CERMIN MASYARAKAT MADURA DALAM RASA DAN SENI YANG HALUS
Di
Pulau Madura dan sekitarnya kita akan menemukan berbagai ragam ukiran
baik itu di Masjid, di rumah-rumah, di perahu, di pemakaman, maupun di
tubuh manusia. Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya masyarakat Madura
perasaannya halus, penuh rasa seni. Ukiran-ukiran itu bervariasi baik
bentuk, ukuran, motif, warna, bahkan gayanya, namun ada saja ciri-ciri
yang menunjukkannya sebagai khas Madura. Kalau melihat perahu yang
bertebaran di laut, kita segera dapat membedakan mana perahu Madura dan
mana yang bukan, bahkan asalnya secara lokal seperti Pamekasan,
Sampang, Bangkalan, Sumenep, Sapodi dan lain-lain, terutama karena
adanya ciri ukiran atau hiasan pada perahu itu.
Ukiran
Madura antara lain dapat dikenali dari ciri-ciri penampilannya yang
lugas/sederhana, kasar/gagah, menonjol/merangsang, gemuk/besar.
Warna-warna yang banyak dipakai adalah merah (merah tua), hitam, putih,
kuning (dan brons), hijau, biru.
Dapat
dikatakan ukiran Madura, bersifat tradisional sebab pengalihan
ketrampilan ini secara turun-temurun dan masih selalu mempertahankan
teknik, bentuk maupun motif yang mereka terima secara turun-temurun
pula.
Sejak
kapan masyarakat Madura mulai mengukir, tidak diketahui dengan pasti.
Sekurang-kurangnya sejak masa kejayaan kerajaan Singasari-Majapahit di
Jawa Timur (sejak ± abad ke-I3) sudah ada ukiran-ukiran relief gaya
klasik yang indah sekali dan mendapat pengaruh budaya Hindu/Buddha
sangat kuat. Pengaruh luar seperti Cina, Timur Tengah, Eropa,
bertubi-tubi merasuk seni ukir Madura. Semua pengaruh itu jelas
meninggalkan jejaknya yang diterima oleh seniman Madura secara selektif
tanpa mengancam kelestarian seni ukir Madura sendiri.
Hasilnya
yang kita lihat sekarang adalah motif yang kaya akan variasi dicerna
dalam gaya, watak dan keperluan Madura sehingga bobot seninya justru
bertambah.
Dari
kekayaan ragam hias (motif) yang beraneka rupa dapat kita kaji berapa
reseptif dan luwesnya budaya Madura yang tampaknya kaku itu seperti:
- Tetumbuhan, terutama sulur gelung ("janggoleng") yang digunakan juga untuk menggayakan kepala kala, manusia atau hewan dalam sulur-sulur; bunga-bunga dan buahan.
- Binatang, baik yang natural maupun super-natural seperti kuda, ular naga, burung phunix, burung merak, singa, kijang dan masih banyak lagi.
- Motif bingkai, biasanya geometris.
- Benda-benda alam, baik naturalistis maupun simbolis seperti surya, cakra, gunung, laut, awan, kilat.
- Senjata, seperti keris, pedang, tombak, clurit, tameng, pecut dan lain-lain.
- Huruf-huruf Arab yang digayakan (Kaligrafi).
- Motif mahkota, piala, payung.
- Wayang dan sedikit orang dan lain-lain.
Secara garis besar ukiran Madura ada empat macam, yakni:
- "dalessan", yakni kombinasi torehan dan cekungan;
- "lapadan", relief dengan dasar yang rata;
- "karawangan", ukiran tembus;
- "karangkangan", tembus dan bertumpang-tindih sehingga lebih bersifat tiga dimensi.
Barang-barang yang diukir atau dihias dengan ukiran meliputi hampir segala benda yang layak diukir seperti:
- Bangunan, rumah ibadah, istana, rumah tinggal biasa, cungkup makam dengan perlengkapannya seperti pintu, langit-langit, angin-angin, tiang, dinding, gerbang, mimbar, tempat tidur, mebeler, perbingkaian, bingkai cermin, mimbar.
- Perlengkapan kesenian, perancah gamelan, berbagai topeng, pakaian tari dan lain-lain.
- Peralatan transportasi, dokar, gerobag, perahu, gerobag sate, pikulan.
- Nisan-nisan kubur, seperti pada pemakaman di Arosbaya, dikompleks Mesjid Raya Bangkalan, pemakaman Asta Tenggi Sumenep, pemakaman Ratu Ebu Sampang dan lain sebagainya yang diukir sangat rumit dan indah.
- Peralatan karapan sapi, "kleles", pakaian lembu karapan dan lain-lain.
- Benda-benda kesenangan, sangkar burung, sangkar bekisar, tangkai dan sarang keris atau senjata tajam lainnya, tongkat, pipa rokok.
- Benda-benda perhiasan: hiasan rambut, gelang kaki ("binggel") hingga alas kaki (kelompen).
Mengingat
akan barang-barang berukir tersebut maka bahan yang diukir
bermacam-macam, seperti kayu (ini yang terutama), batu, besi, tembaga,
logam mulia, kulit penyu, tulang/tanduk/gading, lepa. Sedangkan
peralatan yang dipergunakan secara tradisional seperti:
- "paju" yakni pahat lurus berbagai ukuran;
- "cokorong", pahat bengkok berbagai ukuran;
- "peyol", pahat miring berbagai ukuran;
- "putar kayu", kikir kayu;
- "kaloso", ketam runcing;
- "cocong", ketam segi tiga;
- "panggerong", ketam pendek;
- landasan, palu, gardem dan lain-lain.
Tempat-tempat ukiran kayu yang masih terkenal hingga sekarang seperti:
- Karduluk (Sumenep).
- Aeng tongtong (Sumenep), pegangan dan warangka keris.
- Gunungsekar (Sampang), ukiran ranjang "pale' obi".
Ukiran
Madura umumnya diselesaikan cepat dengan tehnik mengukir yang cekatan.
Pada kayu digambari dengan pensil atau ditempel kertas karton.
Alat-alat pemahat disediakan di sebelah kiri dan langsung dimainkan
dengan cepat diatas bahan ukir dengan pemukul di tangan kanan.
Kadang-kadang pemukulnya telapak tangan saja.
Nah,
para peminat yang ingin mengetahui lebih jauh tentang seni ukir yang
sangat menarik ini dapat menghubungi Kantor Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten setempat, khususnya Seksi Kebudayaan. Bila
pengunjung Madura menghendaki melihat ukir-ukiran yang sangat
indah dan juga bersejarah dapat kami sebutkan antara lain: Gedung
Kabupaten lama Bangkalan dengan museumnya, Masjid Jami Bangkalan, Makam
Aer Mata Arosbaya yang telah dipugar oleh Depdikbud, Masiid Raya
Sumenep, istana Sumenep dengan museumnya (yang sudah dipugar) dan
pemakaman Asta Tenggi.
0 komentar:
Posting Komentar