PERMAINAN TRADISIONAL JAMBI
Gasing
adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkesetimbangan pada
suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai
situs arkeologi dan masih bisa dikenali.
Permainan
ini biasanya dimainkan oleh anak laki-laki berusia 7 – 17 tahun dengan
jumlah pemain minimal dua orang. Tempat yang digunakan halaman rumah
yang luas dan datar. Gasing terbuat dari kayu yang dibentuk sedemikian
rupa, menyerupai jantung pisang bagian bawah diberi paku. Ukurannya
berkisar 10 – 20 cm dengan diameter 4 – 6 cm. Untuk penggunaannya
dilengkapi dengan alit (tali) berukuran 60 – 100 meter. Permainan ini
mengandung sifat kompetitif karena sifatnya mencari kemenangan mengadu
ketangkasan dan keterampilan memutar gasing.
Sebelum
permainan dimulai, maka dilakukan undian untuk menentukan kelasi, orang
kedua, orang ketiga dan seterusnya dan seorang raja. Kelasi adalah
seorang yang kalah dalam undian dan selalu memasang terlebih dahulu
untuk ditingkah oleh seorang yang berada ditingkat atasnya. Raja adalah
seorang yang menang dalam undian, ia selalu terletak ditingkat atasnya.
Sedangkan tingkah adalah melempar gasing yang di bawah. Undian dilakukan
dengan cara bersama-sama memutar gasing. Gasing yang cepat mati berarti
menjadi kelasi, dan gasing yang terkahir mati menjadi raja.
Permainan
dimulai dengan kelasi memutar gasing untuk ditingkah oleh gasing nomor
dua. Jika kelasi tidak mati dan sipeningkah mati, maka sipeningkah turun
tingkatannya menjadi kelasi, tetapi kalau keduanya tidak mati, maka
dinantikan gasing siapa yang lebih lama hidup atau berputar. Pada saat
gasing berputar, gasing nomor tiga langsung meningkah. Apabila gasing
yang ditingkah mati, maka ia masih dalam kedudukannya nomor tiga, tetapi
jika ia mati lebih dahulu dari yang ditingkah maka ia turun
tingkatannya menjadi gasing nomor dua dan gasing nomor dua naik
tingkatannya menjadi nomor tiga begitu seterusnya sampai permainan
ketingkat raja.
Permainan berhenti apabila :
- Atas permintaan kelasi kepada raja, dengan alasan tidak tahan terus menerus menjadi kelasi.
- Apabila gasing salah seorang pecah kena tingkah dan tidak mempunyai gasing lagi sebagai gantinya.
Hingga
kini, gasing masih sangat populer dilakukan di sejumlah daerah di
Indonesia. Bahkan warga di kepulauan Riau rutin menyelenggarakan
kompetisi. Sementara di Demak, biasanya gasing dimainkan saat pergantian
musim hujan ke musim kemarau. Masyarakat Bengkulu ramai-ramai memainkan
gasing saat perayaan Tahun Baru Islam, 1 Muharram.
Sejumlah daerah memiliki istilah berbeda untuk menyebut gasing. Masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta menyebutnya gangsing atau panggal. Masyarakat Lampung menamaninya pukang, warga Kalimantan Timur menyebutnya Begasing, sedangkan di Maluku disebut Apiong dan di Nusa Tenggara Barat dinamai Maggasing. Hanya masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Tanjungpinang dan Kepulauan Riau yang menyebut gasing. Nama Maggasing atau Aggasing juga
dikenal masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Sedangkan masyarakat
Bolaang Mongondow di daerah Sulawesi Utara mengenal gasing dengan nama Paki. Orang Jawa Timur menyebut gasing sebagai Kekehan. Sedangkan di Yogyakarta, gasing disebut dengan dua nama berbeda. Jika terbuat dari bambu disebut Gangsingan, dan jika terbuat dari kayu dinamai Pathon.
0 komentar:
Posting Komentar