Asosiasi Dan Perkumpulan Suku Biak
Masyarakat Biak secara tradisional terorganisir dalam keret dan mnu/kampung. Kampung merupakan suatu segmen yang terbagi-bagi dalam keret-keret atau klen-klen kecil dan selanjutnya dalam sim-sim atau keluarga-keluarga batih. Satu kampung dibentuk oleh penduduk yang berasal dari satu atau lebih keret.
Masing-masing keret punya pemimpin yang
disebut Mamri, yang merupakan orang paling kuat di keret itu. Ia harus
bisa berkelahi, harus bisa mencari ikan, harus bisa melindungi keretnya.
Model kepemimpinan seperti itu tidak diwariskan secara turun-temurun,
tapi harus diraih sendiri. Kadang kala kalau ada anak yang tampak
menonjol, anak ini akan dididik untuk suatu saat bisa menjadi Mamri.
Karena pada masa lalu sering terjadi perang antar suku-suku papua, maka
seorang Mamri juga adalah panglima perang di keret tersebut.
Seorang Mamri yang perkasa, apabila bisa
memimpin perang menguasai keret-keret lain, ia bisa menjadi kepala suku
yang disebut Mananuir. Menurut tradisi Biak, seorang yang diangkat oleh
tua-tua suku menjadi Mananuir harus memenuhi kriteria yang terdiri
dari: bisa menjadi panglima perang, bisa memimpin rakyatnya, mempunyai
(menguasai) tanah ulayat tertentu untuk memberi makan rakyatnya. Jadi
ditekankan, Mananuir harus bisa memberi makan rakyatnya.
Kedudukan menjadi mananwir atau kepala
keret itu tidak didasarkan atas umur, tapi ditentukan oleh kemampuan
memperjuangkan kepentingan golongan, kerelaan mengorbankan diri demi
kepentingan anggota warga keret, memiliki pengetahuan luas tentang
aturan-aturan yang berlaku dalam keret, mempunyai pengalaman yang lebih
banyak dibandingkan dengan anggota lain dari keret-nya seperti sering
mengikuti ekspedisi pelayaran dan perang ke tempat-tempat yang jauh dan
pandai berbicara di muka umum.
Tugas seorang mananwir adalah pertama,
sebagai kepala dan hakim yang menangani berbagai urusan yang menyangkut
kepentingan warga golongannya sendiri, seperti misalnya sebagai kepala
untuk mengatur izin penggunaan tanah hak milik keret di antara warga
keret dan sebagai hakim untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang
timbul antara warga keret sendiri.
Peranan kedua dari seorang mananwir
adalah sebagai wakil golongannya sendiri untuk untuk menangani
masalah-masalah yang menyangkut kepentingan golongannya dengan golongan
yang lain dalam kampung. Bersama-sama dengan mananwir-mananwir dari
keret-keret lain menjaga dan mengawasi kepentingan warga kampungnya
terhadap pihak luar (kampung lain).
Di atas kepala keret, pada tiap mnu atau kampung, terdapat seorang kepala yang disebut mananwir mnu. Seorang mananwir mnu
tidak dipilih, melainkan diangkat oleh penduduk kampung dari salah
seorang mananwir keret berdasarkan dua kriteria pokok: pertama
berdasarkan sejarah asal usulnya yaitu harus berasal dari golongan keret
pendiri dan kedua berdasarkan kemampuan dari salah seorang mananwir
yang melebihi kemampuan yang ditunjukkan oleh mananwir lain dalam
lingkungan kampungnya.
Kriteria terakhir ini lebih penting dari kriteria pertama. Hal ini karena seorang mananwir yang berasal dari golongan manseren mnu
atau keret pendiri kampung tetap mempunyai wewenang untuk mengatur
hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan tanah dan pemanfaatan
hasil-hasil hutan dalam wilayah kekuasaan kampungnya.
Seorang Mananuir harus berakhlak,
bermoral. Apa yang ia ucapkan harus sesuai, dan tidak dibenarkan menarik
kembali apa yang sudah ia ucapkan. Seorang Mananuir yang menyalahi adat
tradisi Biak, menurut kepercayaan mereka, ia akan dimakan tanah.
Pelapisan Sosial
Dalam masyarakat Biak tidak terdapat
pembagian menurut lapisan sosial yang jelas, namun ada perbedaan antara
golongan masyarakat bebas dengan golongan masyarakat budak. Golongan
pertama, masyarakat bebas disebut manseren, artinya yang dipertuan,
pemilik, yang membuat putusan dan yang berkuasa. Tetapi bukan dalam arti
bangsawan atau ningrat yang sesungguhya seperti yang terdapat pada
orang Jawa atau orang Bugis.
Golongan masyarakat bebas atau manseren
itu terdiri dari golongan masyarakat yang berasal dari keret pendiri
kampung dan golongan masyaraakat yang berasal dari keret-keret lain yang
bergabung kemudian. Perbedaan antara kedua golongan manseren itu ialah
bahwa golongan pertama disebut manseren mnu, artinya golonan pendiri dan
pemilik kampung, sedangkan golongan kedua hanya disebut golongan
manseren saja.
Golongan masyarakat yang disebut budak atau women
berasal dari tawanan-tawanan perang. Mereka ini tidak berhak untuk
membentuk rumah keret sendiri seperti yang sudah dijelaskan di atas,
tetapi mendapat kamar atau bilik tertentu di rumah keret. Tugas utama
golongan ini adalah membantu melakukan pekerjaan-pekerjaan bagi siapa
mereka dipertuan, seperti berkebun, mencari ikan, membangun rumah dan
lain-lain.
Oleh karena tugas yang demikian, maka
seorang budak sering dinamakan juga dalam bahasa Biak manfanwan, artinya
yang dapat disuruh untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Tidak jarang
terjadi bahwa seorang budak dapat merubah statusnya menjadi anggota
masyarakat keret asli, tetapi untuk membedakannya dengan anggota
masyarakat keret asli maka ia dan keturunannya mendapat sebutan keret
kasun, atau keret kecil. Dengan demikian mereka berhak menggunakan nama
keret, namun tidak mendapat hak penuh atas hak-hak keret seperti yang
dipegang oleh anggota-anggota asli keret.
0 komentar:
Posting Komentar