Pendirian
Galeri Nasional dimulai saat Pameran Seni Rupa Kontemporer
Negara-negara Non-Blok berlangsung di Gedung Pameran Seni Rupa (GPSR)
Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan yang kini berganti nama
menjadi Galeri Nasional Indonesia. Pameran tersebut dibuka oleh Presiden
RI ke-2, Soeharto, berlangsung pada tanggal 28 April hingga 30 Juni
1995.
Pameran
Seni Rupa Kontemporer Negara-negara Non-Blok rupanya memiliki efek
nasional dan internasional yang baik. Ruang pamer GPSR dengan cepat
dikenal luas dan menundang perupa ingin berpameran di situ. Belakangan
pula berpengaruh pada citra Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia,
yang tak hanya sebagai pusat pemerintahan, bisnis, tapi juga pusat
perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia.
Peresmian Pameran Seni Rupa Kontemporer Negara-Negara Non Blok 1995 oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto
Gedung
berarsitektur kolonial di Jalan Medan Merdeka Timur 14, yang berada di
lingkaran satu pemerintahan pusat, hanya berjarak beberapa meter dari
Monumen Nasional (Monas), juga tak jauh dari Istana Negara, Museum
Nasional, Perpustakaan Nasional.Gedung
tersebut pada masa kolonial tercatat sebagai gedung pendidikan yang
dikuasai oleh Yayasan Pendidikan Kristen Carpentier Alting Stichting
(CAS). Pada 1902 yayasan ini mendirikan sekolah menengah pertama khusus
wanita.
Selain
Cas, gedung tersebut juga dipakai sebagai asrama HBS wanita. Lalu
setelah merdeka, gedung tersebut berubah fungsi menjadi gedung pertemuan
berbagai kegiatan pendidikan. Selain itu pada tahun 1955, gedung
tesebut dikuasai oleh Yayasan Raden Saleh (YRS) yang mengelola
pendidikan mulai tingkat SD, SMP, dingga SMA Mardisunu. Namun pada
tanggal 12 Juni 1962 melalui Surat Keputusan Penguasa Perang Tertinggi
No. 5 Tahun 1962 ang ditandatangani oleh Presiden Soekarno, melarang dan
membubarkan Yayasan maupun Organisasi bentukan colonial yang menguasai
gedung tersebut, mulai dari Vrijmrtselaren Loge hingga Yayasan Raden
Saleh. Larangan tersebut termuat dalam lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 25 tahun 1962. Sejak saat itu bangunan tersebut dikuasai
oleh Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan.
(a) Suasana Gedung Galeri Nasional Indonesia pada masa kolonial (b) Gedung B Galeri Nasional Indonesia pada tempo dulu
Pada
tanggal 23 Februari 1987 diresmikan Gedung Pameran Seni Rupa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan sekaligus sebagai
penghormatan, diselenggarakan pula pameran besar karya-karya Agung
pelukis Affandi yang pada saat itu bertepatan dengan ulang tahunnya yang
ke-80. Setelah melalui proses panjang,
maka atas persetujuan Menteri Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan
dan Pendayagunaan Aparatur Negara dalam surat No. 34/MK.WASPAN/4/1998
tertanggal 30 Apri 1998 yang
ditandatangani oleh Sapta Nirwandar, maka terbitlah Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudaaan No 099a/0/1998 yang ditetapkan di Jakarta 8 Mei
1998, ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof.
Wiranto Arismunandar. Kemudian pada tanggal 8 Mei 1999, institusi Galeri
Nasional Indonesia diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Prof. Dr. Juwono Sudarsono.
(a)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Juwono Sudarsono saat
meresmikan gedung Galeri Nasional Indonesia, pada tahun 1999 (b) Prof. Dr. Edi Sedyawati mempunyai peran yang signifikan terhadap kelahiran Galeri Nasional Indonesia
Meskipun
konsep awal Pendirian Galeri Nasional pernah disampaikan pada masa
Presiden Soekarno, namun peran Fuad Hasan sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dan Edi Sedyawati sebagai Dirjen Kebudayaan pada saat itu
serta beberapa seniman dan tokoh senirupa, yaitu Jim Supangkat dan AD
Pirous sangan besar dalam hal ini. Berkat perjuangan, sikap idealism dan
semangat optimism yang tinggi, akhirnya harapan bangsa Indnesia
memiliki sebuah galeri yang resperentatif berskala nasional dan
internasional, yaitu “Galeri Nasional Indonesia” akhirnya dapat
terwujud.
0 komentar:
Posting Komentar