Sabtu, 13 Desember 2014

Suku Biak

sku biak papua3.jpg
SUKU BIAK, PAPUA
Suku Biak merupakan salah satu kelompok masyarakat Papua yang hidup dan tinggal di kabupaten Biak Numfor. Dalam kesehariannya, suku Biak menggunakan Bahasa Indonesia dengan banyak dialek yang tersebar di 19 wilayah. Adapun dialek yang digunakan, yaitu Ariom, Bo’o, Dwar, Fairi, Jenures, Korim, Mandusir, Mofu, Opif, Padoa, Penasifu, Samberi, Sampori (Mokmer), Sor, Sorendidori, Sundei, Wari, Wadibu, Sorido, Bosnik, Korido, Warsa, Wardo, Kamer, Mapia, Mios Num, Rumberpon, Monoarfu, dan Vogelkop.
Namun, secara prinsip dialek-dialek yang berbeda itu tidak menghalangi mereka untuk saling mengerti satu sama yang lain. Di Kepulauan Biak-Numfor sendiri terdapat sepuluh dialek sedangkan di daerah-daerah migrasi atau perantauan terdapat tiga dialek.
Nama Biak  berasal dari kata v`iak. Mulanya merupakan suatu kata yang dipakai untuk menamakan penduduk yang bertempat tinggal di daerah pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata tersebut mengandung pengertian orang-orang yang tinggal di dalam hutan`,`orang-orang yang tidak pandai kelautan`, seperti misalnya tidak cakap menangkap ikan di laut, tidak pandai berlayar di laut dan menyeberangi lautan yang luas dan lain-lain.
Nama tersebut diberikan oleh penduduk pesisir pulau-pulau itu yang memang mempunyai kemahiran tinggi dalam hal-hal kelautan. Sungguhpun nama tersebut pada mulanya mengandung pengertian menghina golongan penduduk tertentu, nama itulah kemudian diterima dan dipakai sebagai nama resmi untuk penduduk dan daerah tersebut. Lalu huruf “V” dibaca “B”, sehingga menjadi Biak.
Pendapat lain berasal dari keterangan ceritera lisan rakyat berupa mite, yang menceritakan bahwa nama itu berasal dari warga klen Burdam yang meninggalkan Pulau Biak akibat pertengkaran mereka dengan warga klen Mandowen. Menurut mite itu, warga klen Burdam memutuskan berangkat meninggalkan Pulau Warmambo (nama asli Pulau Biak) untuk menetap di suatu tempat yang letaknya jauh, sehingga Pulau Warmambo hilang dari pandangan mata.
Mereka pun berangkat, tetapi setiap kali mereka menoleh ke belakang mereka melihat Pulau Warmambo nampak di atas permukaan laut. Keadaan ini menyebabkan mereka berkata, v`iak wer`, atau `v`iak`, artinya ia muncul lagi. Kata v`iak inilah yang kemudian dipakai oleh mereka yang pergi untuk menamakan Pulau Warmambo, hingga sekarang nama itulah yang tetap dipakai.
Adapun sejarah suku Biak menurut mite, moyang orang Biak berasal dari satu daerah yang terletak di sebelah timur, tempat matahari terbit. Moyang pertama datang ke daerah kepulauan ini dengan menggunakan perahu. Ada beberapa versi ceritera kedatangan moyang pertama itu. Salah satu versi mite itu menceriterakan, bahwa moyang pertama dari orang Biak terdiri dari sepasang suami istri yang dihanyutkan oleh air bah di atas sebuah perahu.
Ketika air surut kembali terdampar di atas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh kedua pasang suami istri itu Sarwambo. Bukit tersebut terdapat di bagian timur laut Pulau Biak (di sebelah selatan kampung Korem sekarang). Dari bukit sarwambo, moyang pertam itu bersama anak-anaknya berpindah ke tepi Sungai Korem dan dari tempat terakhir inilah mereka berkembang biak memenuhi seluruh Kepulauan Biak-Numfor.
Daerah penyebaran suku Biak saat ini sangatlah luas, meliputi pulau Biak, Supiori, Numfor, Padaido, Rani, Insumbabi, Meosbefandi, Ayau, Mapia, Doreri, Manokwari, Ransiki, Oransbari, Nuni, Pantai Utara kepla burung hingga ke Sorong, dan pulau – pulau Raja Ampat.
Orang Biak sejak dulu menyembah dewa persatuan dan pujaan mereka yaitu ’Manseren Koreri’ yang disebut ’manarmakeri’. Manamakeri artinya suatu nama dimana panggilan penghinaan untuk orang tua yang berkudis, kadas, borok, dan kotor yang menyebabkan banyak orang jijik kepadanya. Nama asli Manamakeri ialah yawi nusyado. Manamakeri selalu membuat tanda-tanda ajaib yaitu dapat menggantikan kulitnya yang berkudis, kadas, dan borok itu menjadi makanan dan harta kekayaan yang berlimpah ruah, ia dapat dipuja sebagai juru selamat.
Secara kekerabatan, Suku Biak memiliki kelompok kekerabatan berdasarkan marga atau disebut keret (famili). Sistem kekerabatannya luas berdasarkan pertalian darah. Berlaku adat menetap (virilokal).
Adapun pengetahuan yang dimiliki Suku Biak, yaitu mengetahui jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat yang dapat menyembuhkan sakit penyakit atau luka bakar, luka sayatan, maupun dapat digunakan untuk membunuh ikan, dalam jumlah sedikit. Jenis tumbuhan yang digunakan untuk membunuh ikan seperti Akar Tuba.
Mata pencaharian suku Biak adalah nelayan (melaut) dan bertani (meramu). Mereka menangkap ikan dengan menggunakan  jaring inanai dan arsam untuk menangkap ikan terbang dan juga ikan hiu. Hal ini dilakukan dengan menggunakan perahu yang disebut dengan waipapa. Suku Biak juga meramu atau berburu binatang hutan sebagai makanannya seperti berburu babi, kuskus, tikus tanah, dan ular pohon. Dapat pula mengambil jenis sayur-sayuran yang ada di hutan sebagai makanannya.
Adapun kesenian yang dimiliki suku Biak salah satunya adalah Tarian Yospan. Tarian ini merupakan tarian rakyat yang biasa dilakukan dalam kegiatan-kegiatan acara adat maupun peringatan hari-hari besar. Dan berkelompok dan memiliki irama dan ritme dilakukan secara riang, sangat unik dan menarik.
Selain tarian, suku Biak sering kali mengadaka upacara adat. Beberapa upacara tradisional suku Biak antara lain Upacara Gunting Rambut/cukur (Wor Kapapnik), Upacara Memberi atau mengenakan Pakaian (Wor Famarmar), Upacara Perkawinan (Wor Yakyaker Farbakbuk), dan lain-lain. Seluruh upacara diiringi dengan lagu dan tari bahkan merupakan sumbangan atau pendewaan kepada roh-roh para leluhur.

0 komentar:

Posting Komentar