BEKAS PUSAT PEMERINTAHAN RAJA-RAJA MELAYU
Pulau penyengat dapat dicapai dalam waktu ±10 menit dengan perahu
motor dari kota Tanjung Pinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Pulau
mungil yang luasnya kurang lebih 3,5 kilometer ini mempunyai pemandangan
yang indah dan berbukit-bukti. Di Pulau Penyengat ini dapat dijumpai
bangunan-bangunan bersejarah, peninggalan raja-raja Melayu.
Menurut cerita rakyat setempat nama penyengat diberikan oleh
para pelaut yang singgah di pulau tersebut untuk mengambil air bersih.
Para pelaut itu diserang oleh sejenis lebah hingga jatuh korban, sejak
saat itu para pelaut menyebut pulau mungil itu dengan sebutan Pulau Penyengat.
Ketika pusat pemerintahan Kerajaan Riau berdiri di pulau tersebut, nama
pulau itupun dikenal dengan nama Pulau Penyengat Indra Sakti.
Karena letaknya yang strategis untuk pertahanan pada abad lalu Pulau
Penyengat berkali-kali menjadi medan pertempuran. Tercatat antara lain,
perang Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah dengan Raja Kecil dari Siak.
Demikian juga ketika terjadi perang antara Riau dengan Belanda tahun
1782-1784. Sisa-sisa pertempuran berupa benteng pertahanan masih dapat
disaksikan sampai saat ini.
Tahun 1803 dari pusat pertahanan Pulau Penyengat dibina menjadi
sebuah negeri yang berkedudukan sebagai Yang Dipertuan Muda Kerajaan
Riau Lingga, sedang Sultan berkedudukan di Dalik Lingga. Baru tahun 1900
Sultan pindah ke Pulau Penyengat. Sejak saat Pulau Penyengat berperan
sebagai pusat pemerintahan, pusat adat istiadat, pusat agama Islam dan
pusat kebudayaan Melayu. Peranan tersebut berakhir tatkala Sultan
Abdurrachman Muazamsyah meninggalkan pulau mengungsi ke Singapura karena
tidak bersedia menandatangani kontrak dengan Belanda yang dianggap
merugikan.
Menghadapi ancama Belanda yang akan merampas segala harta benda
termasuk istana, Sultan memerintahkan kepada rakyat yang tinggal di
Pulau Penyengat agar menghancurkan apa saja yang kiranya akan dirampas
oleh Belanda. Sejak itu beberapa bangunan pun menjadi puing.
Menelusuri pulau penyengat masih dapat disaksikan antara lain sebuah
mesjid yang dirawat dengan baik, empat kompleks makam raja, dua bekas
istana, sumur, taman, dan beberapa gedung lainnya.
Mesjid yang disebut Mesjid Raya layak dibanggakan sebagai cermin
keagungan agama Islam. Kubah, menara, dan mimbar semuanya serba indah.
Mesjid ini didirikan tahun 1249 Hijriah bertepatan dengan tahun 1832
Masehi, atas prakarsa Raja Abdurrachman Yang Dipertuan Muda VII yang
juga disebut Marham Kampung Bulang. Riwayat lain yang menarik
tentang pembangunan mesjid ini ialah dipergunakannya putih telor sebagai
campuran kapur untuk memperkuat kubah, menara , dan bagian-bagian
tertentu dari mesjid.
Di tengah-tengah kediaman penduduk akan dijumpai sisa gedung Engkau Duah yang
merupakan tabib kerajaan. Tidak jauh dari tempat tersebut dapat
dijumpai pula sisa-sisa bangunan istana Sultan Abdurrachman Muazamsyah,
yang merupakan Sultan Riau Lingga yang terakhir. Dari sisa-sisa bangunan
dapar diperkirakan bahwa dulu merupakan sebuah istana yang amat megah.
