Replika Alam Semesta di sekitar Candi Sewu
Dalam hinduisme maupun Buddhisme terdapat
suatu konsep tentang gambaran alam semesta sebagai makrokosmos dan alam
yang ditempati oleh sekelompok masyarakat sebagai mikrokosmos. Dalam
penerapannya, Makrokosmos dan Mikrokosmos berdiri sejajar. Alam
semesta digambarkan sebagai sebuah lingkaran atau cincin, dan terdiri
atas wilayah-wilayah yang tersusun sedemikian rupa mengelilingi sebuah
Gunung Meru sebagai pusatnya. Sebagai penerapan konsep kesejajaran,
dimana jagad raya (makrokosmos) berpusat pada Gunung Meru, Jagad kecil
(mikrokosmos) juga harus memiliki representasi Gunung Meru sebagai
pusatnya. Gunung Meru sebagai pusat Mikrokosmos tidak harus berupa
gunung dalam bentuk sesungguhnya, tetapi dapat diwujudkan dalam bentuk
candi yang melambangkan Gunung Meru dan tempat tinggal para Dewa.
Candi
Gana, Candi Bubrah, Candi Lumbung, dan Candi Lor merupakan contoh
spesifik dalam penerapan konsepsi tersebut diatas, karena terdapat
indikasi dalam penerapan dalam lingkup situs dan kawasan. Konsep candi
sebagai tempat tinggal dewa di candi-candi tersebut direpresentasikan
antara lain dalam bentuk arca-arca dewa, ornament yang menggambarkan
mahluk-mahluk kayangan dan bagian-bagian bangunannya yang secara
keseluruhan menyimbolkan triloka (bhurloka, bhuvarloka dan svarloka) dan
tridatu (Kamandhatu, rupadhatu dan arupadhatu). Sementara itu, dalam
lingkup antar situs atau kemungkinan juga kawasan, terdapat asumsi yang
masih terus dikembangkan tentang hubungan antara Candi gana, Candi
Bubrah, Candi Lumbung, dan Candi Lor dengan Candi Sewu. Elemen –elemen
pokok dalam asumsi tersebut bertolak dari adanya kesamaan latar belakang
keagamaan, keletakan, dan adanya konsep yang mendasari. Dalam
hasil-hasil penelitian yang tidak perlu didebatkan lagi tentang latar
belakang keagamaan Candi Sewu, diketahui bahwa Candi Sewu bersifat
Buddhis.
Latar
belakang keagamaan Candi Gana, Candi bubrah, Candi Lumbung dan Candi
Lor dapat dirunut melalui arca-arca dewa buddhis yang telah ditemukan
dan adanya komponen bangunan yang telah dapat direkontruksi, khususnya
atap, yang berbentuk stupa. Stupa adalah simbol dan sekaligus identitas
dalam Budhissme. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa latar belakang
keagamaan Candi Gana adalah Buddhisme. Sementara itu, jika dipandang
dari keletakannya dalam lingkup kawasan, Candi Lor terletak di sebelah
utara, Candi Gana disebelah timur, dan Candi Lumbung serta Bubrah di
sebelah selatan, Kompleks Candi Sewu. Satu lagi peninggalan yang
diasumsikan melengkapi konfigurasi candi-candi di atas, yaitu reruntuhan
Candi Kulon yang ditemukan di sebelah barat Kompleks Candi Sewu.
Dalam
asumsi tersebut, Candi Gana, Candi Bubrah, Candi Lumbung, Candi Lor,
dan Candi Kulon dipandang sebagai bagian dari penerapan suatu konsep
mandala yang menempatkan Candi Sewu sebagai pusat, sedangkan Candi Gana
beserta candi-candi lain yang terletak di empat penjuru mata angin
utama, sebagai subordinat. Dengan demikian, Candi-candi tersebut
merupakan data penting yang menggambarkan kebijakan dan sekaligus
kearifan masyarakat pendukungnya dalam memandang serta menempatkan diri
dalam lingkungannya, baik yang berkonteks fisik maupun konsepsi
keagamaan (Gatut).
0 komentar:
Posting Komentar