SUKU SERAWAI, BENGKULU
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah Bengkulu dan berpusat di Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, Indonesia. Persebarannya antara lain di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim.
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah Bengkulu dan berpusat di Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, Indonesia. Persebarannya antara lain di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim.
Mengenai
asal-usul Suku Serawai belum ada informasi yang dianggap bisa
dipertanggungjawabkan. Begi pun dengan asal kata Serawai, masih belum
jelas artinya. sebagian orang mengatakan bahwa Serawai berarti "satu
keluarga", hal ini tidak mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan
atau kekerabatan antar sesama suku Serawai sangat kuat (khususnya mereka
yang menumpang hidup di komunitas suku bangsa lainnya/merantau).
Selain
itu ada pula tiga pendapat lain mengenai asal kata Serawai, yaitu :
Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti cabang. Cabang di sini
maksudnya adalah cabang dua buah sungai yakni sungai Musi dan sungai
Seluma yang dibatasi oleh bukit Campang;
Serawai
berasal dari kata Seran. Kata Seran sendiri bermakna celaka, hal ini
dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang karena
terkena penyakit menular. Anak raja ini dibuang ke sungai dan terdampar
di muara, kemudian di situlah anak raja tersebut membangun negeri.
Serawai
berasal dari kata Selawai yang berarti gadis atau perawan. Pendapat ini
berdasarkan pada cerita yang mengatakan bahwa suku Serawai adalah
keturunan sepasang suami-istri. Sang suami berasal dari Rejang Sabah
(penduduk asli pesisir pantai Bengkulu) dan istrinya adalah seorang
puteri atau gadis yang berasal dari Lebong. Dalam bahasa Rejang dialek
Lebong, puteri atau gadis disebut Selawai. Kedua suami-isteri ini
kemudian beranak-pinak dan mendirikan kerajaan kecil yang oleh orang
Lebong dinamakan Selawai.
Mobilitas
Suku Serawai terhitung cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka
menjadi perantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru.
Diantaranya ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten
Bengkulu Utara, dan sebagainya.
Dusun
– dusun suku serawai dikelompokkan ke dalam beberapa marga. Marga-marga
tersebut dipimpin oleh kepala marga yang disebut pasirah dan diberi
gelah khalifah. Untuk mengatur dusun – dusun yang ada alam kekuasaannya,
maka pasirah dibantu oleh beberapa depati. Satu di antaranya diangkat
sebagai mangku atau depati utama.
Adat
lembaga serawai ini juga diteapkan di distrik Pino, Ulu Manna, Manna,
dan Bengkenang yaitu dalam : Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga
VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai
Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna.
Dalam
buku Simbur Cahaya Bangkahulu juga disebutkan bahwa kepala-kepala marga
dalam Onder afdeeling Manna, pada tahun 1913 telah ditetapkan adat
lembaga dalam Onder afdeeling Manna yang disah kan oleh Resident
Bengkoelen pada tahun 1911 dan tanggal 1913.
Secara
tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian,
khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman
perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan
karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan,
palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Sementara
dalam kebahasaan dan aksara, Suku Serawai adalah masyarakat pemakai
bahasa Melayu seperti Suku Bangsa Melayu lainnya yang tinggal di
Sumatera, namun Suku Serawai memiliki pembeda dalam hal dialeknya yang
hampir dalam setiap katanya menggunakan kata "Au", dan dari segi aksara,
mereka menggunakan aksara Rencong.
0 komentar:
Posting Komentar