CANDI YANG TERMASUK LENGKAP DAN BEUMUR PANJANG DI JAWA TIMUR
Seperti kebanyakan candi yang lain, Candi Panataran, disebut demikian karena tempatnya di Desa Panataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Dari Kota Blitar, tempat kelahiran sekaligus pemakaman Bung Karno tokoh proklamator sekaligus Presiden Pertama RI itupun sangat dekat dan mudah dijangkau dengan kendaraan bermotor. Letaknya di dataran rendah dengan alam pedesaan dan persawahan yang subur.
Dibanding dengan candi-candi lainnya di Jawa Timur, Candi Panataran termasuk lengkap unsur-unsurnya dan meliputi kurun waktu yang cukup lama. Disamping itu memang banyak hal menarik lainnya pada candi ini sehingga banyak dipelajari dan sering dikunjungi.
Seperti kebanyakan candi yang lain, Candi Panataran, disebut demikian karena tempatnya di Desa Panataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Dari Kota Blitar, tempat kelahiran sekaligus pemakaman Bung Karno tokoh proklamator sekaligus Presiden Pertama RI itupun sangat dekat dan mudah dijangkau dengan kendaraan bermotor. Letaknya di dataran rendah dengan alam pedesaan dan persawahan yang subur.
Dibanding dengan candi-candi lainnya di Jawa Timur, Candi Panataran termasuk lengkap unsur-unsurnya dan meliputi kurun waktu yang cukup lama. Disamping itu memang banyak hal menarik lainnya pada candi ini sehingga banyak dipelajari dan sering dikunjungi.
- Struktur Bangunan.
Candi Panataran
merupakan satu kompleks yang terdiri dari berbagai unsur yaitu pagar,
halaman, pemandian, candi-candi, lantai-lantai (batu bangunan),
arca-arca, relief, dan lain-lain.
Kompleks candi yang luasnya hanpir 1,5
ha itu terdiri atas tiga ahalaman. Seperti halnya Candi Sukuh di Jawa
Tengah dan pura di Bali tiga halaman itu dalam posisi berbaris, yang
satu di belakang yang lain. Bagian yang paling penting atau paling suci
terletak pada baris paling belakang.
Sebelum masuk halaman I, terdapat
Gerbang yang dihiasi sepasang arca dan raksasa penjaga pintu (dwarpala)
dengan sikap mengancam dan berpahatkan angka tahun 1242 saka (1330 M).
Di halaman I terdapat dua batur sejenis pendopo yang dindingnya berhias
dan sebuah batur a bangunan kecil. Bagian atas ketiganya itu sudah tidak
ada lagi. Adanya umpak-umpak batu memberi petunjuk bahwa bangunan di
atasnya dahulu bertiang kayu dan beratap dengan bahan mudah lapuk.
Disamping itu terdapat candi yang relatif masih utuh, bentuknya khas
gaya candi-candi Jawa Timur dengan atapnya yang berundak menjulang
tinggi. Angka tahun 1291 saka (1389 M) yang terpahat nyata dia\ atas
pintu yang menyebabkan candi ini disebut Candi Angka Tahun. Di halaman I
ini juga terdapat sepasang candi kecil.
Dari halaman I pindah ke halaman II akan
dijumpai lagi sepasang dwarpala yang berukuran lebih kecil. Pada
halaman II ini ada dua batur bangunan berbentuk empat persegi panjang
dan satu candi yang disebut Candi Naga. Candi ini telah dipugar tahun
1917-1918 dalam keadaan tidak beratap lagi, rupanya juga terbuat dari
bahan yang mudah lapuk. Yang istimewa ialah hiasan naga yang melingkari
tubuh candi disangga oleh sembilan tokoh dewata. Naga ini sangat mungkin
perwujudan Sah Hyang Basuki yang mengikat gunung Mandara (giri)
mengaduk lautan susu dalam usaha dewata untukk mencari tirta amarta (air
kehidupan abadi) dalam cerita Samudra Mathana. Karena menonjolkan tokoh
naga itulah mengapa candi itu disebut Candi Naga.
Di halaman III terdapat candi induk atau
candi utama diantara semua candi yang terdapat di Kompleks Candi
Panataran. Keadaaan sekarang tinggal bagian kaki saja, namun masih cuku
rapi dan anggun berkat pemugaran di tahun 1917-1918. Badannya yang masih
menanti unsur-unsur kelengkapannya kini tertimbun di bawah dalam bentuk
susuan percobaan. Kaki candi ini menyerupai punden berundak terdiri
atas tiga terasyang dihubungkan oleh tangga. Pada alas arca penjaga
terdapat angka tahun 1239 saka (1317 M). Candi induk ini kaya sekali
akan hiasan berupa arca, relief, miniatur candi, lengkung-lengkung
tepian tangga, hiasan sudut dan lain-lain.
Reliefnya sendiri bermacam-macam, ada
yang dari rangkaian cerita, panil-panil atau ragam hias pengisi bidang.
Ragam hias yang penting di sana adalah tumpal, binatang, sulur-sulur,
medalion, garudan, dan lain-lain. Relief manusia dan hewan umumnya
tampak samping seperti wayang kulit, gaya seperti itu juga menjadi ciri
khas periode candi-candi Jawa Timur. Bagian ini memang menarik untuk
dilihat , diresapi dan dihayati sebab semua hiasan selain indah juga
mengandung makna simbolis-filosofis yang menunjang suasana dan makna
candi ini sutuhnya sebagai suatu bangunan suci. Dari halaman III melalui
jalan setapak kita dapat turun ke kolam dengan airnya yang jernih, yang
pada dindingnya di pahatkan relief.
