Sabtu, 13 Desember 2014

Masjid Siguntur

masjid siguntur2_1374135489.jpg
Masjid siguntur merupakan bangunan bersejarah yang berdasarkan sumber lokal berhubungan dengan Kerajaan Dharmasraya di Swarnabhumi (Sumatera). Letaknya berdekatan dengan Batang Hari, yakni sungai yang terkenal dengan benda-benda temuan arkeologis di sepanjang alirannnya. Secara administratif terletak di Dusun Ranah, Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Masjid berdiri diantara makam raja-raja Siguntur dan rumah adat Siguntur, tergabung dalam satu kompleks.
Berdasarkan sejarah setempat, pada tahun 1275 Siguntur merupakan pusat kerajaan Melayu dari kerajaan Dharmasyraya. Kerajaan tersebut ada sejak islam belum masuk wilayah Minangkabau dan sekitarnya. Kemudian abad ke-14 agama islam mulai masuk Kerajaan Siguntur. Pada saat itu yang berkuasa adalah Raja Paramesora yang berganti nama menjadi Sultan Muhammad Syah bin Sora Iskandar dan diikuti oleh anaknya. Setelah itu, Kerajaan Siguntur bernaung dibawah Kerajaan Alam Minangkabau. Salah satu bukti Kerajaan Siguntur menganut islam adalah ditemukannya cap  kerajaan.
Pemugaran masjid pernah dilakukan oleh ahli waris dan masyarakat setempat pada tahun 1957 berupa penggantian lantai masjid yang semula papan menjadi plesteran semen. Studi kelayakan juga pernah dilakukan pada tahun 1991/1992 terhadap masjid dan rumah adat Siguntur. Kemudian dilanjutkan pemugaran pada tahun anggaran 1992/1993 oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Barat. Dilakukan pembongkaran dan pemasangan baru atap berserta rangkanya, tiang, pondasi, dinding, dan lantai. Selain itu juga dilakukan pembongkaran pintu dan jendela, pembuatan selasar, pagar beton, pagar kawar berduri, serta pintu besi. Perbaikan akhir berupa pengecetan  rangka atap dinding, pintu, jendela, dan pagar tembok.
Pintu masuk kompleks masjid berada di bagian timur terbuat dari besi. Bagian depan kompleks masjid dikelilingi pagar beton, sedangkan di bagian samping dan belakang dikelilingi pagar kawat duri. Masjid Siguntur berdenah persegi panjang berdinding batu kali disemen dengan bentuk atap susun tiga terbuat dari seng. Pintu masuk masjid juga berada di sebelah timur dan hanya ada satu pintu terbuat dari kayu. Pintu tersebut berdaun dua dan berbentuk jalusi. Lantai ruang utama yang pada awalnya memiliki kolong dan terbuat dari papan sekarang telah diurug dan menjadi semen. Pada dindingnya terpasang delapan buah jendela kayu berdaun dua.
Di dalam bangunan induk berdiri lima tiang utama (sokoguru) yang terbuat dari kayu ulin dengan tinggi 7,85 meter. Sedangkan tiang pembantu memiliki tinggi lebih rendah (5 meter) berjumlah 12 dengan bentuk berbagai segi. Selain kedua jenis tiang tersebut, bangunan masjid masih disangga oleh tiang semu pilaster berjumlah sama dengan tiang pembantu, yakni 12 buah. Setiap tiga tiang berfungsi sebagai penahan beban atap. Di sisi barat ruang utama terdapat bangunan mihrab yang menjorok keluar. Mihrab tersebut terbagi dua oleh mimbar yang berada di sebelah kanannya. Akan tetapi, saat ini mimbar sudah tidak difungsikan karena Masjid Siguntur sudah tidak digunakan untuk Sholat Jumat.
Masih dalam kompleks masjid, terdapat bangunan baru di sebelah utara yang digunakan sebagai tempat wudhu. Bangunan tersebut terbagi ke dalam tiga ruangan, terbuat dari semen dan batu. Masih di sebelah utara, terdapat kompleks pemakaman raja-raja Siguntur. Kompleks tersebut berdenah segi lima dengan ukuran yang berbeda. Makam dibuat dengan sederhana, hanya ditandai nisan dan jirat yang terbuat dari batu dan bata. Enam makam yang diketahui adalah makam Sri Maharaja Diraja Ibnu bergelar Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadir Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amiruddin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali Akbar Tuangku Bagindo V, dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.

0 komentar:

Posting Komentar