Sabtu, 13 Desember 2014

Keret, Mnu, Dan Sim-Sim


Asosiasi Dan Perkumpulan Suku Biak

Masyarakat Biak secara tradisional terorganisir dalam keret dan mnu/kampung. Kampung merupakan suatu segmen yang terbagi-bagi dalam keret-keret atau klen-klen kecil dan selanjutnya dalam sim-sim atau keluarga-keluarga batih. Satu kampung dibentuk oleh penduduk yang berasal dari satu atau lebih keret.
Masing-masing keret punya pemimpin yang disebut Mamri, yang merupakan orang paling kuat di keret itu. Ia harus bisa berkelahi, harus bisa mencari ikan, harus bisa melindungi keretnya. Model kepemimpinan seperti itu tidak diwariskan secara turun-temurun, tapi harus diraih sendiri. Kadang kala kalau ada anak yang tampak menonjol, anak ini akan dididik untuk suatu saat bisa menjadi Mamri. Karena pada masa lalu sering terjadi perang antar suku-suku papua, maka seorang Mamri juga adalah panglima perang di keret tersebut.
Seorang Mamri yang perkasa, apabila bisa memimpin perang menguasai keret-keret lain, ia bisa menjadi kepala suku yang disebut Mananuir. Menurut tradisi Biak, seorang yang diangkat oleh tua-tua suku menjadi Mananuir harus memenuhi kriteria yang terdiri dari: bisa menjadi panglima perang, bisa memimpin rakyatnya, mempunyai (menguasai) tanah ulayat tertentu untuk memberi makan rakyatnya. Jadi ditekankan, Mananuir harus bisa memberi makan rakyatnya.
Kedudukan menjadi mananwir atau kepala keret itu tidak didasarkan atas umur, tapi ditentukan oleh kemampuan memperjuangkan kepentingan golongan, kerelaan mengorbankan diri demi kepentingan anggota warga keret, memiliki pengetahuan luas tentang aturan-aturan yang berlaku dalam keret, mempunyai pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan anggota lain dari keret-nya seperti sering mengikuti ekspedisi pelayaran dan perang ke tempat-tempat yang jauh dan pandai berbicara di muka umum.
Tugas seorang mananwir adalah pertama, sebagai kepala dan hakim yang menangani berbagai urusan yang menyangkut kepentingan warga golongannya sendiri, seperti misalnya sebagai kepala untuk mengatur izin penggunaan tanah hak milik keret di antara warga keret dan sebagai hakim untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang timbul antara warga keret sendiri.
Peranan kedua dari seorang mananwir adalah sebagai wakil golongannya sendiri untuk untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut kepentingan golongannya dengan golongan yang lain dalam kampung. Bersama-sama dengan mananwir-mananwir dari keret-keret lain  menjaga dan mengawasi kepentingan warga kampungnya terhadap pihak luar (kampung lain).
Di atas kepala keret, pada tiap mnu atau kampung, terdapat seorang kepala yang disebut mananwir mnu. Seorang mananwir mnu tidak dipilih, melainkan diangkat oleh penduduk kampung dari salah seorang mananwir keret berdasarkan dua kriteria pokok: pertama berdasarkan sejarah asal usulnya yaitu harus berasal dari golongan keret pendiri dan kedua berdasarkan kemampuan dari salah seorang mananwir yang melebihi kemampuan yang ditunjukkan oleh mananwir lain dalam lingkungan kampungnya.
Kriteria terakhir ini lebih penting dari kriteria pertama. Hal ini karena seorang mananwir yang berasal dari golongan manseren mnu atau keret pendiri kampung tetap mempunyai wewenang untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan tanah dan pemanfaatan hasil-hasil hutan dalam wilayah kekuasaan kampungnya.
Seorang Mananuir harus berakhlak, bermoral. Apa yang ia ucapkan harus sesuai, dan tidak dibenarkan menarik kembali apa yang sudah ia ucapkan. Seorang Mananuir yang menyalahi adat tradisi Biak, menurut kepercayaan mereka, ia akan dimakan tanah.

Pelapisan Sosial
Dalam masyarakat Biak tidak terdapat pembagian menurut lapisan sosial yang jelas, namun ada perbedaan antara golongan masyarakat bebas dengan golongan masyarakat budak. Golongan pertama, masyarakat bebas disebut manseren, artinya yang dipertuan, pemilik, yang membuat putusan dan yang berkuasa. Tetapi bukan dalam arti bangsawan atau ningrat yang sesungguhya seperti yang terdapat pada orang Jawa atau orang Bugis.
Golongan masyarakat bebas atau manseren itu terdiri dari golongan masyarakat yang berasal dari keret pendiri kampung dan golongan masyaraakat yang berasal dari keret-keret lain yang bergabung kemudian. Perbedaan antara kedua golongan manseren itu ialah bahwa golongan pertama disebut manseren mnu, artinya golonan pendiri dan pemilik kampung, sedangkan golongan kedua hanya disebut golongan manseren saja.
Golongan masyarakat yang disebut budak atau women berasal dari tawanan-tawanan perang. Mereka ini tidak berhak untuk membentuk rumah keret sendiri seperti yang sudah dijelaskan di atas, tetapi mendapat kamar atau bilik tertentu di rumah keret. Tugas utama golongan ini adalah membantu melakukan pekerjaan-pekerjaan bagi siapa mereka dipertuan, seperti berkebun, mencari ikan, membangun rumah dan lain-lain.
Oleh karena tugas yang demikian, maka seorang budak sering dinamakan juga dalam bahasa Biak manfanwan, artinya yang dapat disuruh untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Tidak jarang terjadi bahwa seorang budak dapat merubah statusnya menjadi anggota masyarakat keret asli, tetapi untuk membedakannya dengan anggota masyarakat keret asli maka ia dan keturunannya mendapat sebutan keret kasun, atau keret kecil. Dengan demikian mereka berhak menggunakan nama keret, namun tidak mendapat hak penuh atas hak-hak keret seperti yang dipegang oleh anggota-anggota asli keret.

0 komentar:

Posting Komentar