- Relief Candi Panataran
Relief, apalagi yang berbentuk cerita,
sungguh menarik sebab menyimpan ajaran moral seperti kepahlawanan,
keikhlasan berkorban dan keagamaan. Salah satu batur bangunan di halaman
I penuh hiasan relief mengelilingi seluruh dindingnya. Yang sudah dapat
diidentifikasikan oleh pakar kepurbakalaan ada tiga cerita, yaitu:
Bubuksah dan Gagangaking, Sang SetyawanI dan Seri Tanjung. Pada dinding
candi induk antara lain terdapat relief epos Ramayana (episode Hanuman
Obong hingga gugurnya kumbakarna) pada teras pertama dan cerita
Kresnayana pada teras kedua yakni tentang kisah-kisah Sri Kresna dan
Rukmini sebagai penjelmaan Batara Wisnu dan Dewa Sri. Menonjolnya tokoh
Rama dan Kresna yang keduanya penjelmaan Wisnu dan juga tokoh Garuda
sebagai wahananya dapat diduga bahwa tokoh Dewa Wisnu mendapat pemujaan
khusus (mungkin yang utama) pada candi ini. Pada dinding-dinding kolam
dipahatkan cerita binatang (fabel) dengan tokoh kura-kura, buaya,
kerbau, dan lain-lain.
- Candi Panataran dalam Sejarah
Prasasti yang ditemukan di halaman
candi, berangka tahun 1119 saka (1197 M), memberitakan bahwa raja
Kertajaya (raja Kediri/Daha terakhir) setiap hari melakukan pemujaan
kepada Batara di Palah. Nama Palah juga kita jumpai di halaman kita
Nagarakartagama dari Majapahit yang menyebutkan bahwa raja Hayam Wuruk
pada tahun 1283 saka (1361 M) melakukan kunjungan ke Candi Palah dalam
rangka perjalanan keliling di Jawa Timur. Jadi nama Candi Panataran
mungkin dahulu adalah Candi Palah. Setelah nama Candi Palah dilupakan,
timbul nama Candi Panataran, sesuai dengan nama desanya.
Pada beberapa bagian candi ini terdapat angka tahun, seperti 1293 saka (1317 M) pada candi induk ,1242 saka (1330 M) pada Candi Angka Tahun, dan 1291 saka (1369 M) pada dwarpala di gerbang pertama. Ini menunjukan bahwa sekurang-kurangnya antara akhir abad ke-12 hingga pertengahan abad 14 (1197-1369 M) candi ini terus menerus berfungsi. Meskipun data bangunan maupun data sejarah candi ini masih diupayakan terus kelengkapannya, namun dibandingkan dengan candi-candi lain, Candi Panataran sudah termasuk lengkap.
Pada beberapa bagian candi ini terdapat angka tahun, seperti 1293 saka (1317 M) pada candi induk ,1242 saka (1330 M) pada Candi Angka Tahun, dan 1291 saka (1369 M) pada dwarpala di gerbang pertama. Ini menunjukan bahwa sekurang-kurangnya antara akhir abad ke-12 hingga pertengahan abad 14 (1197-1369 M) candi ini terus menerus berfungsi. Meskipun data bangunan maupun data sejarah candi ini masih diupayakan terus kelengkapannya, namun dibandingkan dengan candi-candi lain, Candi Panataran sudah termasuk lengkap.
- Makna dan Pelestarian
Candi Panataran
adalah Khasanah budaya yang sangat erat akan nilai-nilai luhur, baik
religius, filosofis, etika maupun estetika, lebih-lebih nilai historis.
Walaupun menurut peraturan cagar budaya yang berlaku perlindungan dan
pembinaanya secara resmi di tangan Pemerintah , namun tanpa dukungan
masyarakat tentu saja tidak banyak yang dapat dicapai.
Pemeliharaan yang rapi, pertamanan yang bagus, tapi kalau masih terjadi Vandalisme, buang sampah seenaknya, pembobolan pagar, pencurian, aktivitas yang mengimpit lingkungan candi dan lain-lain pelanggaran bukan hanya mengganggu keindahan, juga nilai-nilai luhurnya pun pudar.
Marilah kita rawat bersama, kita nikmati bersama, kita dayagunakan bersama sesuai aturan dan caranya. Perlu kita ingat bahwa cagar budaya adalah kekayaan dan kebanggaan bangsa yang tak ada gatinya.
Pemeliharaan yang rapi, pertamanan yang bagus, tapi kalau masih terjadi Vandalisme, buang sampah seenaknya, pembobolan pagar, pencurian, aktivitas yang mengimpit lingkungan candi dan lain-lain pelanggaran bukan hanya mengganggu keindahan, juga nilai-nilai luhurnya pun pudar.
Marilah kita rawat bersama, kita nikmati bersama, kita dayagunakan bersama sesuai aturan dan caranya. Perlu kita ingat bahwa cagar budaya adalah kekayaan dan kebanggaan bangsa yang tak ada gatinya.
0 komentar:
Posting Komentar