KEDIAMAN PARA RAJA DI SULAWESI TENGGARA
Buton adalah sebuah pulau yang berada di
provinsi Sulawesi Tenggara. Di pulau ini terdapat 4 kabupaten yaitu
Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton.
Kabupaten Buton merupakan wilayah bekas kekuasaan Kerajaan Buton yang
wilayahnya mencakup sebagian wilayah pulau Muna dan seluruh Pulau
Kabaena. Kerajaan Buton berdiri sejak tahun 1332 Masehi, pemimpin
pertamanya adalah seorang ratu bergelar Ratu Wa Kaa Kaa, kemudian Ratu
Bolawombana dan Raja Batara Guru. Kerajaan buton sendiri didirikan atas
kesepakatan golongan yang datang bergelombang, gelombang petama yang
datang adalah golongan dari Kerajaan Sriwijaya, gelombang kedua adalah
golongan kekaisaran China dan gelombang tiga adalah golongan dari
Kerajaan Majapahit. Kerajaan Buton berubah mejadi kerajaan Islam pada
abad ke 16. Pasca itu perkembangan agama Islam berkembang pesat di
wilayah buton dan sekitarnya. Masyarakat Buton sendiri terdiri berbagai
suku bangsa. Walaupun begitu, Masyarakat Buton mampu memformulasikan
adat yang masing-masing dibawa menjadi adat yang baru.
Salah satu cagar budaya yang merupakan
peninggalan Kerajaan Buton yang masih bisa dijumpai adalah Istana Buton.
Istana buton dikenal juga dengan istilah Malige yang berasal dari kata
mahligai, bermakna istana atau Kamali yang berarti kediaman para raja.
Dahulu, Istana Buton merupakan tempat tinggal keluarga sultan dan pusat
pemerintahan kerajaan. Struktur bangunan istana ini menggunakan
struktur rumah panggung. Istana Malige dibuat dengan fondasi batu alam
yang disebut dengan sandi. Sandi tersebut tidak ditanam tapi diletakkan
begitu saja tanpa perekat. Fungsinya adalah untuk meletakkan tiang
bangunan. Diantara sandi dan tiang bangunan dibatasi oleh satu atau dua
papan alas yang ukurannya disesuaikan dengan diameter tiang dan sandi.
Ini berfungsi sebagai pengatur keseimbangan bangunan secara
keseluruhan. Bangunan ini juga terdiri dari 4 lantai dan terbuat dari
kayu yang berasal dari pohon Wala dan lantai bangunan ini terbuta dari
kayu jati. Pembangunan istana ini terbilang cukup unik karena tidak
menggunakan paku, bilah-bilah kayu hanya dikaitkan satu sama lain agar
merekat dengan kokoh. bangunan ini kokoh berdiri dengan topangan 40
tiang penopang, di bagian depan terdapat 5 tiang yang berderet hingga 8
baris ke belakang. Tiang utamanya disebut dengan tutumbu yang bermakna
selalu tumbuh. Suktur bangunan istana buton pada dasarnya adalah sama
setempat sebab berasal dari satu konstruksi yang sama yang disebut
banuwa tada. Hanya saja, ketika rumah tersebut difungsikan sebagai rumah
para pejabat, terdapat penambahan tiang penyangga yang berfungsi
sebagai kambero (kipas) sehingga disebut dengan banua tada kambero atau
istana kamali. Setiap raja akan naik tahta maka akan dibuatkan rumah
sejenis ini, jadi ada sekitar 38 rumah yang sejenis dengan istana malige
Istana Buton terdiri
dari beberapa ruangan yang memiliki fungsi masing-masing. Lantai pertama
terdiri dari 7 petak atau ruangan, ruangan pertama dan kedua berfungsi
sebagai tempat menerima tamu dan ruang sidang anggota Hadat Kerajaan
Buton, ruangan ketiga dibagi dua, yang sebelah kiri dipakai untuk kamar
tidur tamu dan yang sebelah kanan berfungsi sebagai ruang makan tamu,
ruangan keempat juga dibagi dua, berfungsi sebagai kamar anak-anak
Sultan yang sudah menikah, ruang kelima sebagai kamar makan Sultan atau
kamar tamu bagian dalam, serta ruangan keenam dan ketujuh dari kiri ke
kanan dipergunakan sebagai kamar anak perempuan Sultan yang sudah
dewasa, kamar Sultan dan kamar anak laki-laki Sultan yang dewasa. Lantai
kedua teridiri dari 14 buah kamar yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu 7
kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Setiap
kamar mempunyai tangga sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di
sebelah kiri dan 7 tangga sebelah kanan, seluruhnya 14 buah tangga.
