Sabtu, 13 Desember 2014

Gunung dan Sawah Sebagai Simbol

Basoeki Abdullah_1377664034.jpg
Gunung dan sawah merupakan bagian dari bentang alam yang menyebabkan hidupnya kebudayaan sekaligus hancurnya peradaban. Sejarah kehidupan manusia mengalami perubahan penting sejak pertama kali menemukan sistem cocok tanam. Mereka berhenti sebagai nomaden (berpidah tempat) karena sawah (dan gunung), dimana mereka menunggui sawah dan menciptakan berbagai hal di sela-sela waktunya. Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya gunung dan sawah telah diakui sebagai tanda lahir dan hidupnya budaya (baca :kemanusiaan) itu sendiri.
Hasil olahan dari apa yang ada di sawah dan gunung juga lah yang menyebabkan Nusantara menjadi bahan persoalan. Dimana padi dan rempah-rempah menjadi rebutan berbagai negara pada ratusan tahun silam. Disamping itu, keberadaan sawah di Nusantara menjadi salah satu prestasi tertinggi Presiden Soeharto pada masa Orde Baru yang diakui oleh PBB.
Adapun dalam sudut pandang seni rupa, sawah dan gunung menjadi objek inspirasi yang tiada henti. Lukisan dengan objek pemandangan menjadikan sawah, gunung, dan hutan sebagai elemen utama. Dalam pameran lukisan yang pernah diadakan di Museum Basoeki Abdullah pada tahun 2011 yang bertema “ Landscape of Nation: Gunung dan Sawah Sebagai Simbol”, kurator mengusung tesis bahwa gunung dan sawah terkait dengan beberapa hal :
  1. Gunung dan sawah dalam konteks tradisi dan romantisme
Contohnya adalah lukisan Abdullah Sr., Basoeki Abdullah., Wakidi, dan Ernst Dezentje. Mereka mengutamakan komposisi yang dinamis maupun statis yang diarahkan untuk menciptakan dunia baru yang memiliki tujuan untuk menarik perhatian penonton secara emosional dalam melihat realitas. Realitas dalam pikiran para pelukis semacam ini berbasis romantisisme (sebuah angan-angan atau imajinasi yang bersifat dramatis) dengan mengedepankan kelebihan-kelebihan alam sebagai subjek maupun objek utama.

Gambar: Telaga Warna (Karya : Abdullah Soerio)
      2. Gunung dan sawah dalam konteks nasionalisme
Nasionalisme disini adalah sebuah sikap yang mengedepankan munculnya sebentuk keinginan untuk mencapai kebersatuan antar personal/individu. Isu kemerdekaan bangsa Indonesia yang dikaitkan dengan gunung sebagai medan pertempuran melawan penjajah atau kolonialisme adalah isu yang utama dalam hal ini. Salah satu titik tolak konteks ini adalah karya Dullah bersama pelukis lainnya yang bertajuk “Memperingati Konferensi Asia Afrika”.
      3. Gunung dan sawah dalam konteks religi
Di Nusantara, berbagai hal yang terkait dengan gunung selalu disematkan simbolisasi yang bernada tentang keselamatan, keseimbangan, dan religiusitas. Gunung yang direpresentasikan sebagai ‘gunungan’ menjadi materi dalam konteks ini. Gunungan berakar dari pemikiran tentang kehutanan digantikan dengan lambang alam semesta. Dalam konteks yang lebih modern karya Rustamadji dan Ahmad Sadali adalah bagian yang terkait dengan konteks ini.

Gambar: Gunungan (Karya : Ahmad Sadali)
      4. Gunung dan sawah dalam konteks dokumentasi sosial dan isu global
Gunung dan sawah merupakan bagian terpenting dari kekayaan Nusantara. Dalam konteks ini, masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sebagian penduduk bumi yang menjadikan keberadaan gunung dan sawah tak seimbang adalah tema utama. Berbagai kejadian seperti gunung yang gundul dan sawah yang berkurang ataupun kering adalah realitas yang kerap ditangkap oleh para pelukis. Diantara pelukis yang memerhatikan masalah ini adalah D. Zawawi Imron, Dyan Anggraini, Hanafi, Januri, Stefan Buana, Julnaidi MS, Rinaldi, Tisna Sanjaya, Totok Buchori, dan Widayat.

Gambar: Renungan di Tengah Alam Madura (Karya : D. Zawawi Imron)
      5. Gunung dan sawah dalam konteks individual dan fantastik
Secara khusus konteks ini berkait erat dengan pengalaman dan kepiawaian personal para pelukis. Ketut Susena dengan amat kuat menerapkan kemampuan teknik berupa lelehan dan semburat cat dan warna. Dengan berbekal gaya abstrak ekspresisi, Susena melahirkan ide mengenai semburan lava yang sedang berkecamuk. Sedangkan Yon Indra menjadikan kanvasnya sebagai media untuk mengerti segi-segi atau bahasa formalistik alam.

Gambar: Sungai Tak Pernah Kembali (Karya: Basoeki Abdullah)
Klasifikasi tema-tema tersebut akan memudahkan peserta maupun penonton pameran untuk mengapresiasi sejauh mana peran tema gunung dan sawah sebagai simbol. Basoeki Abdullah merupakan salah satu penulis yang amat mencintai sawah dan gunung. Ia tidak hanya melukis sawah sebagai lahan yang menjadi media menanam bagi sang petani, namun dalam lukisannya juga terdapat imajinasi yang menyiratkan bahwa ia sedang menanam tanda-tanda. Dalam perspektif lain, pemaknaan sawah juga sampai pada dimensi sufiisme yang menanamkan rasa iman kepada penciptanya.

0 komentar:

Posting Komentar