Mata Pencaharian Dan Sistem Perladangan Suku Baduy
Sesuai filosofi masyarakat Baduy yang
memandang alam adalah bagian dari kehidupan sehingga harus dijaga
keberadaannya maka mata pencaharian masyarakat Baduy adalah berladang
atau bercocok tanam di huma. Kegiatan berladang bagi masyarakat baduy
sudah dilakukan sejak dulu secara turun temurun. Mata pencaharian
masyarakat Baduy bersifat tertutup, hanya untuk kalangan masyarakat
Baduy meskipun sekarang ada interaksi jual beli masyarakat Baduy.
Mata pencaharian masyarakat Baduy yang
mayoritas berladang menurut Garna (1996a.1007:108) adalah wujud
kepercayaan masyarakat Baduy terhadap padi sebagai perlambang Nyi Pohaci
Sanghyang Asri yang harus ditanam sesuai ketentuan-ketentuan karuhun
yaitu sebagaimana nenek moyang mereka menanam padi. Padi ditanam di
lahan kering, huma yang berada di luar dan di dalam desa, kecuali tidak
boleh ditanam di di hutan larangan yaitu hutan tua di wilayah Baduy
dalam. Dengan penanama padi di ladang sekali musim tanam tiap tahun mata
pencaharian orang Baduy merupakan salah satu bentuk subsisten yang tua
usianya, mungkin sejak padi dikenal di Jawa Barat. Padi tak boleh dijual
itu ketentuan seluruh masyarakat Baduy. tapi hasil hutan, buah-buahan
dan tanaman di ladang yang lainnya boleh di jual untuk memperoleh uang
agar bisa membeli benang katun, ikan asin, rokok dan tembakau.
Tradisi orang Baduy mengenal enam jenis
huma yang memiliki fungsi yang berbeda beda. demikian letak kepemilikan
dan pengerjaannya. Ke enam jenis huma tersebut adalah huma serang,
ladang khusus untuk padai yang dianggap suci dan beradadi daerah baduy
dalam. Huma puun ladang milik puun pemimpin Baduy, huma tangtu, ladang
milik orang tangtu dari tiga kampung dalam (cibeo, cikeusik, dan
cikertawana). Huma Tuladan, ladang bersama Baduy luar untuk keperluan
desa. Huma panamping ladang panamping atau Baduy luar. Huma orang Baduy
huma yang dimiliki atau dikerjakan oleh orang-orang luar Baduy yang
diluar Kanekes. (Garna: 1996:63)
Ada tujuh tahapan dalam proses
mengerjakan huma yaitu nyacar menebas semak belukar dan pepohonan besar
tidak ditebang, nukuh menumpukkan rantingranting dan dedaunan, ganggang
mengeringkan ranting dan dedaunan oleh terik matahari. Ngaduruk membakar
ranting dan dedaunan setelah nukuh, setelah itu ngasek menanam butiran
padi oleh wanita hasil muuhan (membuat lubang) dengan aseuk oleh pria.
Berhuma bagi masyarakat Baduy adalah bekerjasama pria dan wanita. Pada
masa pertumbuhan padi tidak dibiarkan begitu saja, tetapi pada tiga
bulan pertama diurus dengan baik melalui ngored, membersihkan rumput,
dengan alat kored yang dilakukan berkali-kali. Setelah itu padi diubaran
atau diobati, campuran debu dapur dengan ramuan umbi sebagai pencegah
hama. Waktu tanam atau ngaseuk yang berlainan untuk berbagai jenis huma
dan pemukimam Baduy merupakan salah satu cara untuk menghindari hama.
(Garna: 1996:63). Dalam mengerjakan ladang sebelum miliknya sendiri,
warga sekampung di kepuunan cibeo, cikeusik, dan cikartawana harus
bergotong royong mengerjakan huma serang yang berlanjut warga di tiga
kampung tersebut mengerjakan huma serang besar. Pelaksanaan dilakukan
secara kerja bakti untuk kepentingan sosial. (Djoewisno 1986:46-47).
Seluruh masyarakat Baduy dibagi dalam
dua paroh masyarakat yaitu paroh panamping dan tangtu yang tetap dalam
satu kesatuan karena saling membutuhkan. Ikatan ini juga berlaku untuk
ngahuma masyarakat Baduy terdapat lahan untuk setiap kampung tangtu.
Selama mereka berhuma sering kali mereka berdiam diri di saung huma yang
modelnya lebih kecil seperti rumah mereka di kampung.
0 komentar:
Posting Komentar