PERAHU JUKUNG, DARI BALI
Perahu tradisional Bali di Bali Selatan kebanyakan disebut sebagai "jukung". Perahu ini dibuat dari satu pohon besar, yang dipahat memanjang untuk memperoleh ruang. Perahu jukung Bali biasanya dilengkapi dengan satu layar dengan tiang panjang. Tiang layar menempel pada kayu penguat cadik bagian depan. Sedang kayu penguat cadik dibuat dari bambu dan dipotong meruncing, Perahu-perahu Bali ini mempunyai bentuk yang sangat artistik. Bagian depan perahu berbentuk seperti kepala ikan, sedangkan bagian belakang perahu dibentuk seperti ekor ikan dan dipahatkan lengkung ke atas.
Perahu tradisional Bali di Bali Selatan kebanyakan disebut sebagai "jukung". Perahu ini dibuat dari satu pohon besar, yang dipahat memanjang untuk memperoleh ruang. Perahu jukung Bali biasanya dilengkapi dengan satu layar dengan tiang panjang. Tiang layar menempel pada kayu penguat cadik bagian depan. Sedang kayu penguat cadik dibuat dari bambu dan dipotong meruncing, Perahu-perahu Bali ini mempunyai bentuk yang sangat artistik. Bagian depan perahu berbentuk seperti kepala ikan, sedangkan bagian belakang perahu dibentuk seperti ekor ikan dan dipahatkan lengkung ke atas.
Perahu-perahu Bali ditemukan hampir di
seluruh pantai Bali baik di Bali Utara, Bali Barat, Bali Selatan dan
pantai timur. Perahu-perahu jukung dengan moncong ikan terdapat di
pantai selatan yaitu di pantai Sanur maupun di pantai Kusamba.
Bentuk-bentuk ikan seperti pada perahu di pantai Bali Selatan tidak
dijumpai pada perahu-perahu jukung di pantai Bali Utara. Perahu Bali
Selatan yang mempunyai bentuk estetis itu, dilengkapi pula dengan layar
indah dengan warna-warna menyolek berbentuk segitiga.
Keindahan perahu Bali Selatan ini
disebabkan pula oleh bentuknya yang menyerupai ikan, dan dengan cadik
yang dibuat lengkung sehingga tampak berseni. Cadiknya yang melengkung
itu terentang lebar sehingga menambah kestabilan perahu tersebut.
Perkembangan bentuk-bentuk perahu yang
begitu artistik di Bali Selatan seperti di pantai-pantai Sanur dan
Kusamba tampaknya erat kaitannya dengan kreatifitas seni pahat. Di
pantai Bali Selatan tersebut pengaruh-pengaruh pariwisata begitu kuat,
sehingga langsung maupun tidak langsung akan mendorong ide-ide untuk
menciptakan bentuk-bentuk indah yang penting artinya dalam aspek
pariwisata. Karena lingkungannya terdiri dari laut dengan segala
kekayaan lautnya, maka tidak mengherankan jika obyek keindahan/penambah
estetika yang ditampilkan juga diambil dari lingkungan alam laut yaitu
dalam bentuk ikan.
Perubahan bentuk tersebut secara
keseluruhan akibat merembesnya ke¬pentingan pariwisata. Oleh karena itu
dalam aspek fungsi maka perahu-perahu jukung di pantai selatan menjadi
lebih berkembang tidak hanya untuk sarana transportasi tetapi juga untuk
menangkap ikan dan untuk sarana penting dalam meningkatkan keberhasilan
pariwisata.
Di daerah Bali Utara fungsi utama dari perahu-perahu jukung adalah untuk mencari ikan dan sarana transportasi sementara fungsi pariwisata berkurang.
Di daerah Bali Utara fungsi utama dari perahu-perahu jukung adalah untuk mencari ikan dan sarana transportasi sementara fungsi pariwisata berkurang.
Berdasarkan informasi dari para nelayan
di pantai Bali Selatan, pemahatan bentuk kepala ikan pada perahu-perahu
di sana tidak mempunyai nilai-nilai religius, Bentuk kepala ikan
tersebut hanya bertujuan, untuk menambah estetika semata-mata, khususnya
untuk lebih menarik para wisatawan baik dari dalam dan luar negeri. Hal
ini tentu sangat berbeda dengan perahu-perahu yang ditemukan di
berbagai daerah yang dihias dengan pahatan burung, naga atau binatang
yang lain dengan tujuan sebagai pengusir roh-roh jahat atau bahaya yang
akan mengancam.
