Masjid Baiturrahim
Masjid Baiturrahim terletak di Ulee Lheu, Kecamatan Meuraksa, Kota Banda Aceh. Masjid ini dibangun pada tanggal 22 Zulhijjah tahun 1924. (awal abad 20), sebagaimana tertera pada tulisan kaligrafi dalam bulatan di bagian depan bangunan masjid. Bangunan Masjid Baiturrahim ini berbentuk kubus bertingkat dua memiliki gaya Eropa (Gaya Gotik). Utamanya pada lengkungan-lengkungan pilar pintu masuk dan pilar sayap masjid.
Tangga
masjid bentuk teras di bagian dinding masjid terdapat pola hias/ornamen
kaligrafi arab, belah ketupat, sulur-sulur daun dari setangkai bunga
teratai. Bagian jendela masjid terbuat dari kayu jati bentuk gaya Eropa,
dan bagian puncak serambi masjid terdapat ukiran kaligrafi yang
menyerupai bentuk kubah berupa kalimat tauhid berbunyi “Laailaaha Ilallaah, Muhammad Rasuulullaah”.
Ruangan
lantai dua berfungsi sebagai menara karena umumnya masjid pada zaman
dulu tidak mempunyai bangunan menara khusus sebagaimana masjid sekarang,
dan di atas atap lantai dua ini terdapat kubah. Menurut informasi dan
data dokumentasi yang terdapat dalam masjid, pembangunannya telah
mengalami beberapa kali pemugaran dan perluasan. Hal ini dapat dilihat
bahwa bentuk masjid dalam tahun 1951 merupakan bangunan pertama dan
belum ada penambahan dan perluasan.
Pemugaran
dan perluasan dilakukan sekitar tahun 1980-an dengan penambahan pada
sisi utara, sisi selatan, dan belakang. Pada tahun 1983 terjadi gempa
bumi yang mengakibatkan rontok lantai dua dan kubah masjid tersebut. Hal
ini dapat dilihat pada dokumentasi/foto lama yang menampakkan bahwa
lantai dua dan kubah masjid telah tiada. Namun pada saat hendak
direnovasi setelah terjadi gempa bumi tahun 1983, pembangunan masjid ini
mengalami perubahan yaitu terlihat tidak lagi memiliki kubah sampai
perkembangan terakhir saat terjadi gempa dan tsunami tahun 2004. Ketika
terjadi gempa dan tsunami, Masjid Baiturrahim mengalami kerusakan pada
bangunan tambahan, sedangkan bangunan aslinya masih utuh. Ketika
dilakukan renovasi dan pemugaran pasca tsunami masyarakat menyarankan
agar dikembalikan ke bentuk semula yaitu berlantai dua dan mempunyai
kubah. Tidak hanya itu kini masjid Baiturrahim telah memiliki satu
menara di sisi Utara yang sangat indah.
Masjid Tgk. Dianjong
Masjid Tgk. Dianjong terletak di Kelurahan Pelanggahan, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh. Masjid Tgk Di Anjong dibangun oleh seorang ulama besar bernama Syech Abu Bakar bin Husin Bafaqih. Sekitar abad ke-18 pada masa Sultan Alaiddin Mahmud Syah (1767-1787) oleh seorang ulama besar bernama Syekh Abubakar Bin Husin Bafaqih. Beliau mengembara dari negeri Timur Tengah kemudian bermukim dan mengembangkan agama Islam di daerah ini.
Syekh Abubakar Bin Husin Bafaqi menjadi
guru besar dalam hal pendidikan agama dan kehidupan bermasyarakat.
Disamping sebagai guru besar beliau juga dianggap sebagai orang keramat
dan digelar dengan Teungku Di Anjong karena orang yang tinggi statusnya.
Selain itu yang dimaksud dengan Teungku Dianjong adalah orang yang
disanjung, dimuliakan, dan tinggi martabatnya dari segi agama, adab, dan
adat istiadat. Pemberian gelar itu merupakan tanda terima kasih
masyarakat atas jasa-jasa beliau dalam mengembangkan agama islam.
Dalam
mengembangkan dakwah islam beliau mendirikan rumah pengajian dan sebuah
masjid sebagai realisasi dari ajaran islam untuk melaksanakan ibadah
dan tempat shalat jamaah. Selain sebagai sarana ibadah, masjid ini
berfungsi sebagai tempat pertemuan mobilisasi massa dalam usaha
menggempur penjajah Belanda. Setelah Tgk Dianjong meninggal dunia beliau
dimakamkan di samping masjid tersebut dan namanya diabadikan pada nama
masjid Tgk. Dianjong.
Secara arkeologis, Masjid Tgk Dianjong
didirikan di atas pondasi beton yang berdenah bujur sangkar dengan
ukuran 14,80 x 9,20 meter, tinggi 16cm. Masjid kuno itu dengan atap
tumpang dua terbuat dari seng gelombang semakin ke atas semakin
mengecil. Sebagaimana lazimnya masjid kuno di Indonesia selalu atap
tumpang tiga ataupun dua. Pada sisi paling depan bangunan ini terdapat
bangunan serambi yang merupakan bagian dari bangunan induk masjid. Di
atas lantai bangunan induk ditempatkan 20 tiang kayu yang berbentuk segi
delapan. Empat tiang berfungsi sebagai soko guru yang berdiri di
tengah-tengah dan sebagai penyangga atap paling puncak. Sedangkan 16
buah tiang lagi berfungsi sebagai penyangga kerangka landasan atap
berundak dan berbentuk limasan.
Pada
sisi Barat terdapat ruangan berukuran 166 x166 cm dan tingginya 177cm
sebagai ruang mihrab tempat imam. Masjid ini telah memiliki
langit-langit yang terbuat dari tripleks sehingga udara tidak bebas
keluar masuk dari ventilasi atap tumpang. Pada tahun 1990, Masjid Tgk Dianjong
dipugar oleh Pemda Kota Banda Aceh dan perluasan bangunan baru pada
sisi dindingnya menyimpang dari bentuk semula. Ketika gempa dan tsunami
tahun 2004 yang lalu masjid ini hancur rata dengan tanah yang tersisa
adalah bangunan baru pada sisi barat.
0 komentar:
Posting Komentar