paruik”.
Saudara pria ibu atau garis ibu “serumah gadang” yang terpilih untuk
menjadi wakil pembimbing-pembimbing sebuah paruik dinamakan “mamak tungganai” (mamak rumah).
Tugas mamak tungganai
adalah memelihara, membina, dan memimpin kehidupan sehari-hari
kemenakan-kemenakannya baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, ia
menguasai atau mengatur hasil sawah ladang yang dikerjakan dan dimiliki
bersama oleh anggota keluarga. Tungganai-tungganai dari suatu kaum memilih seseorang diantara mereka sebagai mamak kaum yang disebut penghulu.
Seorang
penghulu lazim menjadi anggota kerapatan adat, dewan pemerintahan dalam
negeri, dan instansi eksekutif-legislatif-yudikatif tertinggi. Sesuai
pepatah, “kemenakan beraja kepada mamak, mamak beraja kepada patut dan
benar’, maka musyawarah termaksud di sini adalah yang terdapat di setiap
negeri Minangkabau dalam bentuk kerapatan Adat. Kenyataan ini memberi
pengaruh pada kehidupan demokrasi sehari-hari masyarakat Minangkabau.
0 komentar:
Posting Komentar