Sabtu, 13 Desember 2014

Gotong Royong


Cerminan Sistem Hidup Setempat Suku Melayu Jambi
Masyarakat Melayu Jambi yang masih mempertahankan tradisinya, tetap memelihara hubungan yang erat dengan tanahnya, karena tanah itulah yang memberikan kehidupan kepadanya. Oleh karena itu secara garis besar masyarakat-masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi hubungan, antara hubungan sosial  dengan suatu wilayah geografis.
Akan tetapi tempat tinggal,  meski merupakan suatu dasar pokok, tidak cukup untuk emmbentuk kesatuan hidup setempat. Ia harus pula didorong oleh perasaan di antara anggota-anggotanya bahwa mereka senasib sepenanggungan.
Maka kesatuan hidup setempat merupakan kesatuan yang tidak hanya semata-mata terjadi karena ikatan kekerabatan, tapi dasar pokoknya terletak pada adanya ikatan tempat kehidupan. Dalam ikatan itulah para anggotanya hidup sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kesatuan hidup setempat itu dapat memenuhi kebutuhan hidup yang utama baginya.
Dalam kesimpulannya, Soekanto (1985) menyataan bahwa kesatuan hidup setempat ini dalam suasana rakyat dapat disebut persekutuan-persekutuan hukum. Dalam masyarakat Indonesia (dahulu atau dahulu dan sekarang) terdapat; persekutuan-persekutuan hukum, di mana warganya mempunyai hubungan erat atas keturunan sama, di mana faktor keturunan (genealogisch factor) adalah penting sekali. Persekutuan sedemikian dapat kita sebut persekutuan hukum genealogis, atau marga, trah, klen, dll.
Persekutuan-persekutuan hukum, di mana warganya terikat oleh suatu daerah, wilayah (grongebied) yang tertentu, di mana faktor territoir (territoriale factor) adalah sangat penting sekali. Persekutuan yang demikian ini kita sebut persekutuan hukum territorial.
Persekutuan-persekutuan hukum, di mana baik faktor genealogis maupun territoir mempunyai tempat yang berarti. Persekutuan sedemikian dapat kita sebut persekutuan hukum genealogis-territorial (genealogisch-territoriale rechstgemeenschap).
Dalam kehidupannya, orang-orang Melayu Jambi yang tinggal di sepanjang sungai Batanghari, secara tradisional selalu memberikan sumbangan kepada setiap pesta perkawinan, atau bantu membantu dalam kegiatan pertanian.  Bantuan atau sumbangan serupa itu pada hakekatnya dilakukan oleh adanya tindakan timbal balik. Karena suatu hari dirinyalah yang akan mengadakan kenduri, dan lain-lain. Sehingga bisa diharapkan, orang yang pernah dibatu akan balik membantunya.
Agak berbeda keadaannya dengan bantuan-bantuan yang diberikan seseorang sehubungan dengan peristiwa kematian, bencana, atau mendapat kecelakaan. Dalam peristiwa seperti itu orang-orang biasanya memberikan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan atau timbal balik.
Sistem hidup setempat masyarakat Melayu Jambi, nampak pula dalam upacara gotong-royong dalam upacara pertanian atau ketalang petang. Mereka tidak akan mulai ketikan hendak menanam atau memanen jika tanpa ada intruksi dari pemangku adat. Dan kedua proses tersebut dikerjakan secara bersama sama. Bahkan, hasil panen pun lebih besar disimpan di lumbung padi bersama, dengan sistem pembagian dan hak milik secukupnya.
Sistem tolong-menolong atau gotong royong semacam itu selalu ada pada semua masyarakat tradisional di Indonesia. Karena secara definisi, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu lingkungan yang sama dengan cukup lama, mandiri, memiliki kebudayaan yang sama dan turut serta memiliki kegiatan dalam lingkungan tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar