LABUHAN DI PANTAI LAUT SELATAN PALING RAMAI
Upacara
labuhan merupakan salah satu upacara adat yang sejak jaman kerajaan
Mataram Islam pada abad ke XIII hingga sekarang masih diselenggarakan
secara teratur dan masih berpengaruh dalam kehidupan sosial penduduk di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat meyakini bahwa dengan
upacara labuhan secara tradisional akan terbina keselamatan, ketentraman
dan kesejahteraan masyarakat dan negara. Meskipun yang menyelenggarakan
upacara labuhan adalah keraton, namun dalam pelaksanaannya di lapangan,
rakyat juga turut serta. Masyarakat merasa ikut memiliki upacara adat
itu dan menganggap upacara labuhan adalah suatu kebutuhan tradisional
yang perlu dilestarikan.
Salah
satu upacara kraton yang dilaksanakan oleh para Sultan se¬jak Sultan
Hamengkubuwono I adalah upacara adat yang dalam isti¬lah Jawa disebut
labuhan. Upacara ini biasanya dilaksanakan di em¬pat tempat yang
letaknya berjauhan. Masing-masing tempat itu mempunyai latar belakang
sejarah tersendiri sehingga pada. masing-masing tempat tersebut perlu
dan layak dilakukan upacara labuhan
- Tempat yang pertama ialah Dlepih, disebut juga Dlepih Kahyangan, terletak di Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah.
- Tempat yang kedua adalah Parangtritis, di sebelah selatan kota Yogyakarta, di tepi Lautan Indonesia (Laut Selatan).
- Tempat yang ketiga ialah di Puncak Gunung Lawu, di perbatasan Surakarta dan Madiun, yang membatasi daerah Jawa Tengah dan dae¬rah Jawa Timur.
- Tempat yang keempat adalah di Puncak Gunung Merapi, letak¬nya termasuk wilayah Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Upacara
labuhan tersebut merupakan pemberian atau persembahan (pisungsung-Jw)
yang dilakukan di tempat-tempat tertentu, sesuai dengan kepercayaan
bahwa di tempat tersebut pernah terjadi peristiwa penting yang berkenaan
dengan para leluhur raja
Upacara
pemberian atau persembahan yang dikaitkan dengan para leluhur dan
makhluk-makhluk halus tersebut jelas merupakan kultus leluhur, animisme
dan dinamisme. Pada prakteknya kemudian upacara itu dipadukan dengan
unsur-unsur agama Islam, yaitu dengan diiringi doa dan selawat. Ada
mantera-mantera yang diucapkan dalam bahasa Arab dan menurut
kaidah-kaidah yang berlaku. Ada pula yang dibacakan dengan ucapan yang
bercampur baur antara bahasa Jawa dan Arab.
Upacara
labuhan yang bersifat religius ini hanya boleh dilakukan atas titah
serta atas nama raja sebagai kepala kerajaan, kepala pemerintahan dan
pemangku adat keraton. Tahap-tahap persiapan yang dilakukan di dalam
kraton, segala sesuatunya hanya dikerjakan oleh para sanak keluarga
saja, dibantu oleh para punggawa kraton. Pada pelaksanaan di luar kraton
sampai ditempat-tempat upacara labuhan, harus dengan tata cara
protokoler yang ketat. Juru kunci adalah pelaksana yang bertindak atas
nama raja. Ia juga adalah punggawa kraton yang diangkat dari kalangan
rakyat setempat. Juru kunci diberi hak untuk memiliki benda-benda yang
telah selesai dilabuh, tatapi seringkah juga benda-benda tersebut
diperebutkan oleh para pembantu juru kunci tersebut.
Menurut
tradisi Kraton Kesultanan Yogyakarta, upacara labuhan dilakukan secara
resmi dalam rangka peristiwa-peristiwa sebagai berikut:
Beberapa hari menjelang pelaksanaan upacara labuhan, Sri Sultan menyerahkan guntingan-guntingan kuku dan guntingan-guntingan rambut untuk ditanam di tempat-tempat tertentu di pantai Parangtritis. Pakaian-pakaian bekas Sri Sultan harus ditanam di tempat itu.
Benda-benda dan bahan-bahan lain yang dipersiapkan untuk: kemenyan, bahan kosmetika tradisional, 'konyoh' minyak wangi, rokok klobot wangi, tikar, nampi, bubuk dupa (cupu), pundi-pundi (kampek), mata uang dan beberapa tempat khusus untuk minyak wangi, atau bubuk dupa. Selain benda-benda ini masih banyak lagi benda kelengkapan lain yang menyertai persiapan suatu upacara labuhan, seperti benda-benda sesaji dan pusaka-pusaka kraton.
Tidak mengherankan jika upacara tradisional yang langka ini banyak menarik minat wisatawan untuk menyaksikannya. Suasana khidmat upacara, keberanian para pembantu juru kunci melaksanakan labuhan di lautan serta keramaian masyarakat memperebutkan benda-benda labuhan, semakin membuat acara labuhan menjadi menarik disaksikan.
Upacara labuhan tidak saja telah memenuhi ketentuan tradisi yang dijunjung tinggi, tetapi sekaligus juga merupakan obyek wisata yang sangat dikagumi oleh para wisatawan.
- Penobatan Sultan;
- Peringatan hari Ulang Tahun Penobatan Sultan yang disebut "Tingalan Panjenengan" atau "Tingalan Dalem Panjenengan" atau "Tingalan Jumenengan";
- Peringatan hari "windo" hari ulang tahun penobatan Sultan. "Windon" berarti setiap delapan tahun.
Beberapa hari menjelang pelaksanaan upacara labuhan, Sri Sultan menyerahkan guntingan-guntingan kuku dan guntingan-guntingan rambut untuk ditanam di tempat-tempat tertentu di pantai Parangtritis. Pakaian-pakaian bekas Sri Sultan harus ditanam di tempat itu.
Benda-benda dan bahan-bahan lain yang dipersiapkan untuk: kemenyan, bahan kosmetika tradisional, 'konyoh' minyak wangi, rokok klobot wangi, tikar, nampi, bubuk dupa (cupu), pundi-pundi (kampek), mata uang dan beberapa tempat khusus untuk minyak wangi, atau bubuk dupa. Selain benda-benda ini masih banyak lagi benda kelengkapan lain yang menyertai persiapan suatu upacara labuhan, seperti benda-benda sesaji dan pusaka-pusaka kraton.
Tidak mengherankan jika upacara tradisional yang langka ini banyak menarik minat wisatawan untuk menyaksikannya. Suasana khidmat upacara, keberanian para pembantu juru kunci melaksanakan labuhan di lautan serta keramaian masyarakat memperebutkan benda-benda labuhan, semakin membuat acara labuhan menjadi menarik disaksikan.
Upacara labuhan tidak saja telah memenuhi ketentuan tradisi yang dijunjung tinggi, tetapi sekaligus juga merupakan obyek wisata yang sangat dikagumi oleh para wisatawan.
0 komentar:
Posting Komentar