Kampung
Wae Rebo terletak di Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat,
Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Bermula pada
tahun 1997, seorang antropolog Catherine Allerton yang memperlihatkan
foto-foto kampong Wae Rebo dan Mbaru Niang (Rumah Bundar). Foto-foto
tersebut kemudian menyebar ke seluruh dunia melalui kartu pos.
Kampung
Wae Rebo terdiri dari 7 Mbaru Niang. Pada ketinggian 1100 mdpl dan
Setiap Mbaru Niang dihuni oleh 51 kepala keluarga serta 212 jiwa. Satu
niang dapat menampung enam hingga delapan kepala keluarga. Salah satu
Mbaru Niang terdapat sebuah Rumah Gendang, yaitu rumah tempat gendang
kecil warisan Maro disimpan yang dihuni 8 Kepala Keluarga, masing-masing
mewakili 8 keturunan Maro. Enam rumah lain dihuni oleh anggota dari 8
keturunan, yang ditetapkan secara musyawarah.
Kayu
worog merupakan bahan untuk tiang utama niang yang berjumlah 9. Kayu
worog baru bisa ditebang setelah berukuran dua pelukan orang dewasa.
Berikut adalah susunan dari Rumah Mbaru Niang :
- Lutur : tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga. Pusat aktivitas dalam rumah. Kamar-kamar disekat mengililingi lingkaran.
- Lobo (loteng) : menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari.
- Lentar : menyimpan benih-benih tanaman pangan, benih jagung, padi, dan kacang-kacangan.
Lempa Rae : menyimpan cadangan bahan pangan yang bisa digunakan dalam keadaan darurat karena gagal panen.- Hekang Kode : menempatkan sesaji untuk leluhur. Diameter Alas :13 Meter Tinggi : 15 Meter
Awalnya,
kompleks Mbaru Niang mulai ditinggalkan awal tahun 70-an akibat
kebijakan perpindahan masyarakat pegunungan ke dataran rendah. Namun
Tu’a Golo (Kepala kampung) dan Tu’a Gendang (Kepala upacara adat)
memutuskan agar warga tidak meninggalkan Wae Rebo. Empo Maro merupakan
pendiri Wae Rebo lebih dari 100 tahun lalu hingga kini sudah generasi
ke-18.
Di
tengah-tengah desa Wae Rebo terdapat sebuah panggung bundar yang
berusia 1080 tahun. Dikisahkan bahwa panggung ini dibangun dengan
bantuan penunggu hutan berupa manusia gagah yang mampu mengangkat batu
besar dengan satu tangan. Masing-masing tangan dan kakinya memiliki jari
berjumlah enam. Setelah panggung ini selesai, tarian caci digelar dengan tabuhan gendang (mBata).
Sehari-harinya
setiap warga berjalan kaki selama 6 jam untuk keluar dari dusun dan
kembali membawa sesuatu, dijadikan bahan makanan cadangan atau bahan
bangunan. Anak-anak Waerebo bersekolah di Denge. Mereka tinggal di Denge
dari hari Senin – Jum’at dan pada akhir pekan, naik ke Wae Rebo. Untuk
masalah kesehatan mereka masih mengandalkan pengobatan tradisional yaitu
Air Jahe.
Pada November 2011, Mbaru Niang Wae Rebo
mendapat penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) kategori
bangunan konservasi. Selanjutnya pada tanggal 27 Agustus 2012, mendapat
UNESCO Award of Excellence pada Asia-Pacific Heritage Awards for
Cultural Heritage Conservation 2012 di Bangkok, menyisihkan 42 warisan
budaya dari 11 negara di Asia.
Penghargaan
diberikan berdasarkan atas kriteria sebagai situs yang mencerminkan
semangat lokal, kegunaan, kontribusi terhadap lingkungan sekitar dan
keberlangsungan budaya serta sejarah lokal. Konservasi rumah adat Mbaru
Niang berhasil mengatasi persoalan konservasi lingkungan dalam cakupan
luas melalui tradisi lokal. Konservasi rumah adat tidak semata
mempertahaan keberadaan rumah adat sebagai benda mati, tapi sekaligus
menjaga keutuhan tradisi setempat.
Warisan
lestari (living heritage) merupakan kekuatan budaya dalam membangun
kemanusiaan. Menghargai alam dari lapisan yang paling esensial. Nilai
yang diajarkan oleh alam sejak jaman nenek moyang. Mereka tuangkan dalam
keseharian. Detail perilaku sederhana, namun merupakan kekayaan tak
lekang zaman. Warisan budaya yang dengan tekun dijaga.
Sebentang
lukisan hijau berhias kabut melatari rumah adat tua berbentuk kerucut
di pagi hari. Taburan bintang menjadi tayangan pembuka saat malam. Wae
Rebo, hanya satu dari ratusan surga dunia di Nusantara yang memilih
hidup tersembunyi. Tetap menjunjung tinggi ilmu bumi. Terselip diantara
bilur bambu, dedaunan, embun, bau kopi, dan persahabatan.
0 komentar:
Posting Komentar