KEPERCAYAAN TERHADAP ROH NENEK MOYANG DI SUKU BIMA
Meskipun agama mayoritas masyarakat Bima adalah Islam, tapi ada satu kepercayaan yang masih dianut oleh suku Bima yang disebut dengan Pare No Bongi, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Pare No Bongi merupakan kepercayaan asli orang Bima. Dunia roh yang ditakuti adalah Batara Gangga sebagai dewa yang memiliki kekuatan yang sangat besar sebagai penguasa.
Kemudian ada lagi Batara Guru, Idadari sakti dan Jeneng, roh Bake dan roh Jim yang tinggal di pohon, gunung yang sangat besar dan berkuasa untuk mendatangkan penyakit, bencana, dan lainnya. Mereka juga percaya adanya sebatang pohon besar di Kalate yang dianggap sakti, Murmas tempat para dewa Gunung Rinjani; tempat tinggal para Batara dan dewi-dewi.
Roh-roh nenek moyang di jaman awal disebut Marafu dan tempat kediamannya disebut parafu. Generasi di bawahnya disebut Waro. Dalam kepercayaan suku Bima, selama hidupnya kebutuhan umum dan kontak dengan Tuhan dalam kerajaan roh-roh saling melengkapi. Segala kebutuhan makhluk bumi disanggupi oleh roh-roh itu. Apabila dalam keadaan sakit atau kekurangan hujan, seseorang akan mendatangi perantara dengan penuh harap.
Marafu dan Waro tinggal di batu-batu besar, di gunung-gunung, sedangkan roh orang biasa berada di sekiar kuburannya sendiri, kecuali roh kepala suku. Hal ini karena, dari waktu ke waktu boleh naik ke gunung dimana Tuhan berada.
Orang Bima percaya juga kepada kekuatan gaib yang berada pada binatang-binatang yang dalam ilmu kebudayaan disebut totemisme. Totemisme merupakan kepercayaan asli bangsa Indonesia. Kepercayaan yang sama terdapat di kepulauan Polinesia di Lautan Teduh. Kepercayaan ini pernah menghilang dalam waktu yang cukup lama, sejak agama hindu masuk ke Indonesia. Kemudian muncul kembali pada masa kekuasaan Kerajaan Kediri yang dibuktikan dengan Prasasti Jaring.
Sisa-sisa totemisme dapat dilihat pada:
- Pada kedua ujung bubungan rumah dipasang kepala kerbau, kambing atau domba yang masih bertanduk. Pada masa berikutnya, menjelang masuk abad XX hal itu mengalami perubahan evolusi, kemudian diganti dengan kayu yang berbentuk tanduk yang menjulang ke atas. Sekarang bentuk seperti itu menjadi perhiasan dan ciri khas rumah Bima.
- Dipergunakan sebagai nama marga (Bima : londo dou) nseperti :
- Londo dou deke (Bima : deke = tokek)
- Londo dou duna (Bima : duna = belut)
- Londo dou gande (Bima : gande = laba-laba)
- Masih tersimpan dalam cerita rakyat seperti legenda Sang Naga bersisik emas di Satonda, Jara Manggila, dan lain-lain.
• Dewa langi : Dewa Langit
• Dewa Oi : Dewa Air
• Dewa Mango : Dewa Kering
Dewa Mango diseru dan disembah bila datang bahasa kekeringan atau kemarau panjang di awal musim hujan. Dewa diseru melalui Marafu dan Waro. Sebagian besar kekuasaan dewa-dewa itu berada pada Dewa Langi yang bersemayam di sebelah atas awan, mungkin di matahari. Untuk pemujaannya mereka harus naik ke gunung (Bima : doro) atau doro Lasi, doro Paha, doro Wadundangga, dan lain-lain.
0 komentar:
Posting Komentar