kamar-kamar tersebut berfungsi sebagai ruang tamu keluarga, kantor, dan
gudang. Kamar besar yang terletak di depan adalah kamar tinggal
keluarga Sultan dan yang lebih besar lagi adalah Aula. Lantai ketiga
digunakan sebagai tempat istirahat dan bersantai keluarga kerajaan.
Terkakhir, lantai empat digunakan untuk tempat menjemur pakaian keluarga
kerajaan. Disamping bangunan utama istana malige terdapat bangunan
kecil yang berfungsi sebagai dapur dan kamar mandi. Bangunan ini
dihubungkan oleh satu gang di atas tiang ke bangunan utama.
Selain memiliki nilai histosris dan nilai estetik yang tinggi, istana malige juga menyimpan banyak nilai-nilai filosofis. Penggunaan batu alam sebagai fondasi bangunan bermakna simbol prasejarah dan pemisahan alam (alam dunia dan alam akherat). istana malige tampak terbagi menjadi 3 bagian yang mencirikan 3 alam kosmologi yakni, alam atas (atap), alam tengah atau badan rumah dan alam bawah atau kaki/kolong. Makna-makna simbolis tersebut tampak pada komponen-komponen yang menyusun bangunan seperti atap yang disusun sebagai analogi susunan atau tata letak posisi kedua tangan dalam shalat, tangan kanan berada di atas tangan kiri. Di sisi kanan kiri atap terdapat kotak memanjang yang berfungsi sebagai bilik atau gudang. Bentuk kotak ini menyimpbolkan tersebut menunjukkan tanggung jawab Sultan terhadap kemaslahatan rakyat. Balok penghubung yang harus diketam halus merupakan penggambaran budi pekerti orang beriman yang menggmbarkan budi pekerti orang istana. Tiang Istana dibagi menjadi 3 bagian, tiang pertama disebut Kabelai (tiang tengah), ini menyimbolkan ke-Esa-an Tuhan yang tercermin dari pribadi Sultan. Kabelai ditandai dengan adanya kain putih pada ujung bagian atas tiang yang penempatannya harus melalui upacara adat (ritual) karena berfungsi sakral. Kedua adalah tiang utama sebagai tempat meletakkan tada (penyangga) yang melambangkan stratifikasi sosial atau kedudukan pemilik rumah dalam Kerajaan/Kesultanan. Dan yang ketiga adalah tiang pembantu yang bermakna pelindung, gotong royong dan keterbukaan kepada rakyatnya. Ketiga tiang ini di analogikan pula sebagai simbol kamboru-mboru talu palena, maksudnya ditujukan kepada tiga keturunan (Kaomu/kaum) pewaris jabatan penting yakni Tanailandu, Tapi-Tapi dan Kumbewaha. Tangga dan Pintu mempunyai makna saling melengkapi. Tangga di pintu depan beorientasi terhadap arah timur barat atau arah ahadap solat sementara pintu bagian utara berorientasi pada penghormatan terhadap nenk moyang atau leluhur. Lantai yang terbuat dari kayu jati melambangkan status sosial bahwa sultan merupakan seorang bangsawan dan berkepribadian tenang. Dinding sebagai penutup melambangkan kerahasian seperti halnya alam kehidupan dan alam kematian. Dan jendela (bhalo-bhalo bamba) berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara. Menggambarkan pengaruh islam yang mendalam.
