Mengunjungi
bangunan cagar budaya seperti istana, benteng atau candi-candi kuno
selalu menarik walaupun sudah berulang kali. Rasanya setiap kali kita
amati selalu muncul hal-hal baru yang melengkapi pengetahuan kita,
apalagi jika yang dikunjungi itu Candi Sukuh dengan lingkungannya yang
memikat.
Dari
kota Solo ke Candi Sukuh kita dapat berkendaraan pribadi maupun umum ke
arah timur ±40km. Setelah melewati kota Karangnganyar dan Karangpandan,
belok kiri masuk jalan pedesaan yang berliku-liku dengan
tanjakan-tanjakan tajam. Sampailah di dusun Sukuh, desa Brejo, Kecamatan
Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, di lereng barat gunung Lawu pada
ketinggian 910m di atas permukaan laut.
Panorama
alamnya memesona. Ke arah barat pemandangan jauh sampai batas
cakrawala, ke utara dan selatan tampak lereng-lereng dan lembah bukit
dengan kehidupan pedesaan. Di arah timur pandangan membentur lereng
gunung Lawu yang selalu diselimuti kabut. Dalam radius ±20km dari candi
Sukuh, terdapat peninggalan purbakala yang lain seperti Candi Menggung
dan makam/masjid kuno Jabalkanil di Kecamatan Tawangmangu, situs Watu
Kandang/Watu Ngadeg di Matesih dan lain-lain.
Bangunan
Candi Sukuh terletak di atas tanah seluas ±11.000m2, terdiri atas tiga halaman berundak yang satu sama lain dihubungkan dengan lorong berundak. Halaman yang paling penting adalah yang paling atas atau paling belakang.
Bangunan
Candi Sukuh terletak di atas tanah seluas ±11.000m2, terdiri atas tiga halaman berundak yang satu sama lain dihubungkan dengan lorong berundak. Halaman yang paling penting adalah yang paling atas atau paling belakang.
Mengikuti
aturan percandian, kita masuk lewat pintu gerbang dari sebelah barat,
(ada jalan terobosan dari selatan). Gerbang dari batu andesit ini
istimewa, megah, berbentuk padaruksa. Pada lantainya yang sempit
terdapat panil dengan relief berupa pertemuan alat kelamin pria dan
wanita yang kira-kira berukuran normal dengan pahatan yang artistik.
Pada
keempat sisi gapura dipahatkan beberapa relief berupa: raksasa, ular,
burung dan lain-lain yang diantaranya dimaksudkan sebagai
candra-sangkala (angka tahun yang tersamar). Arca dwarpala yang
semestinya menghiasi kanan kiri gapura sudah tiada. Di bagian selatan
halaman pertama kita dapatkan beberapa potong batu dengan relief
iring-iringan orang naik kuda diiringi pengawal berpayung dan
bersenjata. Ada pula relief orang menunggang gajah, binatang lembu dan
babi terdapat pada batu yang lain.
Dari
halaman pertama kita naik ke halaman tengah lewat gerbang tanpa atap
dengan tangga sempit yang dijaga oleh arca dwarpala (gaya megalit yang
kaku). Di bagian tenggara halaman ini terdapat sisa reruntuhan bangunan
batu, pada dinding yang masih tersisa terdapat relief perangkat pande
besi yang sedang bekerja.
Pada
halaman ke tiga dan paling atas terdapat beberapa bangunan besar dan
kecil, arca-arca lepas, prasasti, relief pada bangunan induk menyerupai
piramida atau limas terpenggal bagian atas. Bagian atasnya sekarang
berupa umpak. Di tempat yang paling suci ini dahulu terdapat
lingga/phallus batu berukuran raksasa, dipahat dalam bentuk natural
dengan empat bulatan pada ujungnya yang kini ada di Museum Nasional
Jakarta.
