Kecamatan
Kie Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) tempat suku Boti bermukim
menjadi satu dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia.Suku Boti
adalah keturunan asli dari pulau Timor, Antoni Metu. Tidak mudah untuk
sampai ke suku Boti, berada di pedalaman membuat suku ini seakan
tertutup dari peradaban.
Suku
Boti ini terbagi menjadi dua bagian, suku Boti dalam dan suku Boti
luar. Orang Boti Dalam tinggal di areal tersendiri berpagar kayu. Adapun
orang Boti Luar menyebar di berbagai lokasi di desa tersebut.
Masyarakat yang berada di daerah Boti luar. Masyarakat Boti masih
menjunjung tinggi nilai-nilai adat di suku mereka. Mereka yang
memutuskan keluar dari suku ini maka akan ‘diadili’, dikucilkan, atau
bahkan diusir. Seorang lelaki yang sudah menikah tidak boleh memotong
rambut, sehingga rambut mereka yang sudah panjang akan diikat serupa
konde di atas kepala mereka. Ada sanksi yang harus dibayar jika ini
dilanggar, mereka akan dikucilkan. Maka sulit untuk dipengaruhi
moderenitas zaman.
Secara
umum masyarakat suku Boti menganut kepercayaan Dinamisme. Mereka
memiliki satu hutan tempat mereka bersembah yang dengan ritualnya
sendiri. Ada satu altar persembahyangan untuk berdoa menyembah Uis Pah
(Dewa Langit), setelah itu mereka menaiki dan menapaki 99 anak tangga
untuk kemusbah yang lebih tinggi yang mereka namakan musbah untuk Uis
Neno (Dewa Bumi). Kedua dewa ini disembah dengan penarapannya
sendiri-sendiri. Uis Pah di sembah karena Dialah yang akan menjaga,
mengawasi, dan melindungi kehidupan manusia dan seluruh isinya.
Sedangakan Uis Neno perlu disembah karena Dia yang menentukan manusia
masuk surge atau neraka. Kepercayaan mereka sangat kuat.
Bahwa
yang digunakan oleh masyarakat suku Boti adalah bahasa Dawan, meskipun
orang-orang di Boti Dalam sebagian sudah ada yang bisa berbahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia yang dipahami oleh orang-orang Boti Dalam
memang belum fasih tapi mereka mampu memahami dan menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh lawan bicara. Ini sebagai bentuk bahwa masyarakat
Suku Boti bukan masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh perkembangan
zaman di luar lingkungannya.
Suku
Boti dipimpin oleh seorang kepala suku yang baru saja meninggal di
tahun 2005, dan diteruskan oleh anak lelakinya, yaitu Namah Benu.
Meskipun belum menikah pada usia 45 tahun, raja muda ini memegang teguh
percayaannya pada aturan dan adat setempat.
Suku
Boti termasuk ke dalam suku yang memiliki banyak aturan dalam kehidupan
sosialnya. Salah satunya adalah kepercayaan Halaika. Alam adalah
jantung kehidupan bagisuku Boti, sehingga segala macam aturan berkaitan
erat dengan alam. Adapun aturan adat lain yang diyakini dalam
pernikahan, seorang lelaki tidak akan menikah berapapun usianya sebelum
ia benar-benar dapat hidup mandiri.
Masyarakat
Boti sangat mencitai kedamaian, bahkan beberapa aturan dibuat agar Uis
Pah menjaga mereka. Misal nyaji kaada yang mencuri di desa tersebut
makapencuri itu tidak akan dihakimi secara fisik, justru mereka akan
‘diuntungkan’ dengan pemberian warga kepadanya dengan benda yang sama ia
curi. Barangkali ada pemikiran bahwa jika seseorang mencuri berarti ia
sedang sangat membutuhkannya, dan sebagai suku yang sama sudah
kewajibannyalah untuk saling membantu.
Pola
kekerabatan yang terjadi di suku Boti ini sebenarnya pola Partriarki,
di mana yang menjadi raja atau kepala suku adalah lelaki dan lelaki pula
yang menjadi pemimpim dalam rumah mereka. Boti memiliki pemisahan peran
penting bagi lelaki atau pun perempuan, lelaki bertugas di luar rumah
untuk mencari nafkah sedang istrinya yang mengurus segala hal yang
berkaitan dengan isi rumah. Masyarakat Boti adalah masyarakat yang
menganut pola monogami, di mana mereka hanya akan menikahi satu
perempuan saja.
Dilihat
dari apa yang mereka yakini, masyarakat suku Boti secara umum adalah
petani dan pekebun, juga berternak. Sehingga mereka hanya memanfaatkan
hasil tanam dan ternak mereka. Di suku Boti masyarakatnya dilarang untuk
membunuh hewan liar agar menjaga keseimbangan alam mereka.
Suku
Boti yang begitu rapat dan kuat dengan adat yang diyakininya membuat
kemajuan teknologi dan pengetahuan sulit menembus. Mereka menggunakan
kepercayaan dan didikan nenek moyang mereka dalam menghadapi
permasalahan hidup sehari-hari. Bahkan rumah yang mereka diami saja
secara umum masih ditutupi daun lontar dan tanpa penerangan.Tidak hanya
itu, dalam berpakaian sekalipun masyarakat Boti terutama yang laki-laki
tidak boleh menggunakan celana panjang atau rok pendek bagi perempuan
seperti yang digunakan masyarakat modern.
Bagaimana
pun juga suku Boti adalah suku dengan masyarakat yang ramah dan bertata
krama tinggi, terbuka dengan orang diluar mereka dengan batas-batas
tertentu. Banyak nilai-nilai positif yang diajarkan oleh suku Boti
kepada warganya, mau pun kita sebagai masyarakat di luar aturan-aturan
adat Boti.
0 komentar:
Posting Komentar