Berhimpitan dengan sebatang pohon besar terlihat pula sisa gedung
milik Tengku Bilik, adik Sultan Riau Lingga terakhir, yang bersuamikan
Tengku Abdul Kadir. Bentuk bangunan masih tampak jelas, yang
menggambarkan ciri-ciri rumah yang amat disukai oleh para bangsawan pada
akhir abad XIX. Bangunan serupa masih dapat dijumpai di tempat lain
seperti Singapura, di Johor dan di Semenanjung Malaysia. Sedang profil
bangunan bergaya Portugis tampak pada sisa-sisa istana milik Raja Ali
Marhum Kantor. Tembok yang mengelilingi sedung masih utuh. Pembangunan
fisik yang pesat terjadi pada masa pemerintahan Raja Ali Marhum Kantor
yang saat itu menjabat Sebagai Yang Dipertuan Muda Riau VIII.
Di Pulau Penyengat dapat pula dijumpai gedung kecil yang sidah dipugar, yangdisebut gedung mesiu atau gedung obat bedil. Menurut keterangan ada empat gedung serupa di tempat tersebut, hanya yang lainnya sudah tinggal sisa-sisa saja.
Pusat perbentangan terdapat di Bukit Kursi dan Bukit Penggawa Benteng
dilindungi dengan parit-parit pertahanan. Kebanyakan dibangun ketika
terjadi peperangan antara riau dengan Belanda tahun 1782-1784.
Sebagai bekas berkumpulnya cendekiawan Pulau Penyengat juga ditandai
dengan puing-puing bekas percetakan dan gedung Rusdiah Klub, yang
merupakan perkumpulan cendikiawan Melayu di Pulau Penyengat. Percetakan
dibangun tahun 1890. Sisa-sisa lainnya yang tampa agak utuh adalah taman
pantai dengan pemandangan yang mengesankan.
Beberapa bangunan kompleks pemakaman juga ada di Pulau Penyengat,
antara lain kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah. Dalam kompleks
makam ini dapat pula ditemui pusara tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau,
yaitu pusara Raja Haji Abdulla Marhum Mursyid.Yang Dipertuan Muda Riau
IX, pusara Raja Ali Haji, pujangga Gurindam XII yang terkenal. Juga
dapat dijumpai pusara raja Haji Abdullah, hakim Syariah.
Di bukit selatan Pulau Penyengat terdapat makam Raja Haji Marhum
Teluk Ketapang, bersebelahan dengan makam Habib Sekh seorang ulama
terkenal di jaman Kerajaan Riau. Raja Haji Teluk Ketapang adalah Yang
Dipertuan Muda Riau IV.
Makam lainnya adalah kompleks makam raja Jaafar, Yang Dipertuan Muda
Riau VI. Kompleks ini termasuk salah satu bangunan yang indah dengan
pilar-pilar, kubah-kubah kecil dan kolam air untuk berwudu. Sedang di
lereng bukit di belakang Mesjid Raya terdapat pula makam Raja
Abdurrachman Marhum Kampung Bulang, Yang Dipertuan Muda Riau VII.
Pusarannya dikelilingi tembok yang dihiasi dengan ukiran timbul dan
porselin di bagian muka.
Bagi peminat wisata budaya, Pulau Penyengat memang menampilkan
kelebihan tersendiri. Penduduk yang ramah, angkutan yang lancar,
peninggalan sejarah, pemandangan yang indah dan Tanjung Pinang sebagai
kota dagang membuat kawasan tersebut amat potensial. Pulau Penyengat
yang indah dan mungil sarat dengan peninggalan sejarah ini, tentu saja
akan sangat bermanfaat bagi pengkajian budaya Melayu saat ini dan di
masa mendatang.
Curhat Pendek - Itu Susu?
-
Ketika kamu memiliki banyak pengalaman, melihat banyak hal yang terjadi di
dunia maka biasanya semakin sulit kamu untuk terkejut pada sesuatu yang
tida...
0 komentar:
Posting Komentar