Jumat, 12 Desember 2014

Masjid Tua Ternate - Maluku Utara

250px-MasjidTuaTernatemaluku_1373862180.JPG
Masjid Tua Ternate terletak di Desa Soasio, Kecamatan Ternate, Kabupaten Maluku Utara, Provinsi Maluku. Daerah di sekitar masjid terdapat bukit, gunung, laut, dan pantai pasir putih. Dibelakang kelihatan gunung Gamalama yang masih mengeluarkan asap, sedangkan di depannya laut. Masjid Tua Ternate merupakan bagian keraton Kesultanan Ternate dan letaknya kurang lebih 150 m dari pantai. Arah hadapnya ke timur dengan bentuk arsitektur merupakan gabungan antara Romawi dan Persia.
Deskripsi Bangunan
Dalam ruangan terdapat serambi tiang, mihrab dan mimbar yang terbuat dari kayu berukir. Tiang yang tedapat di ruangan kurang lebih 313 batang, terdiri dari empat tiang soko guru, 12 tiang penyangga dan tiang pembantu. Pada bagian depan terdapat serambi dengan dinding di bagian utara dan selatan.
Di kiri dan kanan serambi terdapat bagian yang menempel dengan dinding serambi dan berfungsi sebagai tempat wudhu. Di sisi selatan, samping tempat wudhu terdapat bak air berbentuk empat persegi panjang. Bak air diberi dinding setengah bagian dan atap yang disangga tiang. Tiang berdiri di atas dinding. Pintu masuk di selatan dengan menggunakan tangga dari beton. Atap serambi tidak bersatu dengan ruang utama, tetapi menyambung pada dinding timur ruang utama tersebut. Bangunan induk mempunyai atap tumpang bersusun lima. Terbuat dari rumbia. Pada tingkat teratas yang berbentuk kerucut pada ke empat sisinya terdapat lubang angin empat persegi panjang dengan besi tegak lurus dan di atasnya diberi penutup (atap). Pada puncak atap terdapat tiang yang disebut tiang alif.
Sejarah
Masjid Tua Ternate ini diperkirakan dirintis sejak masa Sultan Zainal Abidin. Namun ada juga yang beranggapan pendirian Masjid Sultan baru dilakukan awal abad ke-17, yaitu sekitar tahun 1606 saat berkuasanya Sultan Saidi Barakati. Hingga sekarang, belum ditemukan angka valid sejak kapan sebetulnya Masjid Tua Ternate didirikan. Akan tetapi, melihat kenyataan sejarah, sebelum Sultan Saidi Barakati naik tahta, Kesultanan Ternate telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik di bidang keagamaan, ekonomi, maupun angkatan perang. Perjuangan Sultan Khairun (1534-1570) yang dilanjutkan oleh penerusnya, yaitu Sultan Baabullah (1570-1583) untuk mengusir pasukan Portugis, misalnya, menjadi salah satu fase kegemilangan Kesultanan Ternate Sekitar setengah abad sebelum berkuasanya Sultan Saidi Barakati. Sehingga, perkiraan bahwa Masjid Sultan Ternate baru dibangun pada awal abad ke-17 tidak memiliki alasan yang cukup kuat.
Sebagaimana Kesultanan Islam lainnya di Nusantara, Masjid TuaTernate dibangun di dekat Kedaton Sultan Ternate, tepatnya sekitar 100 meter sebelah tenggara kedaton. Posisi masjid ini tentu saja berkaitan dengan peran penting masjid dalam kehidupan beragama di Kesultanan Ternate. Tradisi atau ritual-ritual keagamaan yang diselenggarakan kesultanan selalu berpusat di masjid ini. Masjid Tua Ternate dibangun dengan komposisi bahan yang terbuat dari susunan batu dengan bahan perekat dari campuran kulit kayu pohon kalumpang. Sementara arsitekturnya mengambil bentuk segi empat dengan atap berbentuk tumpang limas, di mana tiap tumpang dipenuhi dengan terali-terali berukir. Arsitektur ini nampaknya merupakan gaya arsitektur khas masjid-masjid awal di Nusantara, seperti halnya masjid-masjid pertama di tanah Jawa di mana atapnya tidak berbentuk kubah, melainkan limasan.
Tradisi
Salah satu tradisi yang setiap tahun diadakan di Masjid Tua Ternate adalah Malam Qunut yang jatuh setiap malam ke-16 bulan Ramadhan. Dalam tradisi ini, sultan dan para kerabatnya dibantu oleh Bobato Akhirat (dewan keagamaan kesultanan) mengadakan ritual khusus yaitu Kolano Uci Sabea, yang berarti turunnya sultan ke masjid untuk salat dan berdoa. Usai melaksanakan Tarawih, sultan akan pulang ke kedaton dengan ditandu kembali seperti ketika keberangkatannya ke masjid. Di kedaton sultan bersama permaisuri (Boki) akan memanjatkan doa di ruangan khusus, tepatnya di atas makam keramat leluhur. Usai berdoa, sultan dan permaisuri akan menerima rakyatnya untuk bertemu, bersalaman, bahkan menciumi kaki sultan dan permaisuri sebagai tanda kesetiaan. Tentu saja, pertemuan langsung antara sultan dan rakyatnya ini menarik minat masyarakat di seluruh Ternate dan pulau-pulau di sekitarnya.
Masjid ini berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya dan memiliki aturan-aturan adat yang tegas, seperti larangan memakai sarung atau wajib mengenakan celana panjang bagi para jamaahnya, kewajiban memakai penutup kepala (kopiah), serta larangan bagi perempuan untuk beribadah di masjid ini. Larangan bagi jamaah yang memakai sarung atau pakaian sejenisnya didasarkan pada alasan yang bersifat tasawuf. Menurut kepercayaan mereka, posisi kaki pria ketika salat dengan mengenakan celana panjang menunjukkan huruf Lam Alif terbalik yang bermakna dua kalimat syahadat. Hal ini sebagai perlambang bahwa orang tersebut telah mengakui ke-Esa-an Allah dan Muhammad sebagai utusannya. Sedangkan larangan kaum hawa untuk beribadah di masjid ini didasarkan pada alasan untuk menjaga kesucian masjid, yaitu supaya tempat ibadah ini terhindar dari ketidaksengajaan perempuan yang tiba-tiba saja datang bulan haid dan  kehadiran perempuan ditengarai juga dapat memecah kekhusyukan dalam menjalankan ibadah di masjid ini.

0 komentar:

Posting Komentar