Sabtu, 13 Desember 2014

Taman Prasejarah Leang-Leang

taman leang leang.jpg
TEMPAT TINGGAL MANUSIA PADA TAHAP AWAL MASA PRASEJARAH
Mengingat akan banyaknya leang (gua, bahasa setempat) maka desa di bawah bukit kapur, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros itu dinamakan Leang-leang. Kecuali nama desa Leang-leang juga untuk menyebut gua-gua yang terdapat di desa itu.
Diantaranya terbukti menyimpan data kehidupan dan aktivitas manusia pada masa prasejarah, maka cagar budaya ini pun dibuat taman yang diberi nama Taman Prasejarah Leang-leang. Lokasinya cukup mudah dikunjungi, dari Ujung Pandang ± 40 km kea rah timur laut.
Situasi situs
Menuju Leang-leang kita menyusuri dataran rendah dengan kehidupan pedesaannya. Tanahnya memang kurung subur, tetapi begitu banyak ternak lembu berkeliaran. Di sebelah kiri dan kanan tampak bermunculan bukit-bukit kapur atau karang dengan lereng terjal yang pada dindingnya banyak terdapat goa yang di depannya terdapat bongkah-bongkah batu karang dengan sisa-sisa kikisan air, kulit kerang bertebaran atau melekat pada dinding bukit, cekungan-cekungan dan lain-lain. Keadaan itu sangat nyata menunjukan bahwa dahulu daratan itu berupa lautan atau perairan
Diantara goa-goa di sepanjang perjalanan adalah Leang Burung, Leang Bembe, Ulu Leang, Ulu Wae dan Leang-leang sendiri.
Pada situs (lahan kepurbakalaan) Leang-leang terdapat dua goa, yaitu Leang Pettae dan Petta Kere. Di depan leangleang Pettae tanahnyacukup lapang untuk taman dan bangunan kecil cukup untuk ruang informasi dan tempat jaga. Di depan leang Petta Kere tanahnya tidak rata, banyak pohon dan bongkah-bongkah batu karang yang dapat ditata sebagai taman alami. Halaman kedua leang itu berakhir pada sungai kecil yang airnya jernih membatasi situs Leang-leang dengan lahan persawahan dan kampong di seberangnya.
Cagar Budaya
Kalau Eropa bangga memiliki goa-goa Altamira, Lascauk, Font de Gaume dan lain-lain, Indonesia pun kaya akan bekas tempat tinggal (peradaban) manusia masa dini itu. Salah satu di antaranya adalah Leang-leang. Sungguh menakjubkan bahwa kira-kira 5000 tahun yang lalu di daerah ini telah ada masyarakat yang peradabannya cukup tinggi. Mereka hidup secara berkelompok, di tempat-tempat yang cukuo air, dekat sumber makanan berupa binatang buruan, ikan, kerang, siput, dan umbi-umbian. Mereka hidup dengan berburu dan mengumpulkan bahan makanan, sudah mengenal kehidupan sesudah mati, mengenal upacara agar berhasil dalam perburuan, berkabung bila orang yang disayangi meninggal, bahkan melukis.
Semia itu terungkap dari penelitian goa-goa prasejarah tersebut misalnya van Heekeren dengan kerab kernyanya yang meniliti goa Petta’E telah menemukan sejumlah alat dari batu, kerang sisa makanan dinding berupa cap tangan berwarna hitam dengan latar belakang merah dan seekor babi-rusa sedang meloncat dengan panah di bagian jantungnya. Gambar-gambar serupa itu juga terdapat pada Petta Kere.
Mengingat pentingnya goa-goa prasejarah ini maka dilindungi oleh Pemerintah sesuai dengan Undang Undang Benda Cagar Budaya yang berlaku. Bahkan telah dilakukan pemugaran, penamanan serta pembangunan sarana-saranan kemudahan bagi pengunjung, baik pengunjung umum maupun para peneliti. Penataan situs ini disesuikan dengan fungsinya sebagai Taman Purbakala Prasejarah. Kegiatan pemugaran dan lain-lain itu dilakukan oleh pemerintah dari tahun 1977.
Sasana Wisata-Budaya
Sebelum tersentuh oleh kegiatan pembangunan di bidang kebudayaan, desa leang-leang yang memang tanahnya gersang itu begitu sepi, kecul dan terpencil. Sejak ditemukan gambar babi rusa di leang Petta’E tahun 1950, nama Leang-leang mulai terkenal di kalangan pakar kepurbakalaan dan para peneliti pun berdatangan.
Sejak dibangun sebagai Taman Prasejarah antara tahun 1977 wajah dan suasana desa Leang-leang mengalamiperubahan total. Derap-langkah pemabngunan desa itu maju pesat. Ratusan bahkan ribuan pengunjung bahkan para Menteri dan tamu-tamu oenting dari dalam maupun luar negeri berdatangan. Taman Prasejarah yang ternyata merupakan kombinasi yang harmonis antara sasana wisata budaya dan wisata alam itu sangat menunjang Daerah Sulawesi Selatan sebagai salah satu dari sepuluh Daerah Tujuan Wisata (DTW). Di samping tempatnya dapat dicapai dengan mudah, letaknya strategis, dekat jalur yang sering dikunjungi (pariwisata) anatar Ujung Pandang – Tana Toraja dan dekat dengan objek-objek wisata lain dengan objek-objek wisata lain seperti Bantimuirang, Watang Lumur, Sopeng, dan lain-lain.
Disamping itu, Leang-leang sebagai sasana wisata, perlu kiranya kita waspada agar warisan busaya yang sudah ribuan tahun umurnya itu dapar bertahan, maka diperlukan sikap yang baik dan kedisiplinan para pengunjung. Kegemaran corat-coret hendaknya kita hindari agar tidak merusak lukisan asli nenek moyang kita, apalagi merusak dan mengotorinya.
Marilah kita jaga dan rawat baik-baik agar khasanah budaya kita ini tetap menjadi inspirasi dan mendorong kita untuk menuju hari esok yang lebih gemilang tetap berjalan di atas rel sejarah.

0 komentar:

Posting Komentar