SUKU ASMAT
Dalam
garis keturunan, orang-orang Asmat mempercayai bahwa mereka berasal
dari Fumeripits (Sang Pencipta). Konon, Fumeripits terdampar di pantai
dalam keadaan sekarat dan tidak sadarkan diri. Namun nyawanya
diselamatkan oleh sekolompok burung sehingga ia kembali pulih. Kemudian
ia hidup sendirian di sebeuah daerah yang baru. Karena kesepian, ia
membangun sebuah rumah panjang yang diisi dengan patung-patung dari kayu
hasil ukirannya sendiri. Namun ia masih merasa kesepian, kemudian ia
membuat sebuah tifa yang ditabuhnya setiap hari. Tiba-tiba, bergeraklah
patung-patung kayu yang sudah dibuatnya tersebut mengikuti irama tifa
yang dimainkan. Sungguh ajaib, patung-patung itu pun kemudian berubah
menjadi wujud manusia yang hidup. Mereka menari-nari mengikuti irama
tabuhan tifa dengan kedua kaku agak terbuka dan kedua lutut
bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan.
Semenjak
itu, Fumeripits terus mengembara dan di setiap daerah yang
disinggahinya, ia membangun rumah panjang dan menciptakan
manusia-manusia baru yang kemudian menjadi orang-orang Asmat seperti
saat ini.
Bentuk
tubuh orang Asmat berbeda dengan penduduk lainnya yang berdiam di
pegunungan tengah atau di nagian pantai lainnya. Tinggi badan kaum
laki-laki antara 1,67 hingga 1,72 meter, sedangkan kaum perempuan
tingginya antara 1,60 hingga 1,65 meter. Ciri-ciri bagian tubuh lainnya
adalah bentuk kepala yang lonjong (dolichocephalic), bibir tipis, hidung
mancung, dan kulit hitam. Orang Asmat pada umumnya tidak banyak
menggunakan kaki untuk berjalan jauh, oleh karena itu betis mereka
terlihat menjadi kecil. Namun, setiap saat mereka mendayung dengan
posisi berdiri sehingga otot-otot tangan dan dadanya tampak terlihat
tegap dan kuat. Tubuh kaum perempuan kelihatan kurus karena banyaknya
perkerjaan yang harus mereka lakukan.
Awal mula keberadaan masyarakat Asmat, mereka tinggal Semi Nomad.
Mereka bermukim di pegunungan yang berjauhan akibat khawatir akan
diserang musuh. Rumah Bujang adalah tempat untuk melaksanakan semua
kegiatan desa dan upacara adat. Dalam masyarakat Asmat hubungan
kekerabatan dalam keluarga adalah monogami atau kadangkala poligini.
Kesatuan
keluarga yang lebih luas adalah uxorilokal yaitu pasangan sesudah
menikah tinggal di rumah keluarga yang lebih luas, di rumah istri dari
keluarga ibu (avunkulokal). Keluarga-keluarga seperti itu, biasanya
terdiri dari 1 keluarga inti senior dan 2-3 keluarga yunior atau 2
keluarga senior, apabila ada 2 saudara wanita tinggal dengan keluarga
inti masing-masing dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga inti
masyarakat Asmat biasanya terdiri dari 4-5 atau 8-10 orang.
Dalam
sistem kekerabatan orang Asmat yang mengenal sistem kelompok mengatur
pernikahan berdasarkan prinsip pernikahan yang mengharuskan seseorang
mencari jodoh di luar lingkungan sosial dia berada seperti di luar
lingkungan kerabat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman (adat
eksogami clan).
Garis
keturunan ditarik secara patrilineal (garis keturunan pria) dengan adat
menetap sesudah menikah yang virilokal. Adat virilokal adalah yang
menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan menetap di sekitar
pusat kediaman kaum kerabat suami. Dalam masyarakat Asmat terjadi juga
sistem pernikahan poligini yang disebabkan adanya pernikahan levirat.
Pernikahan levirat adalah pernikahan antara seorang janda dengan saudara
kandung bekas suaminya yang telah meninggal dunia berdasarkan
adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Perkawinan
dalam masyarakat Asmat sebanyak lebih dari 25% adalah poligini, dan di
antara perkawinan-perkawinan poligini itu hampir separuhnya adalah
perkawinan yang telah diatur. Selain itu, pernikahan seorang anak dalam
masyarakat Asmat, biasanya diatur oleh kedua orang tua kedua belah pihak
tanpa diketahui oleh sang anak. Peminangan biasanya dilakukan oleh
pihak kerabat perempuan. Namun, dalam hal pencarian jodoh, mereka juga
mengenal kawin lari yang artinya seorang laki-laki melarikan gadis yang
disenanginya.
0 komentar:
Posting Komentar