Sabtu, 13 Desember 2014

Proses Pendirian Rumah Bubungan Tinggi

Sistem Pondasi Rumah Bubungan Tinggi_1393315130.jpg
Faktor geografis serta kondisi lahan yang basah dan berawa menghadirkan solusi dalam membuat bangunan tegak dan kokoh yang dapat menahan beban berat bangunan di lahan basah, salah satunya adalah pembangunan Rumah Bubungan Tinggi. Konstruksi bangunan dengan penguatan pondasi tersebut menggunakan kayu dari jenis kayu kapur naga yang ditempatkan sebagai alas duduk. Daya tahan kayu tentu menjadi pertimbangan, dimana secara alami ada proses pengawetan kayu pada saat tenggelam di dalam lumpur atau rawa. Melalui cara ini, terbukti kayu bisa bertahan hingga ratusan tahun. Selanjutnya untuk beban di atas dasar Kacapuri digunakan kayu dengan ukuran lebih kecil, umumnya ulin atau kayu galam.

Pondasi Kacapuri juga merupakan dasar untuk tiang bangunan dan tongkat yang akan berdiri di atasnya. Tiang dan tongkat akan diinstal dengan kedalaman sekitar 50 cm untuk meningkatkan luas permukaan tiang. Dengan demikian kekakuan lateral horizontal telah dibuat satu arah. Setelah instalasi dasar selesai, proses selanjutnya adalah pemasangan tiang dan tongkat. Tiang dan tongkat merupakan struktur vertikal yang menyalurkan beban dari atap ke pondasi. Kayu yang biasanya digunakan dengan panjang sekitar 12 m, lebar 20 cm, dan tebal 20 cm. Untuk membangun Rumah Bubungan Tinggi dibutuhkan 60 batang.
Setelah instalasi tiang dan tongkat selesai, langkah berikutnya adalah membuat kerangka Rumah Bubungan Tinggi. Kerangka ini cukup unik karena selain memiliki arsitektur yang cukup tinggi, untuk mengukur panjang dan lebar, mereka menggunakan depa dan panjang kaki yang jatuh pada hitungan ganjil. Penggunaan hitungan ganjil ini diyakini memiliki nilai spiritual yang tinggi. Pembangunan rumah tradisional Banjar ini dapat diklasifikasikan dalam dua kegiatan, pemasangan lantai dan dinding.
Pemasangan lantai biasanya bertumpu pada pilar utama, termasuk balok lantai ke dalam lubang di tiang utama. Sebelum lantai di pasang papan, balok gelagar pertama dipasang pada balok lantai pertama. Tujuannya adalah selain untuk mengikat tiang utama, juga bahwa lebar minimum balok lantai yang tidak menimbulkan kelenturannya lantai. Setelah balok lantai dan balok gelagar terpasang, langkah berikutnya adalah pemasangan papan lantai.
Papan yang digunakan untuk lantai dibuat dari papan kayu Ulin dengan ketebalan 2-3 cm. Sebagian besar lantai di kamar pada Rumah Bubungan Tinggi dipasang erat, kecuali pada serambi muka, anjung jurai kiri, pedapuran, dan pelatar belakang. Setelah papan lantai terpasang, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan penutup bangunan atau dinding Rumah Bubungan Tinggi. Dinding terdiri dari papan yang dipasang dalam posisi berdiri, sehingga di samping tiang juga diperlukan Turus Tawing dan Balabad untuk merakit papan.
Pada Anjung Kiwa, Anjung Kanan, Anjung Jurai dan Ruang Padu, terkadang mereka menggunakan Palupuh sebagai dinding bangunan. Kerangka rumah ini biasanya menggunakan ukuran tradisional depa atau tapak kaki dengan ukuran ganjil yang dipercayai memiliki nilai magis atau sakral. Tahap terakhir adalah pemasangan hatap (atap). Atap Rumah Bubungan Tinggi terdiri dari beberapa jenis atap. Diantaranya adalah atap bubungan (karakter khusus Bubungan Tinggi), atap sindang langit (atap yang memanjang dari kaki atap bubungan ke pengadilan), atap hambin awan (atap yang memanjang dari kaki atap bubungan ke belakang), dan atap anjung (atap yang menutupi bagian anjung).

Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan daun rumbia sebagai atap rumah secara bertahap mulai menurun. Hal ini dikarenakan atap rumbia sangat mudah tertiup oleh angin dan masyarakat Banjar menjadi lebih sadar bahwa lingkungan alam di sekitar tempat tinggal mereka telah menyediakan kayu ulin berlimpah, yang kemudian digunakan sebagai penutup atap pengganti rumbia.

0 komentar:

Posting Komentar