Faktor
geografis serta kondisi lahan yang basah dan berawa menghadirkan solusi
dalam membuat bangunan tegak dan kokoh yang dapat menahan beban berat
bangunan di lahan basah, salah satunya adalah pembangunan Rumah Bubungan
Tinggi. Konstruksi bangunan dengan penguatan pondasi tersebut
menggunakan kayu dari jenis kayu kapur naga yang ditempatkan sebagai
alas duduk. Daya tahan kayu tentu menjadi pertimbangan, dimana secara
alami ada proses pengawetan kayu pada saat tenggelam di dalam lumpur
atau rawa. Melalui cara ini, terbukti kayu bisa bertahan hingga ratusan
tahun. Selanjutnya untuk beban di atas dasar Kacapuri digunakan kayu
dengan ukuran lebih kecil, umumnya ulin atau kayu galam.
Pondasi
Kacapuri juga merupakan dasar untuk tiang bangunan dan tongkat yang
akan berdiri di atasnya. Tiang dan tongkat akan diinstal dengan
kedalaman sekitar 50 cm untuk meningkatkan luas permukaan tiang. Dengan
demikian kekakuan lateral horizontal telah dibuat satu arah. Setelah
instalasi dasar selesai, proses selanjutnya adalah pemasangan tiang dan
tongkat. Tiang dan tongkat merupakan struktur vertikal yang menyalurkan
beban dari atap ke pondasi. Kayu yang biasanya digunakan dengan panjang
sekitar 12 m, lebar 20 cm, dan tebal 20 cm. Untuk membangun Rumah
Bubungan Tinggi dibutuhkan 60 batang.
Setelah
instalasi tiang dan tongkat selesai, langkah berikutnya adalah membuat
kerangka Rumah Bubungan Tinggi. Kerangka ini cukup unik karena selain
memiliki arsitektur yang cukup tinggi, untuk mengukur panjang dan lebar,
mereka menggunakan depa dan panjang kaki yang jatuh pada hitungan
ganjil. Penggunaan hitungan ganjil ini diyakini memiliki nilai spiritual
yang tinggi. Pembangunan rumah tradisional Banjar ini dapat
diklasifikasikan dalam dua kegiatan, pemasangan lantai dan dinding.
Pemasangan
lantai biasanya bertumpu pada pilar utama, termasuk balok lantai ke
dalam lubang di tiang utama. Sebelum lantai di pasang papan, balok
gelagar pertama dipasang pada balok lantai pertama. Tujuannya adalah
selain untuk mengikat tiang utama, juga bahwa lebar minimum balok lantai
yang tidak menimbulkan kelenturannya lantai. Setelah balok lantai dan
balok gelagar terpasang, langkah berikutnya adalah pemasangan papan
lantai.
Papan
yang digunakan untuk lantai dibuat dari papan kayu Ulin dengan
ketebalan 2-3 cm. Sebagian besar lantai di kamar pada Rumah Bubungan
Tinggi dipasang erat, kecuali pada serambi muka, anjung jurai kiri,
pedapuran, dan pelatar belakang. Setelah papan lantai terpasang,
kemudian dilanjutkan dengan pemasangan penutup bangunan atau dinding
Rumah Bubungan Tinggi. Dinding terdiri dari papan yang dipasang dalam
posisi berdiri, sehingga di samping tiang juga diperlukan Turus Tawing
dan Balabad untuk merakit papan.
Pada
Anjung Kiwa, Anjung Kanan, Anjung Jurai dan Ruang Padu, terkadang
mereka menggunakan Palupuh sebagai dinding bangunan. Kerangka rumah ini
biasanya menggunakan ukuran tradisional depa atau tapak kaki dengan
ukuran ganjil yang dipercayai memiliki nilai magis atau sakral. Tahap
terakhir adalah pemasangan hatap (atap). Atap Rumah Bubungan Tinggi
terdiri dari beberapa jenis atap. Diantaranya adalah atap bubungan
(karakter khusus Bubungan Tinggi), atap sindang langit (atap yang
memanjang dari kaki atap bubungan ke pengadilan), atap hambin awan (atap
yang memanjang dari kaki atap bubungan ke belakang), dan atap anjung
(atap yang menutupi bagian anjung).
Dalam
perkembangan selanjutnya, penggunaan daun rumbia sebagai atap rumah
secara bertahap mulai menurun. Hal ini dikarenakan atap rumbia sangat
mudah tertiup oleh angin dan masyarakat Banjar menjadi lebih sadar bahwa
lingkungan alam di sekitar tempat tinggal mereka telah menyediakan kayu
ulin berlimpah, yang kemudian digunakan sebagai penutup atap pengganti
rumbia.
0 komentar:
Posting Komentar