KONSEP KEHIDUPAN KELUARGA DAN SOSIAL YANG DIIKAT OLEH AJARAN LELUHUR
Suku
Tamiang memiliki sistem kekerabatan yang cukup unik, dan hingga kini
masih dipertahankan. Mereka masih menganggap kekerabatan merupakan hal
yang penting. Sebagai contoh adalah pada acara adat dan keagaamaan,
keluarga dan kerabat tertentu masih menjadi tokoh yang dituakan karena
berasal dari leluhur atau endatu yang baik. Hal ini mencerminkan, mereka tetap melestarikan tradisinya.
Sistem
kekerabatan masyarakat Tamiang menggunakan prinsip patrilineal, yaitu
menarik garis keturunan berdasarkan garis laki-laki. Bagi yang sudah
nikah, mereka menggunakan adat matrilokal, yaitu bertempat tinggal di
lingkungan kerabat wanita.
Namun
secara umum, sistem kekerabatannya dibagi menjadi dua, yaitu keluarga
kecil (batih), dan kelurga luas (kaum biak). Keluarga luas juga dibagi
menjadi dua, yakni belah ibu dan belah bapak. Keduanya beriringan sesuai
dengan adat dan agama Islam yang dianut oleh masyarakat Tamiang. Pada
saat dewasa, anak-anak yang sudah menikah akan membentuk suatu kelompok
keluarga yang luas.
Secara
umum, sistem kekerabatan suku Tamiang memperlihatkan sebuah konsep
kehidupan keluarga dan sosial yang diikat oleh ajaran leluhur. Dari sini
juga tampak bahwa kaum laki-laki dan perempuan Tamiang mendapat porsi
yang berbeda, baik posisi mereka sebagai anak, istri, maupun saudara.
Selain itu, tampak pula bahwa ajaran Islam begitu berpengaruh dalam
kehidupan orang Tamiang.
Perbedaan
jarak jauh dan dekat antar belah ibu dan belah bapak tergantung pada
sistem sosial yang mengatur hak dan kewajiban. Umumnya bangsa Tamiang
menganut prinsip kekeluargaan bilateral (parental). Meskipun begitu,
dalam beberapa hal seperti warisan misalnya, kedudukan anak sangat
dipengaruhi hukum Islam, sesuai sistem sosial yang cenderung menganut
prinsip patrilineal.
Keluarga
batih merupakan kesatuan ekonomi, adat istiadat, dan agama. Pada
masyarakat Tamiang kaum laki-laki diberikan beban lebih berat dalam
tanggung jawab soal usaha pertanian dan kemasyarakatan. Sementara kaum
perempuannya bertugas dalam bidang pendidikan dan mengurus rumah tangga.
Namun, kaum perempuan juga membantu kaum laki-laki pada saat tertentu,
misalnya dalam pekerjaan pertanian.
Kedudukan
laki-laki pada bangsa Tamiang sangat penting karena merupakan pewaris
keluarga, pewaris gelar, hak atas tanah, bahkan pewaris pusaka dan ilmu
gaib. Pada keluarga tertentu hal tersebut masih dipraktekkan. Dalam
keluarga, anak laki-laki yang lebih tua mendapat sebutan tersendiri
sesuai urutan kelahiran, seperti ulung (anak pertama), ngah (anak
kedua), alang (anak ketiga), andak (anak keempat), uteh (anak kelima),
dan uncu (anak keenam).
Dalam
hal wali waris keluarga pada bangsa Tamiang, terdapat tiga tingkatan,
yaitu wali syarak, wali adat, dan wali karung. Wali syarak memiliki hak
mutlak selaku wali nikah dan berhak menerima pusaka seperti aturan pada
bab nikah. Sementara wali adat berhak atas upacara kematian dan hidup,
seperti orang wafat dan membela kehormatan keluarga. Kedudukannya
tercermin dalam ungkapan orang Tamiang yang berbunyi; utang sama
ditanggung, malu sama ditudung.
Sedangkan
wali adat ditentukan dari garis ayah ke atas atau dari anak laki-laki
ke bawah. Adapun wali karung adalah anggota keluarga yang terdiri dari
saudara perempuan ke bawah, sehingga urusannya sangat terbatas
dibandingkan dengan wali adat. Dalam hal kasih sayang dan keakraban
keluarga, keluarga akan menginduk pada wali karung.
Dalam
keluarga luas memiliki dua jalur kerabat, yaitu suku akat dan kaum
biak. Suku akat adalah hubungan kekerabatan yang diambil dari jalur wali
adat dan wali karung. Sementara garis keturunan kaum biak diambil dari
wali karung saja. Sistem kekerabatan di Tamiang identik dengan ikatan
keluarga berdasarkan keturunan. Dengan demikian, untuk mengetahui
kedudukan suatu keluarga dan peranannya dalam masyarakat termasuk
kemampuan mereka dalam memimpin sering dikaitkan dengan endatu mereka.
Endatu
dianggap sebagai cikal bakal orang Tamiang. Tinggi rendah atau luasnya
suatu perkauman dalam sistem kekerabatan Tamiang tercermin dalam
silsilah kedatuan, seperti Datu Empat Suku, Datu Delapan Suku, dua belas
pihak, tiga puluh dua kerabat, dan handai taulan. Semuanya itu
berhubungan dengan kebanggaan, kehormatan, dan status sosial di
masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar