SUKU LAMPUNG BERBURU DI WAKTU SENGGANG
Dalam
perkembangan peradaban manusia, Berburu adalah salah satu mata
pencaharian masyarakat adat sebelum ditemukannya sistem bercocok tanam
atau food production. Bahkan di Indonesia sekalipun, sejak
jaman palelolitihkium atau batu tua hingga neolithikum atau jaman batu
muda, bagi beberapa suku di beberapa daerah, berburu masih menjadi mata
pencaharian utama karena masih lebatnya hutan sebagai tempat tinggal
binatang buruan, dan struktur tanah yang tidak memungkinkan untuk
bercocok tanam.
Namun
bagi masyarakat suku Lampung, berburu adalah bagian dari mengisi waktu
luang saat kemarau. Karena mata pencaharian pokok bagi mereka adalah
berladang. Berburu masih dilakukan oleh Suku Lampung dengan alasan
“membasmi hama” seperti babi, burung, dan harimau dan alasan kedua
adalah sambil menunggu musim tanam berikutnya. Untuk alasan ke dua,
biasanya melakukan pemburuan ke hutan setelah selesai musim panen.
Perilaku
ini menunjukkan bahwa Suku Lampung adalah masyarakat pendukung
kebudayaan jaman perunggu. Di Asia Tenggara, jaman perunggu berasal dari
pengaruh kebudayaan Dongson, yang berkembang di Vietnam. Geldern
berpendapat bahwa kebudayaan Dongson berkembang paling muda sekitar 300
SM (sebelum Masehi).
Salah
satu pendukung kebudayaan perunggu adalah bangsa Deuteuro Melayu
(Melayu Muda) yang migrasi ke Indonesia sambil membawa kebudayaan
Dongson. Sehingga dalam hal mata pencaharian Suku Lampung lebih
mengutamakan becocok tanam. Karena masyarakat pendukung jaman perunggu
telah mengenal sistem irigasi sehingga dalam proses bercocok tanam tidak
terlalu bergantung pada alam.
Selain
itu, lokasi pemburuan pun telah makin sempit. Karena daerah yang
terdapat hutan lebat dan dihuni oleh binatang buas hanya berada di
bagian barat, sekitar Bukit Barisan. Salah satu contohnya adalah daerah
ex kewedanaan Krui. Di daerah ini, luas daerah perburuan mencapai radius
lebih dari 10 km. Di daerah Lampung bagian utara dan tengah di dekat
Bukit Barisan, serta di bagian timur, hanya terdapat hutan-hutan kecil,
semak belukar atau padang lalang yang agak luas. Pemburuan yang
dilakukan oleh masyarakat setempat pun hanya sebagai pekerjaan sambilan.
Hewan
buruan pun makin hari makin terbatas, seperti gajah, badak, danharimau.
Meski di daerah lampung tengan dan bagian barat daerah lampung selatan,
para pemburu masih dapat menemukan menjangan, kijang, babi, beberpa
jenis kera, kancil, ayam hutan atau beruga dan beberapa jenis burung.
Pada
umumnya orang lampung melakukan pekerjaan berburu pada musim kemarau,
sesudah masa panen padi yang jumlahnya sekitar bulan Juli, sampai masa
turun hujan pada akhir tahun. Saat berburu harimau, rusa dan babi
dilakuakn pada malam hari. Sedangkan di siang hari mereka berburu
kijang, kera, ayam hutan dan burung.
Alat-alat yang dipakai pendduk untuk berburu ialah senapan locok atau sundut, tembak, serampang, dan berbagai bentuk perangkap seperti serkap dan pinja, peralatan lainnya adalah tali temali.
Bagi
masyarakat Suku Lampung, sudah tidak mengenal lagi sistem berburu
binatang secara berkelompok. Bagi mereka berburu cukup dilakukan secara
perorangan atau oleh beberpa orang saja. Cara berburu, terutama yang
dilakukan saat berburu rusa, ialah dengan memasuki dan mengitari hutan
atau biasa disebut dengan istilah menyussui.
Cara lain dalam berburu adalah dengan membawa anjing atau masu. Jika sasaran binatang buruannya kijang, cara yang dilakukan adalah nyuling. Menaiki pohon dan membunyikan seruling kayu atau bambu, atau dengan bersuara keras menyerupai suara kijang.
Sementara dalam penggunaan perangkap, adalah cara berburu dengan sasaran hewan buruan harimau dengan menggunakan serkap atau pinja
yang menggunakan balok-balok kayu. Sedangkan perangkap berlubang atau
galian tanah digunakan untuk menangkap kijang, rusa, atau babi.
Dalam
sisi kepercayaan, tidak ada ritual khusus, dan pantang larang selama
proses berburu. Sebelum berangkat berburu, mereka cuku mengucap
“bismillah”, atau mengucap mantra “assalamualikum Sang Hyang Sakti, Raja sang Raja Diwa, sakinduajipun, kilu titeh, kilu gimbar, mahap seribu mahap, ampun seribu ampun, lainki sambrana……dst.”saat hendak berburu rusa.
Pemburuan
babi bagi masyarakat Suku Lampung yang pada umumnya beragama Islam
hanya dimaksudkan untuk mencegah perusakan tanaman ladang. Sementara
hasil buruan hewan seperti rusa atau kijang, mereka menjualnya ke pasar
terdekat sebagai pedaging untuk penghasilan tambahan.
0 komentar:
Posting Komentar