Di
depan candi induk yang menghadap ke barat terdapat arca tiga ekor
kura-kura raksasa. Di halaman sebelah utara terdapat satu barisan relief
binatang bersambung adegan cerita Sudamala. Dewi Uma permaisuri Bhatara
Guru yang berkhianat dikutuk menjadi raksasi Bhatari Durga merajai
segala macam hantu di Kretra Gandamayu. Yang meruwat (melepaskan dari
belenggu kutuknya) sehingga kembali sebagai bidadari cantik Bhatari Uma
adalah Sadewa (saudara bungsu Pandawa). Disamping Dewi Uma juga bidadari
Citrasena dan Citrangada dikutuk jadi raksasa Kalantaka dan Kalanjaya
oleh Pandawa, terutama oleh Bima. Disamping itu masih ada relief lain
uakni Garudeya, Garuda membebaskan ibunya dari hukuman perbudakan; kisah
Prathanikaparwa, Pandawa menuju puncak Himalaya dalam perjalanan
kembali ke akherat. Di depan candi induk ada pula sebuah bangunan yang
diyakini oleh masyarakat sekitar tempat Kyai Sukuh.
Pada
bangunan menyerupai tugu di atas batur di depan pintu candi induk
sebelah utara panel dalam bentuk pelangi atau tapalkuda berisi relief
tokoh Bima dan Dewa Ruci. Sebuah tugu lagi berpahatkan relief Garudeya.
Di sebelah selatan ada relief tokoh Dewa memegang trisula dalam bingkai
bulat bertangkai. Beberapa patung Garuda dan tokoh laki-laki yang
memegang pahallusnya.
Lintasan Sejarah
Walaupun tempatnya di Jawa Tengah tetapi Candi Sukuh sangat berberda dengan candi-candi lainnya seperti Prambanan, Sewu, Plaosan, dan lain-lain dari sekitar abad 8 – 10 M. Susunan halaman, arca-arca, gaya pahatan, bahkan seluruh konsepsinya sangat berbeda.
Lintasan Sejarah
Walaupun tempatnya di Jawa Tengah tetapi Candi Sukuh sangat berberda dengan candi-candi lainnya seperti Prambanan, Sewu, Plaosan, dan lain-lain dari sekitar abad 8 – 10 M. Susunan halaman, arca-arca, gaya pahatan, bahkan seluruh konsepsinya sangat berbeda.
Arca
Dewa Trimurti atau Buddha tidak ditemukan di Candi Sukuh, tetapi yang
ditemukan lingga (phallus), Arca Bima (sekarang di Solo), Garuda, Arca
laki-laki telanjang (gaya megalitik), bahkan bentuk pertemuan alat
kelamin pria dan wanita (pemujaan Phallisme). Bentuk percandian yang
menyerupai punden berundak dan salah satu candinya dipandang sebagai
kediaman cikal-bakal desa Sukuh dan lain-lain gejala, jelaslah konsepsi
candi ini mengacu pada tempat pemujaan nenek moyang dari masa pra
pengaruh Hindu. Munculnya cerita-cerita Sudamala, Garudeya, Bima Suci
Sthanikaprawa semua bertemakan ruwatan atau pelepasan dari
bermacam-macam belenggu keduniawian.
Beberapa
angka tahun candra sangkala yang terdapat di Candi Sukuh mengacu ke
pertangahan abad 15, bersamaan dengan periode akhir Majapahit seperti
candi-candi lain di lereng gunung Lawu. Konsepsi dan bentuknya lebih
dekat dengan Jawa Timur dan Bali daripada candi-candi di Jawa Timur.
Pelestarian
Pemugaran oleh Depdikbud dilakukan antara 1980-1983, bahkan di luar halaman candi telah dibangun beberapa bangunan agar pengunjung merasa nyaman sambil menikmati panorama Candi Sukuh. Jalan, tempat parkir, dan pertusaran telah dibangun pula sehingga keseluruhan Candi Sukuh makin menarik untuk dikunjungi.
Pelestarian
Pemugaran oleh Depdikbud dilakukan antara 1980-1983, bahkan di luar halaman candi telah dibangun beberapa bangunan agar pengunjung merasa nyaman sambil menikmati panorama Candi Sukuh. Jalan, tempat parkir, dan pertusaran telah dibangun pula sehingga keseluruhan Candi Sukuh makin menarik untuk dikunjungi.
Karena
keunikan peninggalan nenek moyang kita di Lereng Lawu ini tidak luput
dari berbagai ancaman alamiah seperti gempa bumi, tanah longsor,
serangan lumut, ganggang, rumput dan juga dari manusia yang melakukan
pencurian, maka upaya dan pelestarian harus terus dilakukan agar
generasi selanjutnya masih bisa menikmati apa yang diwariskan oleh nenek
moyangnya, sehingga tidak jadi sebuah cerita yang kelak hanya menjadi
dongeng.
0 komentar:
Posting Komentar