GHENGGONALANGI, DEWA SUKU TALAUD
Masuknya Islam dan Kristen di pertengahan abad ke-16 membuat pengaruh yang besar pada kehidupan bermasyarakat di suku Talaud. Meskipun begitu, masyarakat di sana tidak pernah benar-benar meninggalkan adat dan kebiasaan yang diwariskan leluhur mereka. Bahkan masih banyak warga yang tetap memercayai roh-roh jahat dan baik sebagai budaya yang tidak boleh dihilangkan.
Masuknya Islam dan Kristen di pertengahan abad ke-16 membuat pengaruh yang besar pada kehidupan bermasyarakat di suku Talaud. Meskipun begitu, masyarakat di sana tidak pernah benar-benar meninggalkan adat dan kebiasaan yang diwariskan leluhur mereka. Bahkan masih banyak warga yang tetap memercayai roh-roh jahat dan baik sebagai budaya yang tidak boleh dihilangkan.
Sampai
sekarang masyarakat Talaud masih memercayai adanya dunia yang berbeda
di ‘luar’ dan di ‘atas’ dunia yang ada dan didiami sekarang, yaitu
‘dunia gaib’ (supranatural). Dunia gaib tersebut didiami oleh Ghenggonalangi, merupakan tempat dewa-dewa bermukim. Ghenggonalangi
adalah dewa tertinggi yang dipercaya masyarakat suku Talaud. Ia maha
kuasa, maha pencipta, dan berkuasa atas semua dewa yang ada. Ghenggonalangi adalah duatangsaluluang (dewa alam semesta).
Selain Ghenggonalangi
sebagai mahadewa, terdapat pula dewa-dewa yang melingkupi kekuasannya
masing-masing. Dewa-dewa tersebut menguasai lapangan-lapangan hidup,
duatan langitta adalah dewa yang menguasai dan mengurusi segala hal yang
ada di langit, duata mbinangunanna adalah dewa alam barzach dimana ia
yang mengatur kehidupan setelah meninggal dunia, mawendo adalah dewa
laut yang menjaga keseimbangan alam, aditinggi gunung api Siau yang juga
menjaga keseimbangan alam di suku Talaud, ngakasuang adalah raja orang
mati, dan dewa lainnya.
Jika
para nelayan akan berlayar atau menangkap ikan di laut maka dewa
Mawendo akan mereka puja sebelum keberangkatannya, atau bahakan jauh
sebelum dilakukan keberangkatan mereka akan meminta petunjuk di hari apa
mereka dapat berlayar dalam keadaan hewan tangkapan berjumlah besar.
Sedangkan petani akan melakukan upacara pemujaan pada dewa aditinggi
untuk segala doa dan peruntungan dalam hal cocok tanam. Maka dewa Ghenggonalangi
sebagai pemujaan paling megah yang dilakukan masyarakat Talaud dengan
megucapkan mantera-mantera dan atau syair-syair suci dengan
iring-iringan sesajian yang dipimpin oleh tetua adat setempat.
Dewa-dewa tersebut pada zaman dahulu dipuja pada saat upacara-upacara tertentu. Namun, kini upacara pemujaan itu tidak dilakukan lagi seiring masuknya agama Islam dan Kristen, dan hanya dikenal sebagai tradisi juga budaya asli dari sistem kepercayaan suku Talaud.
Dewa-dewa tersebut pada zaman dahulu dipuja pada saat upacara-upacara tertentu. Namun, kini upacara pemujaan itu tidak dilakukan lagi seiring masuknya agama Islam dan Kristen, dan hanya dikenal sebagai tradisi juga budaya asli dari sistem kepercayaan suku Talaud.
Selain
dewa-dewa tersebut, orang-orang di suku Talaud juga mempercayai
makhluk-makhluk halus yang berdiam dimana-mana. Keberadaan makhluk halus
yang dipercaya berdiam di gunung, di sungai, di batu-batu besar, di
tanjung, di pohon, di gua-gua, di teluk, dan di tempat lainnya. Bahkan
tidak hanya itu, kepercayaan pada mahkluk halus pun terus berlanjut
hingga masyarakat suku Talaud meyakini bahwa segala benda itu ada yang
mengisinya. Termasuk benda hasil buatan manusia dan benda benda alam
seperti pohon enau, batu, akar-akar, dan masih banyak lagi. Makhluk
halus ini dipercaya ada yang memilki sifat jahat dan baik, salah satunya
adalah makhluk halus jelmaan nenek moyang mereka yang sering sekali
diminta pertolongannya.
Makhluk
halus yang merupakan nenek moyang ini biasanya dipercaya ada pada benda
yang dimiliki nenek moyang tersebut, misalnya berada pada keris,
pedang, gelang, baju. Sehingga tidak jarang dari masyarakat ini yang
masih menyimpan barang-barang tersebut dan dengan ritualnya sendiri
memuja benda-benda itu untuk dimintai pertolongan.
0 komentar:
Posting Komentar