Masjid Raya Baiturrahman
terletak di jantung Kota Banda Aceh, tepatnya di Desa Kampung Baru,
Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Dari menaranya dapat dilihat
sepintas Kota Banda Aceh. Masjid inilah yang menjadi salah satu titik
awal perkembangan sejarah islam di Aceh. Masjid ini pula lah yang
menjadi saksi perjalanan Aceh mulai dari masa kesultanan, penjajahan,
hingga pemerintahan Indonesia.
Terdapat
dua kisah mengenai berdirinya masjid yang menjadi simbol dan kebanggaan
masyarakat Aceh ini. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa masjid ini
didirikan pada tahun 1292 oleh Sultan Alaudin Mahmud Syah I. Kedua,
pendapat yang mengatakan bahwa masjid ini didirikan pada abad ke-17 di
masa kejayaan Sultan Iskandar Muda. Dari kedua pendapat tersebut,
dikatakan bahwa keaadan masjid pada saat itu masih sangat sederhana
dengan konstruksi kayu dan atap rumbia.
Pada tahun 1873, Masjid Raya Baiturrahman pernah
diduduki dan dibakar oleh Belanda dalam penyerbuan yang menewaskan
banyak orang dan juga salah satu perwira tinggi Belanda, yakni Jenderal
Kohler. Kemudian atas nasehat Snouck Horgronje, pada tanggal 9 Oktober
1879 Belanda memutuskan untuk kembali membangun masjid ini. Peletak batu
pertama adalah Tengku Malikul Adil dan disaksikan oleh pembesar
Belanda. Sejak saat inilah konstruksi masjid mulai berubah mengikuti
perkembangan arsitektur Eropa dan islam pada masa itu.
Seiring
berjalannya waktu, perubahan dan perluasan semakin bertambah. Bermula
dari satu kubah kemudian bertambah menjadi tiga kubah pada tahun 1935.
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno, yakni tahun 1957, dua kubah
baru di bagian belakang kembali dibuat sehingga menjadi lima kubah. Lima
kubah ini dianggap sebagai gambaran Pancasila. Kemudian pada kurun
waktu 1992-1995, masjid kembali dipugar dan diperluas hingga memiliki
tujuh buah kubah dan lima menara dengan daya tampung sekitar 13.000
jemaah. Semua pemugaran yang dilakukan tetap memperhatikan dan
mempertahankan arsitektur lama pada masa Belanda, salah satunya kubah
pertamanya.
Masjid Raya Baiturrahman memiliki
denah persegi dengan pintu berupa relung-relung tanpa daun pintu.
Dihiasi menara-menara di bagian atasnya. Kaligrafi menghiasi dinding
ruangan, sedangkan pada jendela dan pintu terdapat hiasan persegi, belah
ketupat, sulur, dan bunga. Tiang-tiang dalam ruang utama juga dihiasi
lengkungan, daun, dan garis-garis. Adapun di dalam ruangan utama
terdapat mihrab dan mimbar dengan hiasan daun-daunan, bunga dan
sulur-sulur. Menara sangat tinggi terletak di depan halaman, dilengkapi
tangga beton berputar, tempat dimana pengunjung atau jemaah melihat Kota
Banda Aceh dari ketinggian.
Masjid Raya Baiturrahman juga
memiliki kedudukan penting pada saat konflik memanas di Aceh.
Diantaranya adalah sebagai tempat masyarakat memanjatkan doa untuk
perdamaian, tempat singgah pejabat pusat saat kondisi tak aman, dan
sebagai saksi peristiwa tsunami yang memilukan. Begitupula pada saat
delegesai Indonesia bertemu dengan wakil Gerakan Aceh Merdeka di
Helsinki-Finlandia, masyarakat secara khusus menggelar doa bersama di
masjid ini. Oleh karenanya, keberadaan dan fungsi masjid yang menjadi
salah satu masjid terindah di Asia Tenggara ini harus tetap dijaga dan
dilangsungkan.
0 komentar:
Posting Komentar