BAHASA SUKU ACEH
Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa
Aceh termasuk dalam kelompok bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa
Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa
yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa
Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa
Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh
adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.
Bahasa Aceh
tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10
kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu: Kota (Sabang, Banda Aceh,
Lhokseumawe, Langsa), Pesisir Utara Timur (Aceh Besar, Pidie, Pidie
Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur (kecuali di 3 kecamatan, Serba
Jadi, Peunaron and Simpang Jernih di mana bahasa Gayo dipakai). Pesisir
Barat Selatan (Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya
(kecuali di kecamatan Susoh di mana bahasa Aneuk Jamee dituturkan), Aceh
Selatan (bercampur dengan bahasa Kluet dan bahasa Aneuk Jamee))
Literatur
Sampai saat ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.
Literatur
Sampai saat ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.
Sebelum
penjajahan Belanda (1873 - 1942), hampir semua literatur berbahasa Aceh
berbentuk puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang
berbentuk prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang
merupakan terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.
Setelah
kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam
bentuk prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang
ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries. Setelah itu barulah bermunculan
berbagai karya tulis berbentuk prosa namun demikian masih tetap
didominasi oleh karya tulis berbentuk hikayat.
Fonologi
Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh
Vokal
Depan
Tengah
Belakang
mulut sengau
mulut sengau
mulut sengau
Tertutup
i ĩ ɨ ɨ̃ u ũ
Tengah tertutup
e ɛ̃ ə ʌ̃ o ɔ̃
Tengah terbuka
ɛ ʌ ɔ
Terbuka
a ã
Vokal biasanya berada di pasangan mulut/sengau, meskipun hanya ada tiga vokal sengau pertengahan dan ada vokal oral pertengahan yang jumlahnya dua kali lebih banyak. /ʌ/ tidak benar-benar di tengah, meskipun ditampilkan di sini karena alasan estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang lebih ke belakang. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga memiliki 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:
/iə ɨə uə ɛə ɔə/
/ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/
Konsonan
Fonologi
Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh
Vokal
Depan
Tengah
Belakang
mulut sengau
mulut sengau
mulut sengau
Tertutup
i ĩ ɨ ɨ̃ u ũ
Tengah tertutup
e ɛ̃ ə ʌ̃ o ɔ̃
Tengah terbuka
ɛ ʌ ɔ
Terbuka
a ã
Vokal biasanya berada di pasangan mulut/sengau, meskipun hanya ada tiga vokal sengau pertengahan dan ada vokal oral pertengahan yang jumlahnya dua kali lebih banyak. /ʌ/ tidak benar-benar di tengah, meskipun ditampilkan di sini karena alasan estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang lebih ke belakang. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga memiliki 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:
/iə ɨə uə ɛə ɔə/
/ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/
Konsonan
- Bibir
- Rongga-gigi
- Langit-langit
- Langit-langit belakang
- Celah suara
Sengau
m N ɲ ŋ
Letup
p b t d c ɟ k g ʔ
Desis
S ʃ h
Hampiran
w L j
Getar
R
/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk alasan estetika.
Ejaan
Bahasa Aceh telah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:
E e ([ə]) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
EU eu ([ɯ]) tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
È è ([ɛ]) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dll.
É é ([e]) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
Ë ë, tidak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
Ö ö ([ʌ]) dibaca seperti huruf vokal dasar /ɔ/, tetapi diucapkan dengan mulut terbuka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
Ô ô ([o]) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
O o ([ɔ]) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)
Huruf vokal sengau:
m N ɲ ŋ
Letup
p b t d c ɟ k g ʔ
Desis
S ʃ h
Hampiran
w L j
Getar
R
/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk alasan estetika.
Ejaan
Bahasa Aceh telah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:
E e ([ə]) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
EU eu ([ɯ]) tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
È è ([ɛ]) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dll.
É é ([e]) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
Ë ë, tidak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
Ö ö ([ʌ]) dibaca seperti huruf vokal dasar /ɔ/, tetapi diucapkan dengan mulut terbuka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
Ô ô ([o]) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
O o ([ɔ]) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)
Huruf vokal sengau:
- 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
- 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dll
- 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
- 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
- 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)
Di antara bahasa-bahasa daerah yang terdapat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Bahasa Aceh merupakan bahasa daerah terbesar dan yang paling banyak
penuturnya, yakni sekitar 70 % dari total penduduk provinsi NAD. Penutur
bahasa Aceh tersebar di wilayah pantai timur dan barat provinsi NAD.
Penutur
asli bahasa Aceh adalah mereka yang mendiami kabupaten Aceh Besar, kota
Banda Aceh, kabupaten Pidie, kabupaten Aceh Jeumpa, kabupaten Aceh
Utara, kabupaten Aceh Timur, kabupaten Aceh Barat dan kota Sabang.
Penutur
bahasa Aceh juga terdapat di beberapa wilayah dalam kabupaten Aceh
Selatan, terutama di wilayah Kuala Batee, Blang Pidie, Manggeng, Sawang,
Tangan-tangan, Meukek, Trumon dan Bakongan. Bahkan di kabupaten Aceh
Tengah, Aceh Tenggara dan Simeulue, kita dapati juga sebahagian kecil
masyarakatnya yang berbahasa Aceh.
Selain
itu, di luar provinsi NAD, yaitu di daerah-daerah perantauan, masih ada
juga kelompok-kelompok masyarakat Aceh yang tetap mempertahankan bahasa
Aceh sebagai bahasa ibu mereka. Hal ini dapat kita jumpai pada
komunitas masyarakat Aceh di Medan, Jakarta, Kedah dan Kuala Lumpur di
Malaysia serta Sydney di Australia.
0 komentar:
Posting Komentar