TATA KEMASYARAKATAN SUKU BADUY
Sebutan "Baduy"
merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok
masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang
agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan
masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah
karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara
dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai
urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka,
atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang
Cibeo.
Pada masyarakat Baduy terdapat kelompok-kelompok diantaranya yaitu:
- Kelompok Tangtu (baduy dalam).
Suku
Baduy Dalam bermukim di pedalaman hutan yang terisolasi serta belum
terpengaruhi oleh kebudayaan luar. Masyarakat Baduy Dalam merupakan
masyarakat yang patuh pada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang
telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat). Masyarakat Baduy dalam
tinggal di 3 kampung yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.
- Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar)
Baduy
Luar bermukim di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu,
yang mengelilingi wilayah Baduy dalam. Masyarakat Baduy luar sudah
berbaur dengan masyarakat luar dan dengan kebudayaan luar.
- Kelompok Baduy Dangka
Masyakarat
Baduy Dangka bermukim di luar wilayah Baduy. Saat ini, tinggal 2
kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh
(Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer
zone atas pengaruh dari luar.
Dalam
kehidupan sosial, masyarakat Baduy mempunyai dua sistem pemerintahan
yaitu sistem nasional dengan mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat masyarakat Baduy.
Kedua sistem tersebut terakulturasi dengan baik sehingga menciptakan
harmonisasi. Sistem pemerintahan formal di masyarakat Baduy dipimpin
oleh kepala desa bernama Jaro Pamarentah. Posisi Jaro Pamarentah berada
di bawah camat. Untuk pimpinan adat di masyarakat Baduy memiliki
pemimpin tertinggi yaitu Pu’un.
Pu’uun
berada di tiga kampung Tangtu. Seseorang menjadi pu’un karena jabatan
tersebut berlangsung turun temurun namun tidak otomatis dari bapak ke
anak, kerabat lain juga bisa menjadi pu’un. Jangka waktu memegang
jabatan pu’un tidak ditentukan. Peralihan jabatan Pu’un lebih
berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
Pelaksana harian pemerintahan adat kapu’unan (kepuunan) dilaksanakan
oleh jaro yang terbagi pada empat jabatan yaitu
- Jaro Tangtu
Jaro tangtu memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan hukum adat pada warga tangtu serta mengurusi hal lainnya.
- Jaro dangka dan Jaro Tanggungan
Jaro
dangka bertugas untuk menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan
leluhur yang ada di dalam dan di luar Baduy. Jaro dangka berjumlah 9
orang dan apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu maka disebut
dengan jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai
jaro tanggungan.
- Jaro Pamarentah.
Jaro
pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat
adat Baduy dengan pemerintahan nasional. Dalam tugas jaro pamarentah
dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung.
Apabila dalam masyarakat Baduy ada yang melanggar aturan pikukuh maka orang tersebut akan mendapatkan hukuman yang disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Pelanggaran ringan yang dilakukan contoh adalah cekcok antar masyarakat Baduy. Bentuk hukuman ringan untuk seseorang yang melakukan pelanggaran ringan adalah pemanggilan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan.
Apabila dalam masyarakat Baduy ada yang melanggar aturan pikukuh maka orang tersebut akan mendapatkan hukuman yang disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Pelanggaran ringan yang dilakukan contoh adalah cekcok antar masyarakat Baduy. Bentuk hukuman ringan untuk seseorang yang melakukan pelanggaran ringan adalah pemanggilan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan.
Pelanggaran
berat bagi masyarakat Baduy adalah meneteskan darah, berzinah dan
berpakaian kota. Hukuman berat yang aka didapat adalah pemanggilan oleh
Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat,
orang yang mendapat hukuman akan dimasukan ke dalam lembaga
pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu,
menjelang bebas, pelaku akan ditanya apakah masih mau berada di Baduy
Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para
Pu’un dan Jaro. Untuk masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam
menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.
Tradisi
dan budaya masyarakat Baduy menciptakan masyarakat Baduy yang
menjunjung tinggi rasa kebersamaan atau gotong-royong dalam hal
kehidupan masyarakat. Salah satu contoh sikap itu adalah saat masyarakat
Baduy membangun suatu jembatan untuk melewati sungai. Mereka bekerja
sama, ada yang mencari bambu, rotan dan barang lainnya di hutan untuk
dikumpulkan dan ada juga yang bekerja membangun pola jembatan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar