SOSIAL DAN SISTEM KEMASYARAKATAN SUKU TENGGER
Tengger adalah sebuah kota atau desa yang berada di bawah kaki Gunung Bromo Jawa Timur. Pada awalnya tahun 100 SM orang-orang Hindu Waisya yang beragama Brahma bertempat tinggal di pantai-pantai yang sekarang dinamakan dengan kota Pasuruan dan Probolinggo. Setelah Islam mulai masuk di Jawa pada tahun 1426 SM dan keberadaan mereka mulai terdesak maka mereka mencari daerah yang sulit dijangkau oleh manusia (pendatang) yaitu di daerah pegunungan tengger, pada akhirnya mereka membentuk kelompok yang di kenal sebagai tiang tengger (orang tengger).
Tengger adalah sebuah kota atau desa yang berada di bawah kaki Gunung Bromo Jawa Timur. Pada awalnya tahun 100 SM orang-orang Hindu Waisya yang beragama Brahma bertempat tinggal di pantai-pantai yang sekarang dinamakan dengan kota Pasuruan dan Probolinggo. Setelah Islam mulai masuk di Jawa pada tahun 1426 SM dan keberadaan mereka mulai terdesak maka mereka mencari daerah yang sulit dijangkau oleh manusia (pendatang) yaitu di daerah pegunungan tengger, pada akhirnya mereka membentuk kelompok yang di kenal sebagai tiang tengger (orang tengger).
Dalam
kehidupan sosial masyarakat Tengger terdapat sistem sosial yang
berfungsi untuk memberikan aturan dan pengarahan bagi masyarakat Tengger
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Pada kelompok-kelompok desa di
masyarakat Tengger terdapat masing-masing kelompok seorang tetua yang
merupakan pimpinan di desa tersebut. Untuk seluruh desa memiliki
pimpinan (petinggi) yaitu seorang kepala adat. Dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat Tengger lebih menghormati dan percaya kepada
dukun. Pengaruh dukun dalam masyarakat Tengger sangat dominan. Dukun
adalah pemimpin dalam acara ritual/upacara adat.
Masyarakat
Suku Tengger terbagi dalam dua wilayah adat yaitu sabrang kulon
(diwakili oleh Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan) dan
sabrang wetan (diwakili oleh Desa Ngadisari, Wanantara, Jetak, Kecamatan
Sukapura, Kabupaten Probolinggo) terdiri atas kelompok-kelompok desa
yang masing-masing dipimpin oleh kepala adat. Dengan demikian yang
menjadi batas wilayah kerja kepala adat adalah wilayah adat dan umat
masyarakat yang terdapat di desa tempat ia menjabat sebagai kepala adat.
Pada masing-masing kabupaten terdapat dukun koordinator wilayah yang
bertugas mengkoordinir kepala adat di wilayahnya.
Untuk
memilih seorang pemimpin yaitu petinggi di masyarakat Tengger, cara
yang dilakukan adalah dengan melakukan pemilihan langsung oleh
masyarakat. Untuk memilih dukun dilakukan dengan beberapa tahapan
termasuk tahap ujian Mulunen bagi dukun. Tahap mulunen adalah ujian
pengucapan mantera yang tidak boleh terputus. Ujian Mulunen dilakukan
pada saat upacara Kasada di poten gunung Bromo. Tugas dan fungsi dukun
adalah mengatur upacara adat, membimbing pemuda dalam memahami hindu,
menyimpan benda keramat, konsultan masalah adat (hajatan dan
menikahkan), dan menjaga masyarakat. Dukun ini dianggap sebagai orang
terpandang yang selalu dihormati oleh seluruh warga dimana tidak
sembarang orang dapat menduduki jabatan tersebut. Seorang dukun memiliki
jabatan yang tidak ditentukan dan jabatan tersebut akan berpindah
manakala dukun tersebut sudah tidak mampu menjalankan tugasnya dan
memutuskan untuk berhenti.
Di
dalam lingkungan masyarakat Tengger para Dukun merupakan kelompok
masyarakat yang menduduki kelas sosial tertinggi. Mereka ini adalah
orang-orang yang menguasai adat istiadat kepercayaan yang telah dianut
dan diyakini oleh warga masyarakat, sehingga tidak heran apabila setiap
tingkah laku Dukun menjadi panutan bagi anggota masyarakat, dengan
demikian maka orang-orang yang menjadi suri tauladan masyarakat Tengger
adalah para Dukun dan pembantu-pembantunya, sehingga secara struktural
Dukun dalam kehidupan masyarakat Tengger tergolong orang-orang
terpandang. Sehingga yang berperan penting dalam pelestarian budaya adat
istiadat Tengger adalah para Dukun.
Sebagai
seorang dukun adat, dukun adat memiliki fungsi spiritual dan fungsi
sosial. Fungsi spiritual dukun adat yaitu memimpin upacara adat.
Sedangkan fungsi sosialnya adalah sebagai mediator antara masyarakat dan
urusan yang berhubungan dengan pemerintahan. Selain itu, dukun adat
juga memiliki kewenangan tertentu dalam pengambilan keputusan, aturan,
sanksi, atau denda sosial bagi pelanggar peraturan dan hukum adat.
Sebagai contoh kewenangan dukun adat dalam pengambilan keputusan adalah
pada waktu terjadi bencana, dukun adat berhak menentukan kapan
masyarakatnya harus mengungsi atau tetap mendiami desa.
Budaya
lain di masyarakat Tengger yang tercipta adalah sikap gotong royong
antar masyarakat Tengger. Ada dua bentuk gotong royong yang selalu
dilakukan oleh masyarakat Tengger secara bersama-sama yaitu Gotong
royong mengenai kerja bakti untuk kpentingan umum seperti membangun
jalan kampung dan saluran air. Bentuk gotong royong keuda adalah gotong
royong tolong menolong untuk guyuban, nyurung, nyalawat dan kematian.
0 komentar:
Posting Komentar