Di Papua perahu-perahu dipahat dengan
berbagai pola hias ada yang menggambarkan orang (antropomorfis), burung,
dan naga serta sulur. Seperti juga di Bali, pola-pola hias ini ada yang
hanya sebagai penambah estetika semata- mata tetapi ada juga yang
dipergunakan sebagai penolak bala seperti yang lelah disebutkan di
halaman depan. Hiasan-hiasan antropomorfik dan binatang yaitu kepiting
(rajungan) oleh orang-orang Asmat diasosiasikan sebagai simbol sebab
kematian (Anis Sutaarga, 1974:34).
Jenis perahu Bali ini terdiri dari
bentuk-bentuk kecil dan hanya berfungsi untuk keperluan
pelayaran-pelayaran pantai dan menangkap ikan serta sarana pariwisata.
Cara penangkapan ikan dengan perahu-perahu layar di pantai Bali Selatan
biasanya dilakukan pada malam hari dan pada pagi hari mereka pulang.
Pada waktu itu biasanya penjual-penjual ikan (para tengkulak)
sudah-menunggu di pantai dan begitu perahu penangkap ikan sampai ke
pantai mereka beramai-ramai untuk membantu menarik perahu ke tepi dan
selanjutnya terjadilah tawar-menawar.
Perahu-perahu di pantai Bali Selatan
merupakan perahu-perahu nelayan dan merupakani perahu pantai yang hanya
dipakai pada waktu menempuh jarak-jarak dekat baik untuk sarana
transportasi atau untuk mencari ikan, udang, rajungan atau hasil laut
lainnya. Perahu-perahu daerah Bali biasanya mempergunakan layar tunggal
yang rata-rata berbentuk segitiga dan jarang sekali yang menggunakan
mesin.
Perahu di sepanjang pantai Singaraja
mempunyai bentuk lebih sederhana baik hiasan-hiasannya maupun bentuknya.
Perahu-perahu di Bali Utara kebanyakan mempergunakan cat warna merah,
biru, putih, kuning dan hijau. Sedangkan layar berbentuk segitiga dan
kebanyakan berwarna biru muda. Perahu Bali Utara mempunyai bentuk
seperti perahu "slerek" di Muncar (Banyuwangi) atau perahu "sopean" atau
"janggolan" di Cirebon. Perahu Bali Utara mempunyai bentuk yang
rata-rata lebih besar dari perahu Bali Selatan, Fungsi utama
perahu-perahu Bali Utara adalah untuk menangkap ikan, udang, rajungan,
penyu dan lain-lain, Sedangkan bentuk cadiknya horizontal (lurus) ke
kedua samping perahu (foto 48) dan biasanya dibuat dari bambu.
Perahu nelayan biasanya tidak harus
bersusah payah untuk memasarkan hasil penangkapan ikan. Para tengkulak
biasanya sudah berdatangan, dan menjemput para nelayan di pantai-pantai.
Jadi biasanya nelayan tersebut akan mengadakan kontak dagang dengan
tengkulak dan tengkulak inilah yang akan menjualnya di pasaran di
kota-kota seperti' Singaraja dan kota-kota alau desa- desa di pedalaman
Bali Utara.
Penangkapan ikan di Bali Utara ini
biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki sementara perempuan tidak ikut
dalam aktif atas penangkapan ikan. Di berbagai daerah kadang-kadang
wanita juga ikut dalam menangkap ikan khususnya di sungai atau di laut
yang tidak jauh dari pantai.
Dalam pengecetan perahu tampaknya tidak
ada warna-warna pantangan. Tetapi perahu di Bali Utara jarang yang
mempergunakan warna gelap seperti hilam atau biru. Warna-warna yang
terang ini kemungkinan dikaitkan dengan lingkungan di mana warna-warna
terang menyolek tetap tampak dari kejauhan, Sehingga jika terjadi suatu
musibah maka dengan mudah pula perahu tersebut dapat dilihat, dari
mempergunakan mesin motor tetapi dijalankan dengan kemahiran pengetahuan
tiupan angin. Layar dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting
0 komentar:
Posting Komentar