Cerminan Sistem Hidup Setempat Suku Melayu Jambi
Masyarakat
Melayu Jambi yang masih mempertahankan tradisinya, tetap memelihara
hubungan yang erat dengan tanahnya, karena tanah itulah yang memberikan
kehidupan kepadanya. Oleh karena itu secara garis besar
masyarakat-masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris
bawahi hubungan, antara hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis.
Akan
tetapi tempat tinggal, meski merupakan suatu dasar pokok, tidak cukup
untuk emmbentuk kesatuan hidup setempat. Ia harus pula didorong oleh
perasaan di antara anggota-anggotanya bahwa mereka senasib
sepenanggungan.
Maka
kesatuan hidup setempat merupakan kesatuan yang tidak hanya semata-mata
terjadi karena ikatan kekerabatan, tapi dasar pokoknya terletak pada
adanya ikatan tempat kehidupan. Dalam ikatan itulah para anggotanya
hidup sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kesatuan hidup
setempat itu dapat memenuhi kebutuhan hidup yang utama baginya.
Dalam
kesimpulannya, Soekanto (1985) menyataan bahwa kesatuan hidup setempat
ini dalam suasana rakyat dapat disebut persekutuan-persekutuan hukum.
Dalam masyarakat Indonesia (dahulu atau dahulu dan sekarang) terdapat;
persekutuan-persekutuan hukum, di mana warganya mempunyai hubungan erat
atas keturunan sama, di mana faktor keturunan (genealogisch factor) adalah penting sekali. Persekutuan sedemikian dapat kita sebut persekutuan hukum genealogis, atau marga, trah, klen, dll.
Persekutuan-persekutuan hukum, di mana warganya terikat oleh suatu daerah, wilayah (grongebied) yang tertentu, di mana faktor territoir (territoriale factor) adalah sangat penting sekali. Persekutuan yang demikian ini kita sebut persekutuan hukum territorial.
Persekutuan-persekutuan
hukum, di mana baik faktor genealogis maupun territoir mempunyai tempat
yang berarti. Persekutuan sedemikian dapat kita sebut persekutuan hukum
genealogis-territorial (genealogisch-territoriale rechstgemeenschap).
Dalam
kehidupannya, orang-orang Melayu Jambi yang tinggal di sepanjang sungai
Batanghari, secara tradisional selalu memberikan sumbangan kepada
setiap pesta perkawinan, atau bantu membantu dalam kegiatan pertanian.
Bantuan atau sumbangan serupa itu pada hakekatnya dilakukan oleh adanya
tindakan timbal balik. Karena suatu hari dirinyalah yang akan mengadakan
kenduri, dan lain-lain. Sehingga bisa diharapkan, orang yang pernah
dibatu akan balik membantunya.
Agak
berbeda keadaannya dengan bantuan-bantuan yang diberikan seseorang
sehubungan dengan peristiwa kematian, bencana, atau mendapat kecelakaan.
Dalam peristiwa seperti itu orang-orang biasanya memberikan sesuatu
tanpa mengharapkan imbalan atau timbal balik.
Sistem hidup setempat masyarakat Melayu Jambi, nampak pula dalam upacara gotong-royong dalam upacara pertanian atau ketalang petang.
Mereka tidak akan mulai ketikan hendak menanam atau memanen jika tanpa
ada intruksi dari pemangku adat. Dan kedua proses tersebut dikerjakan
secara bersama sama. Bahkan, hasil panen pun lebih besar disimpan di
lumbung padi bersama, dengan sistem pembagian dan hak milik secukupnya.
Sistem
tolong-menolong atau gotong royong semacam itu selalu ada pada semua
masyarakat tradisional di Indonesia. Karena secara definisi, masyarakat
adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu lingkungan yang sama
dengan cukup lama, mandiri, memiliki kebudayaan yang sama dan turut
serta memiliki kegiatan dalam lingkungan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar