Sadranan, Sedekah Laut Kota Pekalongan
Sadranan adalah tradisi
masyarakat nelayan dalam rangka mensyukuri hasil laut yang mereka
peroleh dari laut. Bentuk rasa syukur tersebut diwujudkan dalam satu
kegiatan yang melibatkan seluruh nelayan beserta keluarganya. Bagi
nelayan daerah pekalongan, Sadranan atau sedekah laut biasanya
dilaksanakan setiap tahun. Perayaan sadranan di sana diselenggarakan
bersamaan dengan perayaan hari nelayan, atau hari koperasi, atau hari
kemerdekaan Republik Indonesia.
Secara harfiah, sedekah laut berasal
dari kata Sodaqoh yang berarti menyisihkan sebagian rezeki yang kita
peroleh yang kemudian diberikan kepada orang yang membutuhkannya. Rezeki
yang diperoleh dari Tuhan melalui pekerjaan melaut itulah yang kemudian
dibagi kepada orang-orang yang membutuhkan di lingkungan sekitarnya
melalui kegiatan-kegiatan yang menggembiakan seperti lomba-lomba, pasar
murah, pertunjukan kesenian, dan lain-lain. Dalam acara sadranan
tersebut tersebu, seluruh masyarakat nelayan tidak melakukan aktivitas
melaut. Mereka beramai-ramai mengikuti dan terlibat dalam acara sdranan
tersebut.
Dalam pelaksanaan sadranan,
dilakukan beberapa ritual. Kata ritual sendiri berasal dari kata
“spiritual”, yaitu aliran dalam ilmu kasunyatan yang memungkiri
kejasmanian dan mengupas segala-galanya dari sudut kerohanian dan segala
sesuatunya dikembalikan pada kesadaran tertinggi dalam lapisan
kesadaran manusia. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa
ritual adalah bagian dari olah spiritual dengan simbol-simbolnya yang
diyakini dan dilakukan oleh masyarakat nelayan dari dulu sampai
sekarang. Berbagai macam simbol yang diwujudkan dalam ritual Sadranan
antara lain adalah sumber kehidupan dilambangkan dengan air yang
diambil dari tujuh sumber, kebahagiaan disimbolkan dari mainan
anak-anak, keselamatan yang dilambangkan dengan bubur merah-putih,
pelestarian alam yang dilambangkan dengan ikan, pengorbanan dn keiklasan
dilambangkan dengan kepala kerbau, kemuliaan dilambangkan dengan bentuk
uang, rumah, janur kuning dan bambu kuning, serta keteladanan yang
dilambangkan dengan pohon pisang, pai dan tebu.
Pada acara Sadranan,
masyarakat nelayan kota Pekalongan selalu melarung sesaji ke tengah
laut. Sesaji tersebut dibuat secara gotong-royong. Sesaji disajikan
dalam bentuk replika kapal yang di dalamnya berisi:
- Kebo Segeluntung yaitu satu ekor kebau yang terdiri dari kepala kerbau, jeroan, an empat buah kaki kerbau. Ini melambangkan bentuk pengorabanan secara ikhlas dan berujung untuk membuang kebodohan. Dengan melarung sesaji tersebut, masyarakat nelayan dan masyarakat pekalongan pada umumnya berharap agar mereka senantiasa selamat dalam mnjalankan tugasnya masing-masing, baik sebgai pemimpin maupun sebagai warga masyarakat biasa.
- Bubur abang putih (merah putih). Bubur merah melambangkan keberanian, sedangkan bubur putih melambangkan hati yang suci. Alam bahasa Jawa, abang itu nyimpang dan putih diartikan nyisish. Artinya bahwa, dalam mencari nafkah harus berani dan juga jujur sehingga senantasa diberikan keselamatan oleh Tuhan.
- Jualan pasar, melambangkan keramaian pasar. Dalam jualan pasar tersebut, terbesit haraan agar tangkapan hasil laut mereka berlimpah ruah sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga.
- Mainan anak-anak, melambangkan pemberian kebahagiaan para nelayan kepada masyarakat.
- Kembang setaman, ini melambangkan keindahan dan keharmonisan.
- Kopi pahit dan kopi manis, teh pahit dan teh manis, air putih seglas serta rokok/ cerutu dan kinang. Minuman dan rokok melambangkan kesejukan.
- Cermin,bedak, parfum, lipstik, kain batik/ jarik, selenang dan sandal. Benda-benda sesaji yang juga dimasukan dalam replika kapal adalah seperangkat pakaian wanita lengkap. Benda terebut melambangkan keindahan.
- 3 (tiga) meter mori/ kain putih, benda ini melambangkan kebahagiaan yang hakiki sesuai dengan tujuan hidup manusia, yaitu kebahagiaan dan kemuliaan, baik di dunia maupun akhirat.kebahagiaan dan kemuliaan terebut dapat tercapai dengan menyeimbangkan 3 (tiga) kesadaran yang dimiliki oleh manusia yaitu, Ego, Jiwa, dan Roh.
- Buah kependem, buah gemantung, tebu, padi, dan kelapa. Buah kependem (terpndam) dan buah gemantung )tergantung) melambangkan permohonan kepada Tuhan agar para nelayan diberikan rezeki yang berlimpah. Sedangkan tebu, padi dan kelapa melambangkan rezeki yang akan dinikmati oleh anak cucu.
- Ikan laut dan ikan darat,melambangkan keseimbangan dalam menjaga dan melestarikan sumber rezeki, baik di laut maupun di darat. Intinya, semua nlayan harus mampu untu menjaga kelestarian sumber mata pencaharian mereka.
- Air tujuh sumber, arti kata tujuh diambil dari bahasa Jawa yaitu “pitu”, merupakan akronim “pitulung” yang berarti pertolongan Tuhan, agar segla upaya dan usaha mereka mendapat ridho atau diberkahi.
- Tumpeng, bentuk tumpeng yang mengerucut keatas melambangkan doa dan permohonan kepada Tuhan agar masyarakat nelayan senatiasa diberikan keselamatan, keberkahan, dan rezeki yang halal sehingga dapat bermanfaat unutk hidup mereka.
- Pring (bambu) kuning, janur kuning, bunga melati yang dirangkai dengan benang warna-warni. Bambu berwarna kuning, lurus dan panjang melambangkan kelurusan hati untuk ikhlas berbuat baik untuk mencapai kemuliaan di hadapan uhan. Bunga melati yang harum baunya melambangkan permohonan agar “jajaran perikanan” menjadi harum dan bersinar namanya laksana bunga melati yang dirangkai dengan benang bersama janur kuning dan bambu kuning.
- Semua sesaji yang disebut di atas, kemudian dimasukkan dalam replika perahu dan dilarung (dibuang) ke laut lepas. Larung sesaji ke laut melambangkan keikhlasan dalam hal berpikir, bertindak dan berbuat.
0 komentar:
Posting Komentar