UPACARA KEDUKAAN YANG PENUH KEMEWAHAN DI SUKU TORAJA
Mayoritas penduduk suku Toraja, hingga enam puluh persen masih
memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya, maka adat istiadat yang ada
sejak dulu tetap dijalankan sekarang. Sebagai penganut Aluk Todolo
masyarakat Suku Toraja mengenal dan masih melestarikan dua ritual besar
dalam daur hidupnya, yaitu: Upacara kegembiraan yang disebut Rambu Tuka dan upacara kedukaan yang disebut Rambu Solok.
Upacara Rambu Solok adalahjawaban dari
ketidakpastian akan misteri kehidupan setelah mati, agar terhapuskan
segala kekhawatiran akan nasib si mati di alam baka. Karena ajaran Aluk
Todolo menurut orang Toraja berisi konsep kepercayaan terhadap alam
kehidupan setelah mati.
Ajaran ini menganggap bahwa arwah seseorang setelah mati tidak hilang
begitu saja melainkan kembali ke suatu tempat yang dianggap sebagai
alam arwah atau sebagai tempat asal-usul leluhur mereka. Karena itulah,
di dataran tinggi Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan, upaya untuk
menguak misteri itu telah menciptakan sebuah prosesi religius yang
begitu rumit, kompleks, dan memakan banyak tenaga serta biaya.
Pada awalnya, tata cara upacara Rambu Solok dalam kepercayaan Aluk
Todolo, terogolong upacara yang rumit dan kompleks. Karena dalam upacara
Rambu Solok meliputi tujuh tahapan, yaitu: Rapasan, Barata Kendek, Todi Balang, Todi Rondon, Todi Sangoloi, Di Silli, Todi Tanaan. Secara umum tujuan dari upacara yang termasuk kelompok Rambu Solok adalah untuk keselamatan arwah leluhur di alam puya dan kesejahteraan serta keselamatan manusia di dunia.
Namun, sejak masuknya agama Kristen, Katolik, dan Islam, beberapa
bagian prosesi telah dihilangkan. Kini, secara umum, ada empat bagian
prosesi yang masih terus dilakukan, yaitu Mapalao, penerimaan tamu,
penyembelihan kerbau, dan penguburan.
Dalam pelaksanaan upacara Rambu Solok tersebut dipergunakan berbagai
sarana termasuk beberapa peninggalan budaya megalitik yang dapat tahan
lama, seperti menhir, lumpang batu, dan karopik. Berdasarkan fungsinya
dapat diketahui jenis peninggalan yang dipergunakan sebagai sarana
pemujaan untuk keselamatan arwah leluhur di alam puya, yaitu menhir
jenis pesungan banek, menhir jenis simbuang, lumpang batu, karopik, dan
kandean dulang. Selain itu puluhan ekor kerbau dan babi mesti
dikorbankan dengan melibatkan massa secara kolosal dan membutuhkan dana
puluhan hingga ratusan juta bahkan milyaran rupiah.
Mapalao adalah proses membawa jenazah ke pusat prosesi, yaitu di
rumah adat Tongkonan. Mapalao dilakukan dengan mengarak keranda jenazah
dari rumah tinggal menuju Tongkonan keluarga. Di sanalah, jenazah
disemayamkan sementara waktu di sebuah Lakean yang terletak di ujung
Tongkonan.
Selang beberapa jenak keluarga menerima kedatangan para tamu untuk
memberi penghormatan terakhir kepada almarhum. Kedatangan tamu akan
ditandai bunyi lesung yang ditabuh sejumlah wanita.
Para tamu datang dalam kelompok-kelompok kerabat sambil membawa hewan
seperti kerbau dan babi untuk disumbangkan. Kemudian tuan rumah segera
membawa mereka ke Lantang dan menyediakan hidangan. Di saat yang sama,
alunan kidung kesedihan dari penari Renteng sengaja dilantunkan untuk
menggambarkan sejarah hidup almarhum.
Kemudian, hewan yang telah diterima keluarga, baik dari sumbangan
maupun keluarga sendiri akan dihitung oleh panitia yang terdiri dari
keluarga, aparat desa, dan masyarakat adat. Untuk disembelih satu
persatu di depan Tongkonan dan keranda jenazah.
Setelah semua rangkaian upacara telah dilewati maka saatnya dilakukan
penguburan. Kuburan suku Toraja berada di atas bukit-bukit batu, bukan
di bawah tanah. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan akan keselamatan
arwah leluhur di alam puya, yang sangat tergantung kepada
pemenuhan syarat-syarat yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan adat.
Seperti berbagai tahapan upacara, bekal berupa korban persembahan dan
bekal kubur dan perlakuan-perlakuan lainnya setelah seseorang meninggal.
Sehingga ada keyakinan bahwa semakin menantang proses penguburan maka
semakin tinggi pula derajat keluarga yang meninggal.
Pelaksanaan penguburan dilakukan pada beberapa jenis kuburan baik
secara langsung (kubur primer) maupun tidak langsung (kubur sekunder),
baik mempergunakan wadah tertentu seperti erong maupun tanpa wadah seperti pada kubur jenis sillik.
Jenis Liang Sillik diperuntukkan bagi strata sosial yang berasal dari
Tanak Kua-Kua (strata sosial rendah). Yaitu penguburan pertama tanpa
menggunakan wadah tertentu. Sedangkan strata sosial menengah dan tinggi,
dikuburkan pada jenis Liang Erong, Liang Tokek, Liang Pak, dan Patane,
yang mempergunakan wadah erong, baik yang berfungsi untuk penguburan
pertama maupun untuk penguburan kedua. Penguburan kedua hanya berlaku
bagi para bangsawan tinggi dan keluarganya.
Curhat Pendek - Itu Susu?
-
Ketika kamu memiliki banyak pengalaman, melihat banyak hal yang terjadi di
dunia maka biasanya semakin sulit kamu untuk terkejut pada sesuatu yang
tida...
0 komentar:
Posting Komentar