Jumat, 12 Desember 2014

Sistem Kekerabatan Minangkabau


Pada saat seorang manusia lahir, maka seseorang yang paling mengetahui kehadirannya adalah ibunya sendiri. Oleh karena itu, keturunan suatu kaum terlihat jelas melalui silsilah ibu. Berdasarkan ini pulalah timbul pola matrilineal. Keturunan yang bersifat matriarchaart ini dihimpun dalam suatu ikatan yang dinamai suku. Berkaitan dengan ini, seorang mamak (saudara laki-laki dari ibu) yang memiliki tanggungan.
Suku mengandung pengertian genealogis. Kesatuan genealogis terkecil dibentuk oleh seorang ibu dengan anak-anaknya. Kelompok kecil ini dinamakan “samandai” (seibu). Kemudian beberapa kelompok seibu mendiami rumah gadang membentuk kesatuan yang dinamakan “paruik”. Saudara pria ibu atau garis ibu “serumah gadang” yang terpilih untuk menjadi wakil pembimbing-pembimbing sebuah paruik dinamakan “mamak tungganai” (mamak rumah).
Tugas mamak tungganai adalah memelihara, membina, dan memimpin kehidupan sehari-hari kemenakan-kemenakannya baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, ia menguasai atau mengatur hasil sawah ladang yang dikerjakan dan dimiliki bersama oleh anggota keluarga. Tungganai-tungganai dari suatu kaum memilih seseorang diantara mereka sebagai mamak kaum yang disebut penghulu. 
Seorang penghulu lazim menjadi anggota kerapatan adat, dewan pemerintahan dalam negeri, dan instansi eksekutif-legislatif-yudikatif tertinggi. Sesuai pepatah, “kemenakan beraja kepada mamak, mamak beraja kepada patut dan benar’, maka musyawarah termaksud di sini adalah yang terdapat di setiap negeri Minangkabau dalam bentuk kerapatan Adat. Kenyataan ini memberi pengaruh pada kehidupan demokrasi sehari-hari masyarakat Minangkabau.

0 komentar:

Posting Komentar