Selain memiliki nilai histosris dan nilai estetik yang tinggi, istana malige juga menyimpan banyak nilai-nilai filosofis. Penggunaan batu alam sebagai fondasi bangunan bermakna simbol prasejarah dan pemisahan alam (alam dunia dan alam akherat). istana malige tampak terbagi menjadi 3 bagian yang mencirikan 3 alam kosmologi yakni, alam atas (atap), alam tengah atau badan rumah dan alam bawah atau kaki/kolong. Makna-makna simbolis tersebut tampak pada komponen-komponen yang menyusun bangunan seperti atap yang disusun sebagai analogi susunan atau tata letak posisi kedua tangan dalam shalat, tangan kanan berada di atas tangan kiri. Di sisi kanan kiri atap terdapat kotak memanjang yang berfungsi sebagai bilik atau gudang. Bentuk kotak ini menyimpbolkan tersebut menunjukkan tanggung jawab Sultan terhadap kemaslahatan rakyat. Balok penghubung yang harus diketam halus merupakan penggambaran budi pekerti orang beriman yang menggmbarkan budi pekerti orang istana. Tiang Istana dibagi menjadi 3 bagian, tiang pertama disebut Kabelai (tiang tengah), ini menyimbolkan ke-Esa-an Tuhan yang tercermin dari pribadi Sultan. Kabelai ditandai dengan adanya kain putih pada ujung bagian atas tiang yang penempatannya harus melalui upacara adat (ritual) karena berfungsi sakral. Kedua adalah tiang utama sebagai tempat meletakkan tada (penyangga) yang melambangkan stratifikasi sosial atau kedudukan pemilik rumah dalam Kerajaan/Kesultanan. Dan yang ketiga adalah tiang pembantu yang bermakna pelindung, gotong royong dan keterbukaan kepada rakyatnya. Ketiga tiang ini di analogikan pula sebagai simbol kamboru-mboru talu palena, maksudnya ditujukan kepada tiga keturunan (Kaomu/kaum) pewaris jabatan penting yakni Tanailandu, Tapi-Tapi dan Kumbewaha. Tangga dan Pintu mempunyai makna saling melengkapi. Tangga di pintu depan beorientasi terhadap arah timur barat atau arah ahadap solat sementara pintu bagian utara berorientasi pada penghormatan terhadap nenk moyang atau leluhur. Lantai yang terbuat dari kayu jati melambangkan status sosial bahwa sultan merupakan seorang bangsawan dan berkepribadian tenang. Dinding sebagai penutup melambangkan kerahasian seperti halnya alam kehidupan dan alam kematian. Dan jendela (bhalo-bhalo bamba) berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara. Menggambarkan pengaruh islam yang mendalam.
Makna simbolis lain terdapat pada
dekorasi istana malige. Symbol nenas bermakna kesejahteraan rakyat
Buton. Symbol ini juga menyiratkan pesan kepada masyarakat buton agar
mempunyai sifat seperti nenas yang walaupun berkulit tebal dan berdurui
tapi buahnya manis. Symbol Bosu-bosu adalah buah pohon Butun
(baringtonia asiatica) bermakna keselamatan, keteguhan dan kebahagiaan
yang telah mengakar sejak masa pra-Islam. Makna lain menurut bahasa
daerahnya bosu-bosu adalah tempat air menuju pada perlambangan kesucian
mengingat sifat air yang suci. Symbol ake atau hiasan yang bentuknya
seperti patra (daun) bermakan wujud kesempurnaan dan lambang bersatunya
antara Sultan (manusia) dengan Khalik (Tuhan). Symbol Kamba/kembang
yang berbentuk kelopak teratai bermakna kesucian atau disebut juga
Suryanullah. Ada juga simbol naga pada bumbungan atap bermakna
kekuasaan, dan pemerintahan. Symbol Naga dipercaya sebagai asal-usul
bangsa Wolio yang diyakini datang dari daratan Cina. Terakhir adalah
tempayan simbol yang bermakna kesucian. Tempayan ini harus ada di
setiap bangunan kamali maupun rumah rakyat biasa.
Kini bangunan Istana Malige digunakan sebagai museum benda-benda bersejarah di Kota Bau-bau Kabupaten Buton.
Istana malige juga menjadi salah satu cagar budaya kebanggaan yang
dimiliki oleh Kabupaten Buton dan Provinsi Sulawesi Tenggara.
0 komentar:
Posting Komentar