Museum Naskah Proklamasi Tampak Depan (foto via munasprok.com)
SEJARAH BANGUNAN MUSEUM NASKAH PROKLAMASI
Sejarah
mengenai didirikannya bangunan ini tidak dapat diungkapkan secara tepat
karena tidak ada catatan yang tepat mengenai tanggal, bulan dan tahun
berapa bangunan ini diperkirakan berdiri, namun demikian, bangunan ini
deiperkirakan berdiri sekitar tahun 1920. Begitu pula mengenai pemilik
gedung tersebut, sangat sedikit sekali diketahui. Namun demikian, dalam
surat ukur No. 955 tanggal 21 Desember 1931, pemiliknya atas nama PT.
Asuransi Jiwasraya Nilmy ( Nederlands Levenzekering Maatschapij), adalah
bekas hak guna bangunan No. 1337/Menteng, dengan luas tanah 3.914 M2 . Disamping itu, diuraikan dalam surat ukur No. 956 Eigendom Verponding No. 17758, dengan luas bangunan 1.138.10 M2.
Sebelum
pecah perang Pasifik, bangunan ini dipakai sebagai gedung “British
Consult General” (Konsultat Jenderal Inggris), dan ini berlangsung
sampai Jepang menduduki Indonesia.
Pada
masa Hindia Belanda, gedung ini terletak di jalan yang dinamai Nassau
Boulevaard. Selanjutnya ketika pendudukan Jepang, nama jalan ini diubah
menjadi Meiji Dori. Hal tersebut, sesuai dengan politik Jepang untuk
men-Jepang-kan negeri yang dikuasainya. Pada waktu itu menjadi tempat
kediaman Laksamana Muda TadahiMaeda beserta keluarganya. Beliau adalah
kepala kantor penghubung antara Angkatan Laut dan Angkatan Darat Jepang.
Berdasarkan foto dokumentasi yang diperoleh dari Ny. SatzukiMishima,
penghuni gedung tersebut antara lain, Sugimura, Hirako, dan beberapa
pembantu rumah tangga yang dikoordinir oleh Ny. Satzuki Mishima, sebagai
sekretaris Maeda untuk urusan rumah tangga.
Laksamada Muda Tadashi Maeda pada tahun 1942 (foto via wikipedia)
Setelah
Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, gedung ini tetap menjadi
tempat tinggal Laksamana Muda Tadashi Maeda. Sampai sekutu mendarat di
Indonesia bulan September 1945. Selanjutnya gedung ini dikuasai oleh
tentara Inggris, dan digunakan sebagai Markas Tentara Inggris.
Pemindahan
status pemilik gedung ini, dari milik Inggris menjadi pemerintah
Indonesia, terjadi dalam aksi nasionalisasi terhadap milik bangsa asing
di Indonesia. Pada waktu itu, dipakai tempat kediaman resmi Duta Besar
Inggris.
Pemerintah
Indonesia, menyerahkan pengelolannya kepada Departemen Keuangan yang
selanjutnya dikelola oleh Perusahaan Asuransi Jiwasraya. Pada tahun
1961, Perusahaan Asuransi Jiwasraya mengontrakan gedung ini kepada
Kedutaan Inggris sampai bulan Juni 1981.
Mendekati
berakhirnya masa kontrak tersebut, Departemen Dalam Negeri dan
Pemerintah DKI Jakarta, menyampaikan hasil keputusan rapat koordinasi
bidang Kesejahteraan Rakyat pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
tentang putusan rapat, untuk menjadikan gedung yang terletak di jalan
Imam Bonjol No. 1 Jakarta Pusat, sebagai Monumen Sejarah Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan rapat dinyatakan pula, bangunan tersebut
mengandung nilai sejarah yang sangat penting.
Rumah Laksamana Maeda (foto via munasprok.com)
Gedung
ini diterima oleh Departmen Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 28
Desember 1981. Untuk sementara, gedung ini dikelola oleh Kanwil
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta. Kemudian pada tahun
1982, gedung ini ditempati Perpustakaan Nasional, sebagai perkantoran.
Selanjutnya pada tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada
waktu itu Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, memberikan instruksi kepada
Direktur Permuseuman, agar semua merealisir gedung bersejarah tersebut
menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Akhirnya pada tanggal 26
Maret 1987, gedung ini diserahkan kepada Direktorat Permuseuman,
DirektORAT Jenderal Kebudayaan, untuk dijadikan Museum Perumusan Naskah
Proklamasi (Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985 : 5) (D.I)
KEADAAN BANGUNAN MUSEUM PERUMUSAN NASKAH PROKLAMASI
Gedung
yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 1 ini menghadap sebelah Utara.
Bangunan didirikan dalam lingkungan yang terencana dengan mencontoh gaya
arsitek Eropa, dengan istilah “Art Deco”. Gedung bercat warna putih dan
megah ini, diapit oleh Kedutaan Saudi Arabia dan Gereja Santo Paulus.
Sedangkan menurut pengukuran terakhir, luas bangunan 1.138.10 M2, dan luas tanahnya 3.914 M2. Dengan demikian, halaman muka dan bagian belakang cukup luas.
Menurut
Ny. Satzuki Mishima, keadaan gedung telah sedikit berubah bila
dibandingkan saat terjadinya Perumusan Naskah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Bagian samping kiri gedung, ditambah dan di bagian sebelah
belakang gedung terdapat bangunan baru. Sedangkan di bagian dalam, ada
pintu yang ditiadakan dan bekasnya ditutup tembok baru. Begitu pula
dengan ruang perumusan yang dulu berfungsi sebagai dapur, telah
ditiadakan, sehingga pembagian ruang dapur telah berubah.
Museum Naskah Proklamasi saat masih ditinggali Laksamana Maeda (foto via munasprok.com)
Ruangan
yang terdapat di dalam gedung antara lain: sebuah ruang tamu yang besar
dengan sebuah serambi kecil di sebelah kiri, ruang makan yang memanjang
di bagian kanan dengan tembok yang melengkunf pad aujung belakang dan
ruang dapur yang berbentuk persegi empat. Bangunan ini bertingkat, di
tingkat atas terdapat beberapa ruangan yang digunakan sebagai ruang
tidur. Di samping itu, halaman bagian depan bangunan terdapat sebuag
gardu (pos penjagaan) tepatnya disebelah kiri gedung. Sebagai pelengkap,
gedung tersebut memiliki beberapa pohon rindang yang menutupi sebagian
gedung. Ny. Satzuki Mishima mengatakan, bahwa ruangan di bawah tanah
yang berada di halaman belakang merupakan lubang perlindungan.
Menurut
ingatan Ny. Satzuki Mishima, dahulu dinding luar dan dalam diberi warna
kelabu. Sedangkan keadan jendela, masih tetap seperti dulu, dan tiap
jendela mempunyai dua jenis jendela yaitu yang terletak di bagian luar
berdaun jendela kayu diberi jalusi dan bagian dalam kayu diberi kaca.
Sedangkan kayu kusen dan daun jendela diberi politer berwarna coklat
tua. Semua jendela dipasangkan dua jenis kain jendela, yaitu pada bagian
dalam berwarna biru muda dan bagian dalam diberi virtage berwarna putih
yang terbuat dari kain toulle dengan pinggir kain diberi berbiku. Untuk
alat penggantung kain jendela, terbuat dari pipa kuning tipis dan
diberi gelang untuk dijahitkan pada pinggir atas kain jendela.
Selanjutnya, semua pintu dipasang kain pintu berwarna biru muda yang
digantungkan pipa kuningan yang bentuknya seperti kain jendela.
0 komentar:
Posting Komentar