Sabtu, 13 Desember 2014

Meninjau Museum Perumusan Naskah Proklamasi

7museum_2012_1377589223.jpg

Museum Naskah Proklamasi Tampak Depan (foto via munasprok.com)

SEJARAH BANGUNAN MUSEUM NASKAH PROKLAMASI
Sejarah mengenai didirikannya bangunan ini tidak dapat diungkapkan secara tepat karena tidak ada catatan yang tepat mengenai tanggal, bulan dan tahun berapa bangunan ini diperkirakan berdiri, namun demikian, bangunan ini deiperkirakan berdiri sekitar tahun 1920. Begitu pula mengenai pemilik gedung tersebut, sangat sedikit sekali diketahui. Namun demikian, dalam surat ukur No. 955 tanggal 21 Desember 1931, pemiliknya atas nama PT. Asuransi Jiwasraya Nilmy ( Nederlands Levenzekering Maatschapij), adalah bekas hak guna bangunan No. 1337/Menteng, dengan luas tanah 3.914 M2 . Disamping itu, diuraikan dalam surat ukur No. 956 Eigendom Verponding No. 17758, dengan luas bangunan 1.138.10 M2.
Sebelum pecah perang  Pasifik, bangunan ini dipakai sebagai gedung “British Consult General” (Konsultat Jenderal Inggris), dan ini berlangsung sampai Jepang menduduki Indonesia.
Pada masa Hindia Belanda, gedung ini terletak di jalan yang dinamai Nassau Boulevaard. Selanjutnya ketika pendudukan Jepang, nama jalan ini diubah menjadi Meiji Dori. Hal tersebut, sesuai dengan politik Jepang untuk men-Jepang-kan negeri yang dikuasainya. Pada waktu itu menjadi tempat kediaman Laksamana Muda TadahiMaeda beserta keluarganya. Beliau adalah kepala kantor penghubung antara Angkatan Laut dan Angkatan Darat Jepang. Berdasarkan foto dokumentasi yang diperoleh dari Ny. SatzukiMishima, penghuni gedung tersebut antara lain, Sugimura, Hirako, dan beberapa pembantu rumah tangga yang dikoordinir oleh Ny. Satzuki Mishima, sebagai sekretaris Maeda untuk urusan rumah tangga.

Laksamada Muda Tadashi Maeda pada tahun 1942 (foto via wikipedia)

Setelah Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, gedung ini tetap menjadi tempat tinggal Laksamana Muda Tadashi Maeda. Sampai sekutu mendarat di Indonesia bulan September 1945. Selanjutnya gedung ini dikuasai oleh tentara Inggris, dan digunakan sebagai Markas Tentara Inggris.
Pemindahan status pemilik gedung ini, dari milik Inggris menjadi pemerintah Indonesia, terjadi dalam aksi nasionalisasi terhadap milik bangsa asing di Indonesia. Pada waktu itu, dipakai tempat kediaman resmi Duta Besar Inggris.
Pemerintah Indonesia, menyerahkan pengelolannya kepada Departemen Keuangan yang selanjutnya dikelola oleh Perusahaan Asuransi Jiwasraya. Pada tahun 1961, Perusahaan Asuransi Jiwasraya mengontrakan gedung ini kepada Kedutaan Inggris sampai bulan Juni 1981.
Mendekati berakhirnya masa kontrak tersebut, Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah DKI Jakarta, menyampaikan hasil keputusan rapat koordinasi bidang Kesejahteraan Rakyat pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tentang putusan rapat, untuk menjadikan gedung yang terletak di jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta Pusat, sebagai Monumen Sejarah Indonesia. Berdasarkan pertimbangan rapat dinyatakan pula, bangunan tersebut mengandung nilai sejarah yang sangat penting.


Rumah Laksamana Maeda (foto via munasprok.com)

Gedung ini diterima oleh Departmen Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 28 Desember 1981. Untuk sementara, gedung ini dikelola oleh Kanwil Departmen Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta. Kemudian pada tahun 1982, gedung ini ditempati Perpustakaan Nasional, sebagai perkantoran. Selanjutnya pada tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada waktu itu Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, memberikan instruksi kepada Direktur Permuseuman, agar semua merealisir gedung bersejarah tersebut menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Akhirnya pada tanggal 26 Maret 1987, gedung ini diserahkan kepada Direktorat Permuseuman, DirektORAT Jenderal Kebudayaan, untuk dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985 : 5) (D.I)

 

KEADAAN BANGUNAN MUSEUM PERUMUSAN NASKAH PROKLAMASI
Gedung yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 1 ini menghadap sebelah Utara. Bangunan didirikan dalam lingkungan yang terencana dengan mencontoh gaya arsitek Eropa, dengan istilah “Art Deco”. Gedung bercat warna putih dan megah ini, diapit oleh Kedutaan Saudi Arabia dan Gereja Santo Paulus. Sedangkan menurut pengukuran terakhir, luas bangunan 1.138.10 M2, dan luas tanahnya 3.914 M2. Dengan demikian, halaman muka dan bagian belakang cukup luas.
Menurut Ny. Satzuki Mishima, keadaan gedung telah sedikit berubah bila dibandingkan saat terjadinya Perumusan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bagian samping kiri  gedung, ditambah dan di bagian sebelah belakang gedung terdapat bangunan baru. Sedangkan di bagian dalam, ada pintu yang ditiadakan dan bekasnya ditutup tembok baru. Begitu pula dengan ruang perumusan yang dulu berfungsi sebagai dapur, telah ditiadakan, sehingga pembagian ruang dapur telah berubah.
Museum Naskah Proklamasi saat masih ditinggali Laksamana Maeda (foto via munasprok.com)
Ruangan yang terdapat di dalam gedung antara lain: sebuah ruang tamu yang besar dengan sebuah serambi kecil di sebelah kiri, ruang makan yang memanjang di bagian kanan dengan tembok yang melengkunf pad aujung belakang dan ruang dapur yang berbentuk persegi empat. Bangunan ini bertingkat, di tingkat atas terdapat beberapa ruangan yang digunakan sebagai ruang tidur. Di samping itu, halaman bagian depan bangunan terdapat sebuag gardu (pos penjagaan) tepatnya disebelah kiri gedung. Sebagai pelengkap, gedung tersebut memiliki beberapa pohon rindang yang menutupi  sebagian gedung. Ny. Satzuki Mishima mengatakan, bahwa ruangan di bawah tanah yang berada di halaman belakang merupakan lubang perlindungan.
Menurut ingatan Ny. Satzuki Mishima, dahulu dinding luar dan dalam diberi warna kelabu. Sedangkan keadan jendela, masih tetap seperti dulu, dan tiap jendela mempunyai dua jenis jendela yaitu yang terletak di bagian luar berdaun jendela kayu diberi jalusi dan bagian dalam kayu diberi kaca. Sedangkan kayu kusen dan daun jendela diberi politer berwarna coklat tua. Semua jendela dipasangkan dua jenis kain jendela, yaitu pada bagian dalam berwarna biru muda dan bagian dalam diberi virtage berwarna putih yang terbuat dari kain toulle dengan pinggir kain diberi berbiku. Untuk alat penggantung kain jendela, terbuat dari pipa kuning tipis dan diberi gelang untuk dijahitkan pada pinggir atas kain jendela. Selanjutnya, semua pintu dipasang kain pintu berwarna biru muda yang digantungkan pipa kuningan yang bentuknya seperti kain jendela.

0 komentar:

Posting Komentar